Berita Bekasi Nomor Satu

FKUB Ingatkan Pengembang Grand Wisata

PEMBANGUNAN MUSHOLA: Sejumlah tukang sedang mengerjakan pembangunan mushola yang digugat oleh pengembang perumahan klaster Grand Wisata ke Pengadilan Negeri Cikarang. IST/RADAR BEKASI
PEMBANGUNAN MUSHOLA: Sejumlah tukang sedang mengerjakan pembangunan mushola yang digugat oleh pengembang perumahan klaster Grand Wisata ke Pengadilan Negeri Cikarang. IST/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Bekasi, berharap kepada pengembang perumahan klaster Grand Wisata, agar tidak memancing amarah umat terkait pendirian mushola.

Sebab, FKUB menilai, apabila mengacu pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri nomor 8 dan 9 tahun 2016. Dalam SKB tersebut, diatur bahwa pendirian rumah ibadah perlu ada rekomendasi dari FKUB.

Persyaratan untuk mendapatkan rekomendasi itu, selain surat permohonan juga harus melampirkan tanda tangan dan KTP pengurus tempat ibadah atau jemaah. Kemudian, perlu juga dilampirkan persetujuan atau tidak keberatan dari warga sekitar atas pendirian rumah ibadah di lokasi tersebut.

Ketua FKUB Kabupaten Bekasi, Athoilah Mursyid, memastikan Mushola Al-Muhajirin yang didirikan warga Water Garden, telah memenuhi syarat.

“Persyaratan ini untuk semua tempat ibadah, bukan hanya buat mushola atau masjid saja, tapi berlaku untuk semua agama. Untuk warga klaster Water Garden itu, persyaratan-nya sudah sesuai. Sudah ada persetujuan juga dari warga sekitar, bahkan dari yang non muslim juga,” tuturnya.

Menurut dia, terkait gugatan PT Putra Alvita Pratama (PAP) kepada warga lantaran membangun mushola, seharusnya tidak terjadi. Soalnya, lahan yang digunakan untuk mendirikan mushola sudah merupakan milik warga.

“Seharusnya pengembang tidak punya kewenangan untuk melarang. Karena ini kan tanah warga. Paling tidak jangan sampai ada yang keberatan terkait pendirian rumah ibadah,” bebernya.

Athoilah juga mengingatkan, pengembang agar tidak menimbulkan persoalan baru, apalagi soal agama yang dinilai sensitif.

“Jangan sampai ada permasalahan yang berlarut-larut, sehingga alangkah baiknya untuk disudahi. Khawatir nantinya akan menimbulkan konflik sara,” tandasnya.

Sementara itu, Marketing & Public Relation Grand Wisata, Hans Lubis menjelaskan, terkait dengan pendirian dan pembangunan rumah ibadah tersebut, PT PAP hanya menjalankan perjanjian yang sudah disepakati oleh dengan pemilik kavling.

Dalam kesepakatan tersebut, bahwa lahan itu hanya boleh mendidirikan bangunan rumah tinggal, dan tidak bisa didirikan bangunan lain yang fungsinya bukan rumah tinggal.

“Ketentuan tersebut sesuai dengan block plan Cluster Water Garden yang telah disetujui oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi,” terangnya melalui siaran pers.

PT PAP tidak pernah melarang ataupun melakukan hal yang tidak benar terhadap kebebasan dalam melaksanakan kegiatan ibadah dari agama apapun yang diakui oleh Undang-undang yang berlaku di Indonesia.

Sementara itu, tokoh warga Water Garden sekaligus tergugat, Rahman Kholid menyampaikan, pengembang tidak berhak mengatur dan mengintervensi cara beribadah warga. Apalagi, saat mediasi, mereka melarang azan dikumandangkan dengan pengeras suara, salat Jumat dan pengajian.

“Mereka tidak melarang ibadah secara eksplisit, tetapi mereka mau mengatur cara ibadah kami dan menghalangi pendirian tempat ibadah warga muslim. Padahal, itu sudah menjadi kepentingan umum, karena jarak masjid dari rumah warga cukup jauh,” ucap Rahman.

Dia menjelaskan, PT PAP maupun Sinarmas, seharusnya konsisten dengan PPJB. Pasal 6 (6) perjanjian itu menyebut, sejak serah terima, segala risiko, beban, dan biaya terkait kepemilikan dan/atau penggunaan tanah beralih kepada pembeli.

Sinarmas maupun pengembangnya, juga tidak memiliki alasan yang kuat mengatur peruntukan dan penggunaan tanah, karena sudah menjadi urusan negara. Apalagi, warga sudah mengajukan permohonan perubahan peruntukan tanah seluas 226 meter persegi itu dari rumah tinggal menjadi rumah ibadah kepada Pemkab Bekasi sesuai aturan yang berlaku.

Atas kondisi ini, warga pun mempertanyakan misi Sinarmas mengatur peribadatan umat hingga menggugat ke Pengadilan Negeri (PN) Cikarang.

Rahman menegaskan, Sinarmas dan pengembang, semestinya fokus membuktikan tuduhan mereka mengenai wanprestasi dan tidak memperuncing konflik dengan warga, apalagi terkait agama.

“Sebagai contoh, saat mereka memakai block plan Cluster Water Garden yang telah disetujui Pemkab Bekasi sebagai salah satu dalih penolakan pembangunan mushola. Padahal, block plan adalah kewajiban Sinarmas saat mereka akan membangun cluster dan tidak ada kaitan dengan permohonan atas bidang tanah yang sudah dibeli dan dilunasi serta diajukan perubahan peruntukan sepanjang sesuai peraturan,” kilahnya. (and)

Solverwp- WordPress Theme and Plugin