RADARBEKASI.ID, BEKASI – Memakamkan jenazah pasien Covid-19 menyimpan rasa tersendiri. Takut, cemas, hingga ikhlas untuk membantu sesama. Seperti itu juga yang dirasakan oleh sejumlah petugas pemakaman di TPU Padurenan, Mustikajaya Kota Bekasi.
Laporan : Surya Bagus
MUSTIKAJAYA
Menjelang sore, seperti biasanya, langit di area TPU Padurenan, Kelurahan Padurenan, Kecamatan Mustikajaya, Kota Bekasi nampak mendung, pertanda hujan segera turun. Keadaan cuaca di area TPU ini diakui menjadi salah satu kendala petugas pemakaman, hampir setiap hari, menjelang sore hari, langit menghitam.
Sejumlah lubang pemakaman nampak sudah disiapkan dari kejauhan, setelah didekati, ada sekira lima lubang di blok pemakaman muslim. Ternyata, lubang dengan jumlah yang sama juga disiapkan di blok pemakaman non muslim. Lubang-lubang tersebut disiapkan supaya mempersingkat prosesi pemakaman setelah jenazah tiba dari rumah sakit. Hingga hari Jumat pekan lalu, sudah ada 51 makam yang pemakamannya dilakukan dengan protokol kesehatan.
Area pemakaman yang ditunjuk oleh Pemerintah Kota Bekasi sebagai area pemakaman jenazah Covid-19 ini hari-hari normal bisa dijadikan akses warga ke lingkungan permukiman di bagian belakang TPU.
Mulai masuk gerbang TPU, warga yang hendak menuju area permukiman cukup melangkah atau mengendarai kendaraan mereka menyusuri area makam, sampai di belakang area TPU terdapat pintu gerbang yang menghubungkan ke area permukiman warga. Saat ini pintu gerbang yang dimaksud ditutup sementara, infomasi yang dihimpun oleh Radar Bekasi, penutupan sementara akses ini sesuai dengan permohonan warga sekitar.
Menunggu beberapa saat di dalam area pemakaman, tak kunjung diperoleh informasi jenazah akan tiba dari RS, biasanya dibawa menggunakan ambulan RS. Pagi harinya, didapati informasi dua jenazah dimakamkan dengan protokol Covid-19.
Radar Bekasi berjumpa salah satu penggali kubur disana, Fadli Muhammad (28), ia nampak menggunakan penutup kepala dari kain untuk menutupi sebagian wajahnya. Rambut, hidung, telinga dan mulutnya nampak tertutup kain, sore itu.
Fadli nampak biasa saja, tidak ada sedikitpun raut ketakutan atau khawatir dari mimik sebagian wajahnya yang terlihat. Bahkan, sesekali ia bergurau dalam perbincangan dengan Radar Bekasi.
“Orang-orang pada takut sama covid, kita malah disamperin sama si covid itu. Kan selama ini mendunia, orang pada takut sama si covid, tapi kita malah sama si covid malah nungguin kan, malah nantangin seolah-olah, tapi kita sama, takut,” guraunya.
Sedikit bercerita, beberapa lubang memang selalu disiapkan, mengantisipasi jika ada kabar duka datang. Tidak sampai satu jam sejak kabar duka diterima oleh petugas TPU, ambulan jenazah tiba di TPU Padurenan. Jenazah datang sudah dalam keadaan siap dimakamkan, sudah bersih, didalam peti, tinggal dimasukkan saja ke liang kubur yang sudah disiapkan.
Jenazah datang dewasa ini tidak selalu dengan keluarganya, beberapa kali yang ia jumpai hanya diantarkan oleh petugas rumah sakit dan supir ambulans. Ia mengaku sedih mendapati kondisi itu, selayaknya jenazah diantar oleh keluarga dan kerabat dekat, sekedar mengantarkan ke tempat peristirahatan terakhir dan memanjatkan doa.
Namun, tidak jarang juga keluarga jenazah turut serta, meskipun tidak banyak. Keluarga diberikan kesempatan melihat jenazah terkahir kalinya, meskipun tertutup rapat didalam peti jenazah. Keluarga pun diberikan kesempatan jika muslim, untuk mengumandangkan adzan, jika non muslim memanjatkan doa, tentunya dengan jaran yang telah diatur. Keluarga pun, bisa memasrahkan kepada petugas untuk mengumandangkan adzan.
Sejak virus ini memakan nyawa manusia di Kota Bekasi, dan pertama kali Fadli memakamkan jenazah, rasa takut berkecamuk, rasa kekhawatiran itu pun tidak bisa dipungkiri ada didalam fikirannya. Namun, ia tulus dengan kewajibannya sebagai pelyan di area TPU.”Kalaupun saya istilahnya kena, saya ikhlas, berarti saya sudah menolong orang banyak,” lanjut pria yang akrab disapa Fadil tersebut.
Dua hari pertama, ia mengurungkan niat untuk pulang kerumah. Baginya, keselamatan kelurga terutama istri dan anaknya yang berusia 8 tahun lebih penting dari segalanya. Di hari ketiga, ia memutuskan untuk pulang kerumah, dengan catatan sebelum bergabung dengan keluarga, ia harus sudah dalam kondisi bersih.
Beberapa perbedaan dirasakan, mulai dari tenaga yang lebih ekstra. Bagaimana tidak, ia harus memakamkan jenazah dengan pakaian rapat, keringat mengucur didalam Alat Pelindung Diri (APD) yang ia kenakan, ini menguras tenaga lebih banyak ketimbang biasanya.
Sisi lainnya, ia lebih sering mandi, satu hari bisa sampai puluhan kali ia mandi. Pagi sebelum beranjak dari rumah, setiap setelah memakamkan jenazah dengan protokol Covid-19, lalu setelah pulang dari TPU, dan sampai sebelum bergabung dengan keluarganya di ajuga harus mandi.
“Kita sebelum masuk rumah diluar sudah nyediain sabun juga, sempretan (semprotan disinfektan) kita sediain, abis mandi kita semprot (disinfektan) lagi, baru kita masuk (rumah) nemuin anak istri,” tandasnya.
Untuk mengurangi rasa takut dan was-was, ia dengan belasan kawan lainnya tak jarang membuat lelucon. Setiap momen mereka berusaha untuk menghibur diri, dengan cara itu kecamuk dalam fikirannya bisa sedikit mereda.
Fadil dan belasan kawannya di TPU Padurenan adalah sisi lain lapisan masyarakat yang berjasa di tengah pandemik ini, masih banyak lagi di luar Kota Bekasi. Selama masa pandemik ini, beberapa petugas yang biasanya bertugas di TPU Perwira dan TPU Jatisari diperbantukan, sekira 15 petugas saat ini.(*)