Berita Bekasi Nomor Satu

Alat PCR Terbatas

ILUSTRASI: Petugas ketika melakukan tes swab PCR kepada penumpang di Stasiun Bekasi, beberapa waktu lalu. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI
Illustrasi : Petugas ketika melakukan proses tes swab PCR di Stasiun Bekasi, beberapa waktu lalu. Pemerintah Kota Bekasi sudah menghabiskan Rp108,9 miliar untuk penanganan Covid-19. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pengumuman hasil swab tes Covid-19 harus molor karena terbatasnya alat polymerase chain reaction (PCR) di Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bekasi.

Ditambah, sampel tes yang akan diperiksa semakin melonjak jumlahnya seiring meningkatnya tes masif serta tracking yang dilakukan pemerintah Kota Bekasi.

Kepala Bidang (Kabid) Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Dezi Syukrawati, mengatakan, pelaksanaan tracking yang dilakukan semakin masif di seluruh wilayah Kota Bekasi, sejak awal Agustus 2020 hingga sekarang.

Meningkatnya klaster keluarga, proses tracking terus dilakukan dengan melakukan tes swab menyasar anggota keluarga serta orang terdekat yang sempat berkontak fisik dengan pasien positif.

Dari upaya ini pula, diakui Dezy, sampel dari tes swab menumpuk di Labkesda Kota Bekasi. Dezy mengakui, menumpuknya sampel tersebut karena keterbatasan alat PCR yang saat ini hanya terdapat tiga unit di Kota Bekasi, antara lain dua di Labkesda dan satu lagi di RSUD Kota Bekasi.

“Sejak Agustus ini, kita terus bergerak melakukan tracking untuk menindaklanjuti munculnya kasus baru. Tapi dari upaya kami saat ini, banyak sample harus menumpuk supaya bisa mendapat hasilnya dengan menggunakan tiga alat tes PCR yang ada di Labkesda dan RSUD,” ujarnya ketika dikonfirmasi Radar Bekasi, Senin (24/8).

Dijelaskannya alat PCR hanya memiliki kapasitas sebanyak 160 sampel perhari. Adapun sejak Agustus ini sample yang masuk jumlahnya mencapai 500 lebih perhari, baik dari pasien rumah sakit maupun kegiatan tracking.

“Dalam beberapa hari ini memang sampel kami itu mencapai 500 lebih perhari, sedangkan kapasitas alat kita hanya 160 perhari. Makanya sampel yang ada pun terpaksa menumpuk disana, dan otomatis hasilnya baru didapatkan tiga hari kemudian sebab harus mengantre,” ungkapnya.

Dengan kondisi ini, Dezy berharap, seluruh pihak dapat memaklumi persoalan yang membuat hasil dari pengambilan sampel memakan waktu lama.
Padahal, dalam kondisi normal hasil bisa keluar lebih cepat maksimal satu hari.

“Ya, terkait kondisi yang ada ini kita hampir setiap hari juga mendapati permintaan dari masyarakat yang ingin mendapat hasilnya lebih cepat, baik itu supaya tak terlalu lama jalani isolasi mandiri atau untuk kebutuhan syarat perjalanan ke luar negeri. Dan sekali lagi, kita tak bisa mengikuti kemauan itu karena kondisi yang ada. Kalaupun kita nekat meloloskan satu saja sample dari yang sudah ada, maka seluruh hasilnya akan ikut kacau,” tuturnya.

“Yang jelas, kami sudah berusaha maksimal untuk memutus mata rantai penularan Covid-19 hingga saat ini dengan melakukan tracking secara masif di lapangan, khususnya mengantisipasi lonjakan kasus dari klaster keluarga,” tambahnya.

Terpisah, Anggota Komisi IV DPRD Kota Bekasi Dariyanto mengaku, mengapresiasi upaya Dinkes untuk memutus mata rantai penularan dengan melakukan tracking setiap munculnya kasus baru. Terkait adanya keterbatasan alat PCR pihaknya mendorong agar bisa dilakukan penambahan.

“Kami berikan apresiasi tinggi buat tenaga medis kita atas upaya dan jerih payahnya untuk mejalani tugas mulia tersebut. Adapun terkait ketersediaan alat PCR kami berharap, hal ini bisa jadi perhatian pemerintah supaya bisa memenuhi kebutuhannya,” tandas politisi Golkar ini. (mhf)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin