Berita Bekasi Nomor Satu

DPRD Persoalkan Penetapan Zona Hijau

PSBB
ILUSTRASI : Sejumlah warga memadati Kawasan Pasar Baru Bekasi satu hari menjelang memasuki Bulan Suci Ramadan, Kamis (23/4) lalu. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI
PSBB
ILUSTRASI : Sejumlah warga memadati Kawasan Pasar Baru Bekasi satu hari menjelang memasuki Bulan Suci Ramadan, Kamis (23/4) lalu. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pemerintah Kota Bekasi menetapkan sebanyak 30 kelurahan masuk zona hijau dan dapat melaksanakan salat Idul Fitri 1441 H.

Hal itu berdasarkan kesepakatan bersama, Wali Kota Bekasi dan MUI Kota Bekasi beserta tokoh agama dan unsur musyawarah pimpinan daerah (Muspida).

Pemkot mengizinkan mengadakan salat Idul Fitri di Masjid yang berada di zona hijau, dan untuk zona merah tetap melaksanakan salat di rumah masing masing.

Namun belakangan, penetapan 30 kelurahan yang masuk sebagai zona hijau dipersoalkan Ketua DPRD Kota Bekasi, Chairoman J Putro.

Pihaknya meminta Pemkot Bekasi bisa menjelaskan secara transparan dasar kebijakan penetapan zona hijau.

“Itulah yang kita inginkan, transparansi. Dasar kebijakannya apa, perubahan itu karena apa?. Itu harus bisa dijelaskan oleh Pemerintah Kota Bekasi,” kata Chairoman, kapada Radar Bekasi, Selasa (19/5) di ruang kerjanya Gedung DPRD Kota Bekasi, Jalan Chairil Anwar, Kecamatan Bekasi Timur.

Ia mengatakan, penentuan zona hijau tak mudah dipahami masyarakat yang wilayahnya sempat dinyatakan masuk zona merah. Seperti di wilayah Teluk Pucung, ada dua bahkan enam pasien positif Covid-19.

Termasuk wilayah Kayuringinjaya yang sempat menduduki kelurahan tertinggi adanya belasan pasien positif Covid-19.

“Harusnya tidak tiba-tiba Telukpucung menjadi zona hijau, kan gitu. Itu yang harus menjadi perhatian kita,” ucapnya.

Dia menambahkan, salah satu tolok ukur bisa dilihat tingkat penyebaran virus di wilayah 14 hari terakhir. Penjelasan objektif dengan dasar yang jelas sejatinya bisa disampaikan ke masyarakat.

“Ya kalau berdasarkan feeling saja, jelas ini akan berbahaya. Berbahaya apa? Tidak konsisten menyebabkan masyarakat sulit untuk menerima penjelasan yang berikutnya,” tutupnya.

Sebelumnya, berdasarkan rilis Humas Pemkot Bekasi, Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi menerangkan bahwa masjid yang masuk zona hijau dipersilahakan melaksanakan salat Idul Fitri di wilayahnya, namun khusus untuk warga sekitar. Pelaksanaannya menggunakan protokol kesehatan Covid-19.

“Menjaga jarak, memakai masker dan tidak bersalaman, itu yang perlu diterapkan, dan juga pada dua hari ini akan dibentuk tim per kelurahan untuk memantau zona hijau tersebut jika mengadakan salat idul fitri” ujarnya.

Selain itu dijelaskannya dari kesepakatan tidak ada halal bi halal usai salat ied. “Itu yang dikhawatirkan, tidak ada yang tau virus ini, kita harus waspada walau berada di zona hijau, karena setiap harinya zona hijau bertambah dari zona merah yang berkurang, kita tetap harus menggunakan protokol kesehatan” tegasnya.

Terpisah, Pengurus Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Nurul Hidayah yang terletak di salah satu kawasan zona hijau, tepatnya di RT 01/22, Kelurahan Arenjaya, Bekasi Timur, Kota Bekasi, berdasarkan hasil rapatnya tetap memutuskan untuk tidak mengadakan salat Idul Fitri 1441 H di tengah wabah Covid-19.

Ketua DKM Masjid Nurul Hidayah, H Rimbang mengatakan, mereka tetap mediakan salat ied berjamaah, karena alasan kesulitan menerapkan protokol kesehatan sesuai ketentuan pihak Pemerintah Kota Bekasi.

“Pengurus telah memutuskan tetap meniadakan salat tersebut dengan alasan kami tidak sanggup untuk menjalankan ketentuan protap kesehatan Covid 19, dan mengimbau warga untuk tetap melaksanakan di rumahnya masing-masing,” kata H Rimbang, Selasa (19/5).

Dia berharap, hasil musyawarah ini dapat dimaklumi warga dan pihak-pihak lainnya, untuk menjaga kesehatan bersama di wilayah dari bahaya Covid-19 yang sedang melanda negeri, sekaligus tetap menjaga wilayah dalam status zona hijau.

Ketua RT01/22 Mulyono mengaku, sepakat dengan hasil keputusan DKM karena berbagai pertimbangan. “Ya kami sepakat dengan putusan itu, dan memang kita tidak dapat semerta-merta mengikuti keinginan sendiri atau pribadi, tapi harus demi kebaikan bersama. Lagipula, kalau nanti setelah salat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, tentu DKM yang bertanggung jawab dan itu tidak mudah,” ungkap Mulyono.(pay/mhf)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin