Berita Bekasi Nomor Satu

Warga Masih Ragu Keberadaan Corona

Illustrasi : Sejumlah penumpang KRL menggunakan masker memenuhi area parkir Stasiun Bekasi, belum lama ini. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI.
ILUSTRASI: : Sejumlah penumpang KRL menggunakan masker memenuhi area parkir Stasiun Bekasi, belum lama ini. Adaptasi Tatanan Hidup Baru (ATHB) di Kota Bekasi diperpanjang hingga satu bulan kedepan. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI.

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Jumlah temuan terkonfirmasi positif Covid-19 di Bekasi telah mencapai ribuan kasus, bahkan puluhan diantaranya meninggal dunia. Namun, sebagian kecil masyarakat Bekasi mengaku tak percaya keberadaan virus yang menyerang saluran pernafasan ini, sehingga mereka tetap mengabaikan protokol kesehatan.

Melalui survei yang dilakukan Radar Bekasi, sebanyak 708 responden menjawab ketaatan masyarakat terhadap protokol kesehatan. Dari jumlah tersebut, satu persen diantaranya mengaku tidak menjalankan protokol kesehatan mulai dari mencuci tangan, menggunakan masker, dan menjaga jarak (3M), karena mereka tak percaya adanya virus tersebut.

Persentase paling besar perilaku masyarakat berada pada ketaatan masyarakat untuk menggunakan masker, 84,04 persen dari total responden taat mengenakan masker pada saat beraktivitas di luar rumah. Persentase paling besar dari perilaku masyarakat tidak mengindahkan protokol kesehatan pada kepatuhan untuk menjaga jarak atau physical distancing, 31,21 persen masyarakat tidak selalu menjaga jarak, 1,70 persen bahkan tidak sama sekali menjaga jarak, (lihat grafis).

“Saya gak percaya dengan virus ini. Kalau memang sudah ajal, ya itu takdir dari Tuhan. Buktinya, saya masih sehat sampai sekarang,” kata Ahmad (38), pria yang berprofesi sebagai ojek ini.

Dia mengaku, selama ini jarang memakai masker, bahkan bisa dibilang tidak pernah. Jika memakai masker, katanya, karena tuntutan profesi. ”Ya, gak enak aja sama penumpang. Kadang ada penumpang yang nyuruh saya pakai masker dulu, baru mau naik,” imbuh warga kelurahan Durenjaya ini.

Sementara itu, sebagian masyarakat mengaku lebih taat dalam menjalankan protokol kesehatan setelah terpapar, dan berhasil sembuh. Bahkan mereka bersaksi bahwa Covid-19 benar adanya setelah merasakan dampak dari serangan virus ini, beberapa gejala muncul saat dipastikan positif Covid-19.

“Saya merasakan bagaimana jalan ke kamar mandi saja (di rumah) itu ngos-ngosan (cepat lelah), seperti lari keliling lapangan. Karena paru-paru kita seperti ada lem nya, mungkin saja saya masih dikasih sama Allah daya tahan tubuh, jadi Alhamdulillah bisa sembuh,” terang salah satu pasien yang berhasil sembuh dari serangan Covid-19 di Kota Bekasi ini.

Tepat 12 September lalu, kondisi kesehatannya mulai terganggu, diagnosa awal, menderita typus. Setelah lima hari menjalani perawatan di rumah, ia memutuskan untuk melakukan tes swab, empat hari kemudian dipastikan positif Covid-19 dan harus menjalani isolasi di Rumah Sakit (RS) karena telah merasakan gejala seperti sesak napas disertai batuk.

“Akhirnya hari ke-10 saya dirawat di (RS) Mitra Keluarga Barat selama enam hari sampai tidak ada batuk atau sesak lagi,” kata pria yang menetap di kelurahan Jatirahayu, Pondok Melati ini.

Isolasi di rumah sakit ia pilih, meskipun tidak bisa berjumpa, atau sekedar melihat istri, adik, dan kedua anaknya, lantaran ia masih memiliki anak usia balita. Peristiwa yang sempat dirasakan ini menjadi pelajaran untuk lebih berhati-hati dalam situasi pandemi, juga lebih memperhatikan orotikil kesehatan.

