Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Bekasi Waspada Predator Anak

Illustrasi pelecehan seksual

RADARBEKASI.ID, BEKASI SELATAN – Kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kota Bekasi masih menjadi sorotan. Polres Metro Bekasi Kota mencatat dalam dua pekan ada lima kasus dugaan pencabulan terhadap anak di penghujung tahun 2021.

Sebelumnya juga sempat menjadi perhatian public, orang tua yang menangkap sendiri tersangka pencabulan terhadap anaknya. Tidak butuh waktu lama setelah kasus ini ramai, pelaku ditetapkan sebagai tersangka, diungkap bersama satu tersangka kasus serupa. Total lima kasus pencabulan diungkap dalam dua pekan. Tepat pada akhir tahun kemarin,

Ada puluhan kasus serupa masuk selama tahun 2021, hal itu juga menjadi kekhawatiran dan kewaspadaan orang tua akan keberadaan predator anak. Sementara pandangan lain menyatakan bahwa banyaknya kasus yang masuk menggambarkan keberanian masyarakat melaporkan kekerasan terhadap anak.

Polres Metro Bekasi Kota mengungkap tiga kasus pelecehan seksual yang ditangani pada pekan terakhir 2021. Tiga kasus tersebut terjadi di wilayah Kecamatan Bekasi Timur, Bekasi Selatan, dan Bekasi Barat, ketiganya dilakukan kepada anak dibawah umur, dua korban diantaranya laki-laki.

Kasus pertama dilakukan oleh tersangka S (40) yang sehari-hari bekerja sebagai pemulung, diketahui terduga pelaku menyodomi DS (15) dilakukan di WC umum dengan iming-iming diberi uang Rp5 ribu pada saat kejadian, Rabu (29/12). Sesampainya di WC umum, tersangka hanya memberikan uang Rp2 ribu kepada korban, korban dibekap saat memberontak lalu dipaksa melayani nafsu tersangka.

Kasus kedua dialami oleh anak dibawah umur berjenis kelamin perempuan, DL (17) oleh tersangka G (26) rekan kerja orang tuanya. Tindakan bejat G dilakukan sesaat setelah mendapati korban tanpa busana di kamar mandi rumahnya, pintu kamar mandi dalam keadaan tidak terkunci.

Diketahui pada saat kejadian, tidak ada orang lain di dalam rumah, kedatangan tersangka hendak bertemu dengan orang tua korban, rekan kerjanya. Korban melawan, berteriak saat digerayangi tersangka.

Pelecehan seksual terakhir dilakukan oleh guru ngaji dan marbot salah satu masjid di wilayah Kecamatan Bekasi Selatan. Kasus ini terungkap setelah korban MIL (13) bercerita kepada orang tuanya. Korban diminta melakukan kegiatan oral di salah satu ruangan masjid.

Ketiganya dijerat pidana lantaran telah melakukan tindak cabul terhadap anak di bawah umur pasal 82 UU RI nomor 17 tahun 2016 tentang perlindungan anak dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun penjara, dan denda Rp5 miliar. Motif ketiganya melakukan tindakan bejat tersebut lantaran tidak bisa menyalurkan hasrat seksual.

Tahun 2021 kemarin, kepolisian mencatat ada 83 laporan pelecehan seksual anak di bawah umur yang masuk di Polres Metro Bekasi Kota. Fakta laporan puluhan kasus ini dinilai tidak ramah anak.

“Ini tidak cukup ramah terhadap anak-anak, jadi kota ini cukup berbahaya karena cukup tingginya kejadian terhadap anak di bawah umur,” ungkap Kapolres Metro Bekasi Kota, Aloysius Suprijadi pada momentum jelang pergantian tahun, Jumat (31/12).

Data ini menurutnya, menjadi peringatan bagi semua pihak. Bukan hanya tanggung jawab kepolisian pada sisi penindakan, termasuk pada sisi pencegahan oleh Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) dan pemerintah daerah.

Orang tua diminta untuk lebih waspada terhadap lingkungan sekitar, tidak mudah menaruh kepercayaan lebih sekalipun terhadap orang yang telah dikenal dekat, apalagi tidak dikenal. Bhabinkamtibmas, patroli Sabhara, hingga Kapolsek diminta memberikan sosialisasi terhadap kewaspadaan tindakan cabul.

“Sehingga anak itu juga harus tau dan waspada, yang mana apabila sudah dalam situasi yang sudah mulai mengarah kepada tindakan tersebut, anak harus waspada,” tambahnya.

Rangkuman kasus anak sampai dengan akhir tahun di Kota Bekasi sebanyak 117 kasus, diantaranya kasus pencabulan sebanyak 11 kasus, pelecehan seksual 26 kasus, dan persetubuhan 12 kasus. Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bekasi tidak menampik banyak persoalan anak di Kota Bekasi, terlebih sebagai daerah dengan jumlah dan mobilitas penduduk yang tergolong tinggi.

KPAD menilai Kota Bekasi ramah anak sepanjang semua stakeholder tidak menutup mata pada konsep perlindungan anak, termasuk ketanggapan semua pihak merespon berbagai kasus yang menimpa anak, hal ini juga menjadi salah satu yang memicu ramai kritik kepada KPAD dan kepolisian.

Banyaknya laporan kasus justru dinilai sebagai dampak positif terhadap perlindungan anak, saat masyarakat yang memberanikan diri untuk melapor dalam dua sampai tiga tahun belakangan.

“Mudah-mudahan ini puncaknya ketika orang berani melaporkan, dan angkanya kan cukup serius, sehingga banyak orang yang akan melakukan kekerasan seksual orang akan berpikir ulang, karena di Kota Bekasi atau di Indonesia serius dalam hal memproses orang yang bermasalah atau melakukan kekerasan terhadap orang, ketika keseriusan itu ditunjukkan, angkanya akan turun,” kata Ketua KPAD Kota Bekasi, Aris Setiawan.

Edukasi masih diperlukan terkait dengan banyak yang menganggap KPAD bisa menangkap pelaku.

Empat area menjadi prioritas program ramah anak, dua direncanakan berjalan tahun ini, yakni tempat ibadah dan tempat umum seperti taman dan pusat perbelanjaan. Nyata, tempat ibadah menjadi lokasi satu tindak pelecehan seksual dari tujuh kasus yang diungkap akhir tahun, pelakunya guru ngaji dan marbot.

Program tersebut diluncurkan setelah menganalisa laporan yang masuk 10 tahun belakangan, empat area tersebut diprioritaskan tim KPAD Kota Bekasi dan tim pakar. Termasuk pelakunya adalah orang terdekat, kerabat bahkan kekasih orang tuanya.

Saat ini, yang berjalan adalah rumah dan sekolah ramah anak, masing-masing ada enak rumah dan sekolah ramah anak di Kota Bekasi. Konsep ramah anak ditekankan pada pengawasan terhadap anak, peran sosial orang tua dan lingkungan, mempertebal ruang ritual anak, serta ruang bersama anak dan orang tua.

Konsep ini yang juga akan dipakai pada program tempat ibadah dan tempat umum ramah anak.

“Indikatornya kurang lebih pertama meningkatkan pemahaman regulasi atau aturan yang dibuat secara tertulis maupun lisan. Kedua, keamanan dan kenyamanan dari jemaah, umpamanya anak kita bisa bedakan anak di bawah usia lima tahun, anak menjelang remaja, itu kan komunikasinya berbeda,” jelasnya.

Aris juga menjelaskan bahwa dari 14 kasus yang ditangani KPAD, 85 persen diantaranya anak berstatus pelajar dalam usia anak 0-18 tahun.

“Kami melakukan perekapan jumlah kasus yang selama 2021, ditangani oleh pihak KPAD. Dan terlihat dari jumlahnya 85 persen berstatus pelajar dan 15 persen sudah putus sekolah” ujarnya.

Kemudian dari 14 kasus yang ditangani ialah, terkait kasus penganiayaan, kekerasan fisik, kekerasan psikis, pemerkosaan atau pencabulan, bullying, pelecehan seksual, penelantaran, kesehatan, pencurian, tawuran, pendidikan, hak asuh, persetubuhan dan eksploitasi.

“Dari 14 kasus ini yang 0 kasus yaitu bullying, dan yang tertinggi adalah pelecehan seksual yaitu sebanyak 26 kasus” tuturnya.

Lebih lanjut, untuk menekan angka jumlah kasus yang ada pada tahun ini. Pihak KPAD berupaya melakukan edukasi kepada masyarakat melalui sosialisasi ke sekolah ataupun melalui sejumlah media lainnya,salah satunya Sekolah Layak Anak (SLA).

Dalam mewujudkan perlindungan, penanganan, dan pemulihan korban kekerasan seksual serta memutus keberulangan di tengah-tengah kondisi darurat kekerasan seksual adalah melalui Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) sangat menyayangkan RUU TPKS belum ditetapkan sebagai agenda rapat paripurna sebagai usul inisiatif DPR RI.

“Urgensi kehadiran payung hukum bermula dari tingginya angka kekerasan seksual dalam rentang waktu sepanjang 2001 sampai 2011,” ungkap Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani melalui pesan tertulis kepada Radar Bekasi beberapa waktu lalu.

Sepanjang 2001 sampai 2011, 25 persen kasus kekerasan terhadap perempuan adalah kasus kekerasan seksual, sekurangnya 35 perempuan menjadi korban kekerasan seksual. Dari jumlah itu, didapat kesimpulan 3 perempuan menjadi korban kekerasan seksual setiap 2 jam.

Sementara pada rentang waktu menunggu pengesahan RUU TPKS 2012 sampai 2020, Komnas Perempuan mencatat ada 45.069 kasus kekerasan seksual. Peningkatan dan kompleksitas kasus kekerasan seksual yang dilaporkan tidak diimbangi dengan UU yang mampu menghambat perkembangan kasus secara kualitas dan kuantitas.

“Hal ini yang menyebabkan korban tidak terpenuhi hak atas keadilan, kebenaran dan pemulihan,” imbuhnya.

Komnas Perempuan menyampaikan sikap diantaranya mendesak Pimpinan DPR RI untuk memastikan pembahasan dan pengesahan RUU TPKS sebagai usul inisiatif DPR RI tahun 2022, dan mendorong publik untuk terus mengawal dan mendukung BAMUS DPR RI menetapkan RUU TPKS sebagai RUU inisiatif DPR dalam pembukaan sidang paripurna DPR RI Januari 2022. (sur/dew)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin