Radarbekasi.id – Fraksi Golkar DPRD Kabupaten Bekasi mempertanyakan peraturan yang menjadi dasar penetapan calon wakil bupati (cawabup) yang dilakukan Panitia Pemilihan (Panlih) Wakil Bupati (Wabup) DPRD Kabupaten Bekasi.
Ketua Fraksi Partai Golkar, Asep Surya Atmaja mengatakan, empat partai pengusung belum merekomendasikan dua nama yang sama. Seharusnya, panlih menunggu sampai keempat partai merekomendasikan dua nama cawabup yang sama.
Asep diketahui menyerahkan rekomendasi Partai Golkar tentang nama cawabup Bekasi pada hari penetapan cawabup oleh panlih, Senin (9/3) lalu.
Di rekomendasi itu, terjadi perubahan nama cawabup yang sebelumnya direkomendasikan dan dilampirkan saat pendaftaran ke panlih wabup oleh pengurus Partai Golkar Jawa Barat serta partai pengusung pada 19 Desember 2020.
Saat pendaftaran, nama yang ada direkomendasikan Partai Golkar yakni Tuti Nurcholifah Yasin dan Ahmad Marjuki. Sementara pada rekomendasi teranyar, nama Ahmad Marjuki hilang dan digantikan dengan Moch Dahim Arisi.
Menurut dia, panlih seharusnya melihat aturan di dalam Undang-Undang 10 Tahun 2016, Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 dan Peraturan DPRD Nomor 2 Tahun 2019 sebelum menetapkan cawabup. Termasuk mekanisme pemilihan.
Apalagi, dalam penetapan cawabup tersebut, menurut Asep, salah satu kandidatnya masih belum menyerahkan persyaratan. ”Sampai sekarang Tuti Nurcholifah Yasin belum juga menyerahkan dokumen persyaratan,” katanya kemarin, Senin (16/3).
Asep yang juga adik kandung bupati Bekasi ini beranggapan, bahwa keputusan yang diambil panlih inkonstitusional. Sehingga, menurut dia, sudah sepantasnya proses pilwabup yang dihelat Rabu (18/3) mendatang dibatalkan.
Apalagi, lanjut dia, ada surat terbaru dari Pemprov Jawa Barat yang menginstruksikan untuk pemilihan yang direncanakan tanggal 18 Maret 2020, dibatalkan selama belum memenuhi persyaratan.
Dia pun merasa heran dengan panlih yang tetap melaksanakan kegiatan ini. Bahkan, Asep menuding ada pihak yang memaksa agenda ini dapat berjalan.
”Saya heran dengan panlih kenapa sih masih mau dipaksa-paksa, ini lembaga terhormat jangan sampai nanti ketika dilakukan pemilihan malah tidak diterima oleh pemprov. Seperti paripurna dagelan, pimpinan dewan dan panlih tidak paham undang-undang,” ungkapnya. (pra)