RADARBEKASI.ID, BEKASI – Sampah medis sisa penanganan kasus Covid-19 terlihat menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sumur Batu. Berdasarkan informasi yang diterima, sampah-sampah itu mulai berserakan di lokasi tersebut sejak satu bulan terakhir.
Pantauan Radar Bekasi, sampah sisa medis tersebut berupa masker, sarung tangan, botol, selang infus hingga bekas obat. ”Ya, sudah hampir sebulan ini sampah-sampah seperti ini ada diTPA,” kata Jaenuri (45) salah seorang pemulung yang berada di lokasi, Rabu (1/7).
Dia mengatakan, sampah medis yang ada di TPA Sumur Batu biasanya diangkut oleh truk sampah saat tengah malam. Pembuangan sampah medis itu dilakukan seminggu sekali. ”Saya ketemu tiga kali, dump truk-lah, ya. Isinya itu ada masker, tisu, sama jaket (alat perlindungan diri),” katanya.
Ketua Koalisi Persampahan Nasional Bagong Suyoto menyayangkan adanya sisa sampah medis yang berserakan di TPA. “Saya pribadi sudah melihatnya ke lokasi, dan sampah itu tidak hanya dibuang di TPA Sumur Batu, tapi diduga juga ke TPA Burangkeng. Adapun jenis sampahnya, berupa masker, sarung tangan hingga botol dan selang infus. Dan Sampah ini rutin dibuang ke dua lokasi TPA ini sejak awal bulan lalu, atau 1 Juni,” ungkap Bagong
Bagong menyatakan, sampah ini seharusnya diperlakukan sama dengan standar operasional limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun). Sehingga, memang harusnya setiap rumah sakit wajib punya tempat khusus untuk penampungan limbah B3.
“Terkait aturan ini, pemerintah juga sudah ada instrumen hukum yang lengkap untuk mengatur limbah B3, termasuk sampah medis Covid-19. Antara lain, undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,” paparnya.
Dia menegaskan, sampah medis yang berserakan di dalam TPA ataupun di luar TPA akan menjadi ancaman serius bagi kesehatan warga sekitar, termasuk pemulung. Sebab, sampah medis itu diduga berasal dari rumah sakit atau puskesmas yang sebelum dibuang bisa saja digunakan untuk merawat pasien Covid-19.
“Dan situasi ini tidak menutup kemungkinan dari warga atau pemulung yang beraktivitas di sekitar TPA ikut terjangkit virus korona penyebab Covid-19. Sebab, virus ini diketahui punya kemampuan untuk bertahan hidup di benda, seperti plastik selama empat hari atau di kertas selama lima hari, dan pada suhu ruangannya berada di angka 20-22 derajat Celsius. Temuan ini menunjukkan ada karut-marut pengelolaan limbah B3. Peraturannya sudah jelas, tinggal butuh keseriusan pemerintah membenahi dan mengawasi limbah B3 tersebut,” tutupnya.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi menyatakan, sampah yang berada di TPA Sumur Batu jelas merupakan sampah yang dikelola oleh Dinas lingkungan hidup Kota Bekasi. “Kalau sampah itu disana, pasti sampah dikelola LH Kota Bekasi. Dan kalau ada masker, masker itu bisa saja masker yang dipakai oleh warga kan jutaan, bisa saja,” ujar Rahmat ke awak media di Stadion Patriot Candrabhaga, Rabu(1/7).
Namun, diakui pria yang akrab disapa Pepen ini, mengaku khawatir kalaupun masker itu ternyata bekas dipakai para tenaga medis yang tugas menangani para pasien ODP, PDP, dan positif Covid-19. Menurutnya, sampah siswa medis penanganan Covid-19 seharusnya dihancurkan menggunakan incinerator.
Ditanya mengenai proses tersebut, Pepen pun menyebut, kalau mesin itu pernah dimiliki RSUD Kota Bekasi, tetapi sekarang sudah tak berjalan. Pemkot Bekasi juga, sempat bekerjasama dengan salah satu pengelola pembakaran daerah karawang, namun juga sudah tidak berjalan.
“Intinya, kalau kaya begini kan (masker yang dipakainya) itu kita buang nggak apa-apa dan nantikan sampahnya ke sana. Tapi yang jadi dikhawatirkan itu bekas survialance atau tenaga medis sampai dibuang kesana,” imbuhnya.
Pepen menuturkan, kalaupun milik dari para tenaga medis itu mestinya ada kotak khusus, kemudian dapat dikerjasamakan dengan salah satu pengelola incenerator itu.
“Nanti akan kita tambahkan dengan kabid P2P ya. Yang jelas, harusnya berjalan normal sesuai dari standar-standar yang seharusnya menjadi kewajiban, apalagi jika berimplikasi nanti terhadap sebuah penyebaran, seperti B3 itu. Itu seharusnya rutin dikoordinir bersama fungsi-fungsi pengawasannya supaya tidak terjadi kekhawatiran,” tandasnya.
Sekedar diketahui, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI telah mengeluarkan Surat Edaran No. SE.2/MLHK/PSLB3/P.LB3/3/2020 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3) dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan Corona Virus Disease (COVID-19) tertanggal 24 Maret 2020.
Surat edaran tersebut menjadi pedoman bagi pemerintah yang mencakup penanganan pada tiga ruang lingkup, yakni limbah infeksius yang berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan, limbah infeksius yang berasal dari rumah tangga dan terdapat Orang Dalam Pemantauan (ODP), dan sampah rumah tangga serta sampah sejenis sampah rumah tangga.
Dalam pelaksanaannya, limbah infeksius untuk perawatan ODP berupa masker, sarung tangan dan baju pelindung diri yang berasal dari rumah tangga, dikumpulkan dan dikemas tersendiri menggunakan wadah tertutup. Limbah tersebut kemudian diangkut dan dimusnahkan di tempat pengolahan limbah B3.
Lalu, petugas dari Dinas Lingkungan Hidup, Kebersihan, maupun Kesehatan bertanggung jawab mengangkut limbah ke lokasi pengumpulan yang telah ditentukan sebelum diserahkan ke pengolah limbah. Seluruh petugas kebersihan atau pengangkut sampah wajib dilengkapi dengan APD khususnya masker, sarung tangan, dan sepatu pelindung (safety shoes) yang setiap hari harus disterilkan.
Sementara dalam upaya mengurangi timbulan sampah masker, masyarakat yang sehat diimbau untuk menggunakan masker guna ulang yang dapat dicuci setiap hari. Sedangkan jika menggunakan masker sekali pakai diharuskan untuk merobek, memotong, atau menggunting masker tersebut untuk menghindari penyalahgunaan.
Pemerintah daerah juga diminta untuk menyiapkan tempat sampah atau drop box khusus masker di ruang publik. Untuk penanganan limbah infeksius yang berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan, disimpan dalam kemasan tertutup paling lama dua hari sejak dihasilkan. Limbah kemudian diangkut dan dimusnahkan di tempat pengolahan limbah B3 dengan insinerator.
Pembakaran dilakukan pada suhu minimal 800 derajat celcius atau menggunakan autoclave yang dilengkapi pencacah. Kemudian, hasil pembakaran dikemas dan ditandai simbol beracun dan berlabel limbah B3. Selanjutnya, ditempatkan di penyimpanan sementara untuk diserahkan kepada pengelola. (mhf)