Saat pertama kali mendapati hasil laboratorium, hanya satu yang terlintas dalam benaknya, sembuh dan tidak memaparkan virus kepada keluarganya. Semua anggota keluarga yang tinggal bersama dalam satu rumah terpaksa harus di tes, hasilnya negatif. Menghindari sentuhan fisik dan menjaga jarak diakui sebagai hal yang sulit, tanpa disengaja dan disadari, ia bersama dengan orang terdekat berkumpul, bahkan saat beberapa dari mereka menyodorkan tangan untuk berjabat tangan, tanpa aba-aba tangannya menghampiri tangan lawan bicaranya untuk berjabat tangan.

“Yang pasti Covid-19 itu ada, walaupun tidak kelihatan, tapi bisa dirasakan dampaknya, terutama bagi yang memiliki penyakit bawaan, efek menyerangnya lebih besar, kita harus lebih berhati-hati dan disiplin,” tukasnya.

Responden yang lain, Isal (20) mengaku sampai dengan saat ini hanya perilaku mengenakan masker saja yang ia patuhi, selebihnya jarang dilaksanakan. Salah satu alasan mengapa dua hal yang lain hanya sesekali dijalankan, ia menilai protokol kesehatan yang lain dirasa mengganggu pekerjaannya.

“Karena kan saya sekarang bekerja jadi admin di jasa ekspedisi, saya sering banget secar tidak langsung kontak fisik dengan customer, dan untuk jaga jarak ruangannya agak sempit. Kalau saya habis kontak fisik langsung cuci tangan, yang ada tangan saya basah,” paparnya.

Selama ini ia memanfaatkan hand sanitizer untuk membasuh tangannya, itu pun tidak rutin dilakukan. Keberadaan Covid-19 masih menjadi pertanyaan dalam benaknya, pemuda ini sempat mengalami gejala mendekati pasien Covid-19, setelah melakukan pemeriksaan medis, ia hanya menderita radang tenggorokan biasa.

Meskipun masih menyimpan pertanyaan mengenai keberadaan virus ini, ia memilih untuk tetap mengenakan masker. Hematnya, sekalipun virus itu nyata, setidaknya perilaku mengenakan masker telah meminimalisir untuk tidak terpapar, atau tidak menyebarkan virus kepada orang lain.

“Kalau di persentase kan, 60 persen kurang percaya, 40 persen percaya,” ungkapnya.

Covid-19 masih menghantui kehidupan sosial masyarakat, dampak dari situasi pandemi ini telah menyentuh hampir semua aspek kehidupan. Namun, penyebaran kasus Covid-19 belum mereda, terkahir, dalam 500 sampel yang diterima oleh Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Kota Bekasi, 20 hingga 30 persen menunjukkan hasil positif. Jumlah kasus terkahir pada 27 September lalu, penyebaran kasus telah mencapai 3.237 kasus di Kota Bekasi.

Operasi yustisi telah dilakukan oleh petugas gabungan di Kota Bekasi, sebagian besar yang tertangkap tidak mentaati protokol kesehatan seperti mengenakan masker, mengaku lupa atau tertinggal saat akan beraktivitas di luar rumah. Senada, sebagian besar responden dalam survey ini juga mengaku mereka lupa, tertinggal di rumah, malas, hingga merasa terganggu napasnya saat mengenakan masker.

Sementara itu, sebagian warga lainnya mengaku kesulitan d menjaga jarak karena alasan pekerjaan.”Saya susah untuk jaga jarak. Karena memang pekerjaan saya sehari-hari di proyek harus bersama teman-teman,” ujar salah seorang warga, Jaya (35).

Kendati demikian dia mengaku, sejauh ini sudah beberapa kali melakukan swab test yang dilakukan di tempat kerjanya ini. Dan hasil pemeriksaannya negatif. “Saya sudah swab. Alhamdulilah hasilnya negatif,” ucapnya.

Hal serupa disampaikan oleh Riki (27). Menurutnya, menjaga jarak menjadi hal yang sulit karana pekerjaan sehari-harinya yang harus bertemu dengan orang banyak. “Sekarang saya menjaga parkir di Pasar Induk Cibitung. Enggak bisa jaga jarak, tapi kalau masker dan cuci tangan saya jalankan setiap harinya,” ungkapnya. (sur/pra)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin