Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

KPK Bidik Legislatif

ILUSTRASI: Petugas keamanan berjalan melintas didepan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi, belum lama ini. RAIZA SEPTIANTO

RADARBEKASI.ID, BEKASI TIMUR – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tidak berhenti pada Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kota Bekasi beberapa waktu silam, KPK juga masih akan mendalami kasus yang menjerat Walikota Nonaktif, Rahmat Effendi, pihaknya akan bekerja keras mencari dan menyita barang bukti hasil Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Lembaga yang menjadi sasaran selanjutnya adalah legislatif, di wilayah rawan terjadinya Tipikor terkait dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) tahun 2021 lalu.

Konstruksi perkara Tipikor yang menjerat tersangka hasil OTT KPK di Kota Bekasi diantaranya adalah penetapan APBD-P pertengahan tahun kemarin, anggaran APBD-P Rp286,5 M untuk pembebasan lahan. Ada tiga lahan yang akan dibebaskan, diantaranya untuk pembangunan sekolah dan polder air. Diketahui Polder air merupakan salah satu program prioritas Pemkot Bekasi sejak 2020, penanganan banjir.

Di Jakarta, KPK menyebut bahwa OTT yang dilakukan di Kota Bekasi telah melalui proses panjang. Tidak sebatas pemidanaan, KPK akan bekerja keras untuk mencari bahkan menyita barang bukti hasil Tipikor untuk memulihkan perekonomian dan mengembalikan kerugian negara.

Termasuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi akan menjadi sasaran selanjutnya. KPK menyebut ada empat wilayah rawan korupsi, yakni perencanaan, pengesahan, pelaksanaan, dan pengawasan APBD.

“Tentu ini akan kita dalami, tapi tentu yang pasti, daerah rawan, wilayah rawan terjadinya korupsi itu ada empat tahap, mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan evaluasi” kata Ketua KPK, Firli Bahuri beberapa waktu lalu.

Pihaknya akan menunggu kerja penyidik dalam pengembangan kasus yang menjerat total Sembilan tersangka yang ditetapkan KPK beberapa waktu lalu.

Mendalami kasus ini di tubuh DPRD dinilai harus dilakukan oleh KPK, pasalnya penganggaran dilakukan bersama dengan DPRD.”Makanya menurut saya itu tidak lepas dari DPRD. Artinya KPK harus masuk ke dalam DPRD itu, jadi walikotanya harus ditelusuri keterlibatan DPRD itu sampai dimana,” kata Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi.

Penganggaran penanganan banjir tanpa roadmap ini dinilai rawan kebocoran. Kegiatan yang diusulkan dinilai menjadi proyekan, tidak dilakukan sesuai rencana.

Catatan Radar Bekasi pada pertengahan tahun kemarin, APBD-P dirumuskan Rp6,4 triliun. Didalamnya terdapat anggaran prioritas untuk penanganan banjir, diantaranya pembebasan dua lahan polder. Penanganan banjir terakhir kali menuai kritik adalah pembangunan duplikat crossing di area Bekasi Selatan, warga di 10 RW menilai banjir di wilayahnya akan semakin parah jika duplikat crossing dibangun.

Penanganan banjir yang selama ini dikerjakan menggunakan APBD Kota Bekasi bersifat jangka pendek dan tidak menyeluruh. Penanganan banjir jangka panjang seharusnya disusun melalui rencana induk pembangunan sistem drainase, satu tahun setelah Perda drainase disahkan tahun 2020.

“Nah itu lah yang harus disiapkan dalam bentuk kajian rencana induk, rencana induk akan menjadi dasar menyusun midle program, plan, rencana pengadaan pembiayaan menengah, 3 tahun, 5 tahun, 10 tahun, yang memang biayanya besar,” kata Ketua DPRD Kota Bekasi, Choiruman Joewono Putro.

Saat ditanya mengenai penganggaran program penanganan banjir tanpa rencana induk hingga pengawasan anggaran, Choiruman menjawab saat ini pihaknya lebih dulu akan mendorong pemerintah kota membuat rencana induk.

“Intinya didorong dulu kita membuat design itu, grand design, rencana induk, atau blueprint, kemudian drainase, termasuk mindset baru yang harus dibentuk di Kota Bekasi sebagaimana Jakarta,” tambahnya.

Penanganan serius terhadap dampak banjir tahun 2020 belum dilakukan, penanganan setengah hati yang dilakukan selama ini membuat titik banjir, kedalaman, dan waktu yang diperlukan sampai air surut makin parah.

Tahun 2020 dan 2021, penanganan banjir yang telah dilaksanakan diantaranya penambahan pompa, pembangunan turap, normalisasi, dan rehabilitasi saluran. Tahun ini dilanjutkan pekerjaan tahun 2020 dan 2021.

“Diantaranya turap kali Cakung, turap kali Rawa Tembaga, rehabilitasi kali blencong serta pembangunan, peningkatan, rehabilitasi, dan pemeliharaan infrastruktur pendukung sistem drainase lainnya,” ungkap Kepala Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (DBMSDA) Kota Bekasi, Arief Maulana.

Terkait dengan penyusunan rencana induk sistem drainase, Arif mengaku telah mengusulkan kajian sistem drainase tahun 2021 dan 2022 pada saat penyusunan APBD. Namun, usulan tersebut tidak disetujui.

“Jadi tahun anggaran 2021 pernah kita bicarakan juga, kita usulkan, tidak terealisasi. Begitu juga tahun 2022 tidak masuk, artinya dari master plan penanggulangan banjir atau pengelolaan sistem drainase itu akan ketahuan nanti terkait skala prioritas penanganan yang disesuaikan dengan kemampuan anggaran,” tambahnya.

Lebih lanjut, kegiatan tersebut telah dibicarakan bersama dengan Bappeda dan DPRD, hal ini dinilai penting untuk kajian pedoman penanganan banjir.

Terpisah, Plt Walikota Bekasi, Tri Adhianto terkait dengan masa depan pembebasan dua lahan polder tersebut mengaku akan mencermati rencana yang telah disusun dalam waktu panjang tersebut. Diakui dua tahun terakhir ini Kota Bekasi tertinggal pada sisi infrastruktur, disebabkan oleh keterbatasan anggaran, sementara alokasi anggaran difokuskan untuk kesehatan dan pemulihan ekonomi.

“Nah ini yang kita lihat nanti, sepanjang ini dinyatakan boleh, dan anggaran pembangunannya ada ya kita memberikan jawaban kepada masyarakat,” ungkapnya.

Pembangunan polder ini disampaikan oleh Tri merupakan bagian dari penanganan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang disebut banyak memiliki masalah di Kota Bekasi. Diantaranya DAS Kali Cakung, Sunter, Kali Bekasi dan Rawalumbu. (Sur)

 


Solverwp- WordPress Theme and Plugin