Berita Bekasi Nomor Satu

Angka Positivity Rate Naik 50 Persen, Dokter Desak Injak Rem Darurat

RAWAN TERTULAR: Lonjakan kasus Covid-19 membuat IGD RSUP dr Kariadi, Semarang, penuh. Sebagian pasien akhirnya terpaksa dirawat di selasa dengan ditemani keluarga. (NUR CHAMIM/JAWA POS RADAR SEMARANG)
RAWAN TERTULAR: Lonjakan kasus Covid-19 membuat IGD RSUP dr Kariadi, Semarang, penuh. Sebagian pasien akhirnya terpaksa dirawat di selasa dengan ditemani keluarga. (NUR CHAMIM/JAWA POS RADAR SEMARANG)

RADARBEKASI.ID, JAKARTA-Dua hari terakhir, angka terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia selalu di atas 12 ribu. Di sejumlah daerah, rumah sakit semakin sesak. Padahal, prediksinya, lonjakan kasus imbas mobilitas saat libur Lebaran mencapai puncaknya akhir bulan ini.

Hingga tadi malam, data Kementerian Kesehatan merekap bahwa angka positivity rate secara nasional mencapai 49 persen. Menurut Juru Bicara Kemenkes terkait Covid-19 Siti Nadia Tarmizi, itu menunjukkan bahwa masih perlu tes yang lebih banyak lagi.

’’Karena dua orang yang diperiksa, satu di antaranya positif (Covid-19),’’ ujarnya kepada Jawa Pos.

Situasi tersebut membuat organisasi profesi kedokteran berharap pemerintah bergerak cepat. Jika tidak, apa yang terjadi di India bisa terulang di Indonesia. Sebab, virus varian baru seperti Delta dari India sudah ditemukan di Indonesia. Virus jenis B.1617.2 itu mudah sekali menular dan memengaruhi keparahan mereka yang terinfeksi.

Dokter spesialis paru Erlina Burhan mengungkapkan, di Jakarta, tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit sudah lebih dari 70 persen. Untuk ruang perawatan biasa, 84 persen kapasitas bed sudah terisi. Untuk ICU, kapasitasnya tinggal 26 persen. Kondisi itu sangat mengkhawatirkan. ’’Untuk daerah, saya kira lebih tinggi lagi angkanya karena kapasitasnya lebih kurang (sedikit, Red) dari Jakarta,’’ katanya.

Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) secara luas, kata dia, harus dilakukan. Berkaca pada Januari lalu saat diterapkan PPKM secara meluas di Jawa, terjadi penurunan kasus pada Februari. ’’Namun, wisata dibuka, mobilitas manusia terjadi, maka kasusnya di Juni ini meningkat tajam,’’ ungkap Erlina.

PPKM yang dilakukan sporadis justru menjadi permasalahan. Sebab, persebaran virus tak melihat adanya perbedaan wilayah. Artinya, jika ada mobilitas manusia, ada risiko penularan virus. ’’PPKM juga harus dipastikan implementasinya sesuai,’’ tegasnya.

Ketua Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi juga mengkritisi PPKM mikro yang dilakukan pemerintah saat ini. Pembatasan harus dilakukan menyeluruh sehingga mengurangi transmisi Covid-19. Pengetatan diberlakukan sedikitnya dua minggu. Kemudian, dilakukan evaluasi. ’’Kalau belum mengurangi kasus, diperpanjang lagi,’’ tutur Agus.

Penerapan PPKM secara menyeluruh bukan hal yang baru. Agus mengingatkan, sebelumnya pernah ada kebijakan PSBB (pembatasan sosial berskala besar) dan terbukti menurunkan kasus.

Di Kudus, Agus mencontohkan, dari sampel yang diperiksa, 70 persen merupakan varian Delta. Yang sudah ditemukan ada 28 kasus. Maka, perlu evaluasi apakah peningkatan kasus saat ini terjadi karena adanya varian Delta.

Ketua Umum Perhimpunan Dokter Kardiovaskular Indonesia Isman Firdaus mengatakan, pertambahan kasus Covid-19 dalam dua hingga tiga hari terakhir dapat dikelompokkan dalam kondisi sangat akut. Itu berarti virus lebih mudah menular. ’’Padahal, sekarang sudah banyak yang pakai masker, dulu tidak. Nah, ini yang perlu dicurigai,’’ bebernya. Dia meminta dilakukan penarikan rem kondisi darurat.

Guru Besar FKUI Tjandra Yoga Aditama mengatakan, Kemenkes memprediksi puncak Covid-19 setelah musim libur Lebaran terjadi akhir Juni. Saat ini kasus baru Covid-19 sudah lebih dari 12 ribuan setiap hari. ’’Sulit dibayangkan bagaimana suasana pada akhir bulan ini kalau kasus terus naik,’’ katanya.

Tjandra sependapat bahwa pembatasan sosial mutlak untuk dilakukan saat ini. Bisa dengan skema sangat terbatas wilayahnya, sedikit lebih luas, atau bisa sampai lockdown total.

Upaya menekan Covid-19 berikutnya adalah meningkatkan secara maksimal tes dan telusur (test and tracing). Setiap kabupaten dan kota harus menjalankan tes dan telusur dengan komitmen yang jelas. Kemudian, karena kasus Covid-19 sudah telanjur tinggi, perlu kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan. ’’Yang disiapkan bukan hanya ruang isolasi dan ICU atau alat dan obat-obatan. Tetapi, yang paling penting adalah SDM atau petugas kesehatan,’’ katanya. Menurut dia, tidak tepat jika pemerintah hanya menambah ruang rawat tanpa diiringi dengan penambahan petugas kesehatan.

Selain itu, vaksinasi Covid-19 kepada masyarakat harus tetap dimaksimalkan. Meski tidak secara cepat menurunkan angka penularan, vaksinasi penting dalam pengendalian pandemi. (jpc)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin