Berita Bekasi Nomor Satu

Naik KRL Wajib Bawa Surat Tugas

Illustrasi : Petugas medis mengambil sampel tes swab kepada penumpang Kereta Rel Listrik (KRL) di Stasiun Bekasi, Jalan Juanda,Bekasi Timur, Selasa (5/5). Pemerintah Kota Bekasi tes swab secara acak kepada penumpang guna mendeteksi penyebaran Covid-19. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI.
AMBIL SAMPLE : Petugas medis mengambil sampel tes swab kepada penumpang Kereta Rel Listrik (KRL) di Stasiun Bekasi, Jalan Juanda,Bekasi Timur, Selasa (5/5). Pemerintah Kota Bekasi tes swab secara acak kepada penumpang guna mendeteksi penyebaran Covid-19. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI.

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Aturan tegas bakal diberlakukan bagi para penumpang Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line di Jabodetabek. Pasalnya, penumpang wajib menunjukan surat tugas untuk melakukan perjalanan. Jika tidak memiliki, jangan berharap bisa naik angkutan massal tersebut.

Aturan tegas ini akan diberlakukan setelah sebelumnya lima kepala daerah di Bogor, Depok, Bekasi (Bodebek) sepakat memperketat aturan pergerakan masyarakat pada penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) jilid II. Hal ini menyusul ditemukannya sejumlah penumpang KRL Commuter Line positif Covid-19, termasuk di Kota Bekasi.

“Pak gubernur DKI meminta jika mau masuk atau nanti pada saat aturan itu ditetapkan di DKI, jadi ada surat pengantar. Kita lihat, kita tunggu DKI, kalau DKI jelas, kita ambil sampel, kita ikut karena kan pusatnya di DKI,” ungkap Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, Minggu (10/5).

Pemkot Bekasi mengaku setuju dengan kebijalan ini diterapkan di Jabodetabek, sehingga pergerakan orang menggunakan transportasi masal ini bisa terkontrol.” Yang mau naik KRL harus ada surat tugas. Harus ada keterangan bahwa dia bekerja di sektor yang dikecualikan,”tegasnya.

Menurut, banyak warga di Bodebek khususnya Kota Bekasi yang bekerja di Jakarta sehingga pergerakan masyarakat ke Jakarta dan sebaliknya cukup tinggi. Padahal, pada penerapan PSBB, hanya pegawai pada delapan sektor yang dikecualikan yang mendapat toleransi untuk tetap bekerja. Antara lain sektor kesehatan, pangan, logistik, keuangan dan perbankan, energi, dan komunikasi.

Namun, nyatanya selama penerapan PSBB, masih banyak masyarakat di luar delapan sektor yang dikecualikan tetap melakukan aktivitas di luar rumah. ”Kita menunggu aturan dari DKI Jakarta, sementara Kota Bekasi menyesuaikan,” imbuhnya.

Pantauan Rahmat, pergerakan orang di sejumlah perbatasa Kota Bekasi masih tinggi, salah satunya di perbatasan Kota dan Kabupaten Bekasi. Menyusul temuan total 10 orang positif Covid-19 dalam tes acak beberapa waktu lalu, pihaknya saat ini tengah menyasar pasar tradisional.

Tes acak menggunakan PCR dilakukan di 12 pasar di Kota Bekasi, masing-masing diambil 50 sampel baik pengunjung pasar maupun pedagang.

Belasan pasar tradisional tersebut diantaranya Pasar Baru, Teluk Buyung, Kranji Baru, Jatiasih, Kranggan, Pondok Gede, Inkopau, Family, Bintara, Harapan Jaya, Wisma Asri, dan Atrium Pondok Gede.

“Iya yang di pasar mungkin sulit ya untuk melakukan physical distancing, tapi masker memang harusnya dinas pasar itu terus menyediakan kepada warga masyarakat, jadi jangan dipilah, karena itu penting, kan sering bapak sampaikan bahwa penyakit ini tidak kenal strata, tidak kenal tingkatan,” terangnya.

Sementaar itu, Wakil Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mendorong Direktur baru PT Kereta Api Indonesia (KAI) Didiek Hartantyo untuk meminta masukan dari Kementerian Kesehatan ketika akan mengkaji kembali operasional kereta komuter atau KRL selama pemberlakuan PSBB di Jabodetabek.

“Memang operasional KRL selama PSBB sejauh ini perlu dikaji kembali oleh PT KAI. Sebetulnya kalau kita mau membuat sebuah strategi baru maka pihak pertama yang perlu dimintai masukan terkait operasional KRL adalah Kementerian Kesehatan,” ujar Eko.

Menurut ekonom Indef tersebut, masukan apapun yang nantinya akan diberikan oleh Kementerian Kesehatan terkait protokol kesehatan atau bahkan pembatasan superketat baik di kereta maupun stasiun perlu segera ditindaklanjuti oleh PT KAI sebagai perusahaan induk yang membawahi operator KRL yakni PT Kereta Commuter Indonesia (KCI).

Selain itu PT KAI juga perlu berkoordinasi secara intens dan mengkonsultasikan terlebih dahulu masukan-masukan dari Kementerian Kesehatan kepada Kementerian Perhubungan mengenai operasional KRL selama PSBB. “Saya kira operasional KRL perlu dikaji ulang, mengingat adanya masukan dan saran dari beberapa kepala daerah di wilayah Jabodetabek mengenai operasional KRL selama PSBB,” kata Eko Listiyanto.(sur/jpc)

Solverwp- WordPress Theme and Plugin