Berita Bekasi Nomor Satu

Penggunaan Dana Retribusi IMTA Dipertanyakan

ASIK NGOBROL: Sejumlah Tenaga Kerja Asing (TKA) asik mengobrol saat berada di proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta- Bandung di Desa Gandamekar, Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Rabu (1/7). ARIESANT/RADAR BEKASI
ASIK NGOBROL: Sejumlah Tenaga Kerja Asing (TKA) asik mengobrol saat berada di proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta- Bandung di Desa Gandamekar, Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Rabu (1/7). ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STT Pelita Bangsa mempertanyakan kinerja Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) terkait angka pengangguran di Kabupaten Bekasi yang jumlahnya cukup tinggi, yakni mencapai 172.412 (Data BPS 2017-2019).

Termasuk penggunaan dana dari retribusi Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA) di Kabupaten Bekasi. Padahal berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bekasi, jumlah perusahaan saat ini mencapai 231.041. Dengan angka tersebut, Kabupaten Bekasi merupakan daerah yang memiliki tujuh kawasan industri terbesar se-Asia Tenggara.

“Jadi setiap tahunnya, Pemkab Bekasi selalu memperoleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari IMTA yakni mencapai sekitar Rp 30 miliar, dimana PAD ini dikhususkan untuk mengatasi masalah ketenaga kerjaan. Tentu ini menjadi perhatian kami, kalau angka penganggurannya masih tinggi,” ujar Ketua BEM STT Pelita Bangsa, Fahri Pangestu kepada Radar Bekasi, Rabu (1/7).

Menurut Fahri, dari informasi yang dapat, paling banyak pengangguran di Kabupaten Bekasi memiliki latar belakang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan jumlah 104.268 orang.

Angka ini disusul oleh lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) berjumlah 32.412 orang dan lulusan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 22.535 orang. Sementara lulusan Perguruan Tinggi (PT) dari diploma I hingga IV atau Strata-1 berjumlah 7.411 orang. Sedangkan sisanya 5.768 orang tidak bersekolah.

Lanjut Fahri, dimasa pandemi Covid-19 ini, sejumlah perusahaan di Kabupaten Bekasi mengeluarkan kebijakan ada 1.651 pekerja terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Jumlah tersebut menjadi angka PHK terbesar di Jawa Barat. Sebab, berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan, buruh yang terdampak Covid-19 saja hanya 6.206 orang.

Oleh sebab itu, pihaknya mempertanyakan uang dari retribusi IMTA yang diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) nomor 3 tahun 2013 tentang Retribusi Perpanjangan IMTA.

Dimana Pasal 9 ayat 1 regulasi tersebut menyatakan, bahwa penggunaan retribusi dimanfaatkan untuk pengembangan keahlian dan keterampilan tenaga kerja, serta peningkatan sumber daya manusia lain-nya, termasuk program yang berkaitan dengan ketenagakerjaan.

“Artinya, bahwa pemanfaatan retribusi IMTA tidak dapat dipergunakan selain untuk bidang yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Namun pada faktanya, setiap tahun anggaran IMTA masih dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan yang tidak berhubungan dengan ketenagakerjaan. Padahal itu bertentangan dengan Perda,” kritik Fahri.

Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi, Suhup, mengakui pihaknya belum maksimal dalam penggunaan retribusi IMTA. Sebab pelatihan yang digunakan belum sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja bagi perusahaan yang ada di Kabupaten Bekasi.

Kata Suhup, memasuki awal triwulan ketiga, dana IMTA sudah mencapai Rp 16 miliar yang menjadi PAD untuk masalah ketenaga kerjaan.

“Kami akan evaluasi untuk penggunaan dana IMTA. Dan untuk memaksimalkan keterampilan dan pelatihan tenaga kerja, kami akan bekerjasama dengan sejumlah perusahaan. Sehingga penerimaan tenaga kerja lebih maksimal lagi,” janjinya. (and)