
RADARBEKASI.ID, BEKASI – Upaya pencegahan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) mesti menjadi perhatian serius meski ditengah fokusnya penanganan Covid-19. Pasalnya kasus DBD di Kota Bekasi masih terbilang tinggi.
Dinas Kesehatan Kota Bekasi mencatat empat bulan terakhir Januari hingga April 2021, ada 730 kasus pasien DBD yang ditangani. Meski kasus dibawah tahun sebelumnya, masyarakat diminta tetap waspada.
Diketahui pada 2020, selama Januari hingga April mencapai 900 kasus, dan 2021 sebanyak 730 kasus.
Kepala Bidang Pencegahan, Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Dezy Syukrawati mengatakan, tahun 2020 ada 1.600 kasus DBD. Diakuinya pada tahun ini, penambahan pasien yang terjangkit juga terjadi di bulan Maret dan April.
“Kalau untuk usia pasien kita belum sempat merincikan usia berapa berapanya. Tapi kalau untuk jumlah kita sudah dapat angkanya itu ya. Cuma kalau untuk usia belum selesai evaluasi,” kata Dezi kepada Radar Bekasi, Senin (24/5).
Dezi menambahkan, pasien yang meninggal untuk tahun lalu hanya ada satu orang yang terdata. Ia menyebut jika ada temuan kasus meninggel dunia di masyarakat dan tidak dilaporkan ke pihaknya tidak bisa masuk dalam data. Kemudian, untuk tahun ini diakuinya sudah ada dua korban meninggal.
Dinkes juga mencatata wilayah dengan kasus tertinggi terjadi di Kecamatan Bekasi Utara dengan rincian kasus sebanyak 262 orang terjangkit pada tahun 2020 dan tahun 2021 terdapat 180 kasus.
“Intinya yang terbanyak kasus DBD masih di Kecamatan Bekasi Utara. Hingga saat ini masih terbanyak ya,” ucapnya
Dia juga mengaku, dalam pencegahan DBD pihaknya berupaya mengajak masyarakat berpartisipasi dengan menerapkan program satu rumah satu Jumantik.
Itu salah satu yang kembali diingatkan, artinya setiap keluarga setiap rumah bertanggungjawab dengan rumahnya sendiri. Untuk kebersihannya untuk pemantauan jentiknya.
Dikarenakan, dengan kondisi Pandemi Covid-19 sekarang ini, tidak bisa berharap orang lain mengontrol dan berkeliling masuk ke rumah-rumah sekali pun kader.
“Harapan kita semua rumah bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri. Dan angota keluarganya, jadi gerakan 3 M nya beda ya dengan Covid-19,” ujarnya.
“Kalau 3 M pencegah DBD, adalah menguras kamar mandi, mengubur dan tidak memberikan tempat yang menjadi sarang jentik nyamuk,” tambahnya.
Ia juga menyampaikan, sejumlah Rumah Sakit Tipe D yang ada pun berperan dalam penanganan kasus DBD. RS Tipe D dapat merawat dan memberikan edukasi kepada masyarakat.
Selain itu, dalam penanganan kasus DBD di masa Pandemi Covid-19 terkendala. Utamanya saat mendeteksi gejala yang muncul karena menyerupai gejala Covid-19.
Pasalnya gejala umumnya sama, ada demam, panas dan lainnya. Sehingga ada pemeriksaan pendukung baru akan ketahuan itu DBD atau Covid-19.
Ia juga mengimbau masyarakat untuk memeriksakan diri jika ditemukan gejala, guna mengantisipasi keterlambatan penanganan.
“Kita ingin ada kesadaran dari masyarakat. Dan sebelum terjadi penyakit DBD saya himbau warga untuk melindungi diri dengan cara PSN yang baik dan benar,” tutupnya. (pay)










