Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

DLH Diminta Hitung Kerugian Lingkungan

ILUSTRASI: Pemulung beraktivitas di TPA Sumur Batu, Kota Bekasi, belum lama ini. Program pengelolaan sampah menjadi energi tengah dibidik Pemkot Bekasi. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI TIMUR – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) diminta untuk menghitung dan menyajikan detail kerugian lingkungan yang dialami akibat keberadaan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang.

Sebelumnya, disampaikan kerjasama antara Pemkot Bekasi dengan Pemprov DKI Jakarta terkait dengan TPST Bantargebang habis pada Oktober mendatang. Beberapa hal yang menjadi catatan dalam pembicaraan kerjasama ini adalah penyediaan teknologi pengelolaan sampah modern, hingga kenaikan uang kompensasi.

Informasi yang dihimpun oleh Radar Bekasi, Pemkot Bekasi menginginkan kenaikan 100 persen yang kompensasi dari Rp385 miliar. Uang tersebut diberikan kepada 18 ribu Kepala Keluarga (KK) di tiga kelurahan, masing-masing Rp300 ribu per bulan.

Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi menyampaikan bahwa sejauh ini pembahasan perpanjangan kerjasama belum dilakukan secara mendetail. Menurutnya, penyampaian setiap klausul harus dilakukan secara arif.

“Yang pertama yang harus dijaga adalah hubungan baik, yang kedua nilai manfaat, sepanjang nilai manfaat yang kita sajikan untuk kepentingan Bantargebang dan itu dapat diterima oleh DKI kenapa tidak,” ungkapnya, Kamis (23/9).

Terkait dengan usulan kenaikan uang kompensasi, Rahmat menyebut semua pihak membutuhkan terlebih dalam situasi pandemi Covid-19. Namun, disebutkan bahwa pihaknya menghormati situasi pandemi yang berdampak pada kemampuan keuangan, mulai dari tingkat kabupaten atau kota, hingga pemerintah pusat.

Satu catatan penting, permintaan penyediaan mesin pengolahan sampah modern sehingga tidak semakin memperbanyak tumpukan sampah di TPST. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) disebut sudah menjadi pembicaraan dalam beberapa tahun ini.

“Hanya kan kita menghormati, kan yang sekarang terdampak bukan hanya DKI saja, bukan kota, APBN pun juga terdampak pandemi,” tukasnya.

Sementara itu, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi, Choiruman Joewono Putro menyampaikan pihaknya menghargai beberapa poin pembicaraan dalam perpanjangan kerja sama, termasuk penambahan jumlah penerima kompensasi di luar dari masyarakat di tiga kelurahan yang selama ini mendapatkan.

Ia menyebut, dalam Undang-undang (UU) pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup, kompensasi berhak didapatkan oleh semua pihak yang terdampak pencemaran lingkungan. Untuk itu Choiruman mendorong DLH untuk menghitung dan menyajikan data detail pencemaran lingkungan yang terjadi, serta wilayah mana saja yang terdampak.

“Baik pencemaran di darat, air, udara, dimana saja, dibuktikan dengan bukti evidence (fakta). Itu pencemarannya seperti apa, pencemaran udaranya seperti apa, air seperti apa, nah itu dihitung,” paparnya.

Jika data ini dihitung dan disajikan secara detail, maka bisa saja tidak hanya masyarakat di tiga wilayah kelurahan yang menerima uang kompensasi. Ia juga menyebutkan keinginan warga di sepanjang aliran kali asem yang tercemar.

Choiruman mengaku pihaknya mendukung usulan kenaikan uang kompensasi ini. Namun, bisa atau tidak terealisasi 100 persen, perhitungan dampak penurunan kualitas lingkungan dibutuhkan dalam menentukan penerima manfaat.”Selebihnya, layak atau tidaknya kemudian mengukur juga kemampuan DKI, termasuk kelayakan hidup saat ini,” tambahnya. (sur)

 

Solverwp- WordPress Theme and Plugin