Berita Bekasi Nomor Satu

Kursi Kosong

Antonio JS Bano
Antonio JS Bano
Antonio JS Bano
Antonio JS Bano

Radarbekasi.id – Pengisian kursi wakil kepala daerah sisa masa jabatan memang ngeri-ngeri sedap. Khususnya, bagi seorang kepala daerah yang sedang menjabat dan masih punya kesempatan untuk mencalonkan diri di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) selanjutnya.

Secara politik, calon kepala daerah (cakada) yang akan menjadi orang nomor dua dalam pemerintahan ini berpotensi bakal maju pada Pilkada selanjutnya. Kemungkinannya, bisa mencalonkan diri bersama dengan petahana atau maju bersama calon lain.

Mengutip laporan dari jpnn.com (grup Radar Bekasi) tanggal 16 April 2011 dengan judul ‘Aturan Baru Wakil Kada Diseleksi Pusat’, tingkat disharmoni kepala daerah dan wakil kepala daerah pada 2011 sangat tinggi.

Disampaikan Dirjen Otda Kemendagri saat itu, Djohermansyah Djohan, bahwa 91 persen kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak akur. Hanya sembilan persen kepala daerah yang akur dengan wakilnya.

Jika merujuk pada angka tersebut, tentu petahana perlu was-was bakal ditinggal sang wakil yang baru naik tahta. Karena sang wakil berpotensi mencalonkan diri bersama orang lain dalam kontestasi Pilkada selanjutnya.

Tapi kekhawatiran tersebut juga tidak bisa menjadi alasan untuk tidak mengisi jabatan wakil kepala daerah sisa masa jabatan.

Walaupun, jika diperhatikan, daerah tingkat dua rasanya dapat tetap melangsungkan program pembangunan tanpa harus dipimpin kepala daerah dan wakil kepala daerah. Baik wali kota dan wakil wali kota maupun bupati dan wakil bupati. Jadi cukup hanya dipimpin oleh wali kota atau bupati.

Toh, satu kepala daerah pun dapat bekerja dengan dibantu birokrat. Hal ini juga dapat mengefisiensikan anggaran.

Karena, gaji dan segala bentuk tunjangan untuk wakil kepala daerah bisa dialihkan untuk program yang bermanfaat langsung bagi masyarakat. Selain itu, dapat mencegah disharomi antara kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana yang terjadi pada 2011.

Tapi harus digarisbawahi, bahwa untuk mewujudkan hal tersebut tentu Pasal 63 ayat (1) UU 9 Tahun 2015 tentang Pemerintah Daerah harus diubah terlebih dahulu.

Selama peraturan mengharuskan ada kepala daerah dan wakil kepala daerah, tentu penyelenggara pemerintahan harus taat dan patuh. Termasuk di Kabupaten Bekasi yang hanya dipimpin seorang kepala daerah sampai dengan saat ini.

Kabupaten Bekasi dipimpin dua orang pada 2017 sampai penghujung 2018. Yakni Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin dan Wakil Bupati Bekasi, Eka Supria Atmaja.

Dalam perjalanan, Neneng yang sedang menjalankan kepemimpinan pada periode keduanya tersandung kasus suap Megaproyek Meikarta. Praktis, hal ini membuat wakilnya, Eka Supria Atmaja naik tahta menjadi orang nomor satu di Pemerintah Kabupaten Bekasi.

Eka semula menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Bekasi sampai dengan akhirnya dilantik sebagai bupati Bekasi definitif pada Rabu 12 Juni 2019 lalu.

Setelah Eka dilantik, kursi wakil bupati kosong. Eka seorang diri memimpin Kabupaten Bekasi. Kekosongan kursi wabup tersebut terus berlangsung satu tahun lebih sampai dengan hari ini.

DPRD sempat melakukan Pilwabup pada 18 Maret 2020 lalu. Hasilnya, Ahmad Marzuki menang telak 40-0 melawan rivalnya, Tuti Nurcholifah Yasin. Tapi, Marzuki tidak kunjung dilantik.

Radar Bekasi pada 15 Mei 2020 sempat melaporkan bahwa Mendagri Menolak Hasil Pilwabup Bekasi. Alasannya karena ada beberapa hal yang dinilai tidak sesuai ketentuan dalam laporan hasil Pilwabup dan dikembalikan ke Pemprov Jawa Barat.

Beberapa waktu lalu, dilakukan rapat di Kemendagri antara Kemendagri, Pemprov Jawa Barat, Pemkab Bekasi dan DPRD Kabupaten Bekasi. Hasilnya, bersepakat agar proses Pilwabup Bekasi diulang. Namun, Ketua DPRD Kabupaten Bekasi mencabut kesepakatan tersebut.

Teranyar, Pemprov Jawa Barat mengumpulkan partai koalisi untuk membahas terkait dengan Pilwaup Bekasi.

Polemik Pilwabup nampaknya terjadi karena adanya perbedaan penafsiran tentang peraturan antara Panlih DPRD Kabupaten Bekasi dengan eksekutif.

Mulai dari soal siapa yang melakukan pendaftaran hingga tentang Surat Keputusan (SK) rekomendasi yang berbeda-beda.

DPRD Kabupaten Bekasi menerima pendaftaran dari partai politik pengusung Neneng-YES (Neneng Yasin-Eka Supria Atmaja) pada 19 Desember 2019 lalu.

Pendaftaran ini dinilai tidak sesuai Pasal 176 ayat 2 Undang-Undang 10 tahun 2016 tentang Pilkada. Namun, pendaftaran yang dilakukan parpol pengusung juga dapat diatur pada Pasal 41 Peraturan DPRD Kabupaten Bekasi Nomor 2 Tahun 2019 tentang Tata Tertib DPRD Kabupaten Bekasi.

Persoalan lainnya, satu hari sebelum pelaksanaan Pilwabup tepatnya pada Selasa 17 Maret 2020, Bupati Bekasi Eka Supria Atmaja memberitahukan belum ada kesamaan nama cawabup yang direkomendasikan partai koalisi. Di sisi lain, DPRD telah menetapkan dua nama cawabup dan telah melakukan pengundian nomor urut untuk pemilihan keesokan harinya pada Rabu 18 Maret 2020.

Kemudian, adanya SK baru tentang rekomendasi nama cawabup dari sejumlah partai pengusung Pasangan Neneng-YES (Neneng Yasin-Eka Supria Atmaja) setelah Panlih Wabup DPRD Kabupaten Bekasi menutup pendaftaran.

Golkar dan PAN disebut mengeluarkan SK baru tentang nama yang direkomendasikan sebagai cawabup. Dari Ahmad Marzuki dan Tuti Nurcholifah Yasin menjadi Muhammad Dahim Arisi dan Tuti Nurcholifah Yasin. Hal itu disampaikan Bupati Bekasi Eka Supria Atmaja pada Rabu (11/3) lalu.

Persoalan-persoalan ini tentunya harus segera diselesaikan. Kursi kosong wakil bupati harus segera diisi. Bupati Bekasi pun rasanya membutuhkan wakil bupati untuk mengoptimalkan kerja-kerja pemerintahannya.

Tapi, wakil bupati yang mengisi kursi kosong untuk membantu bupati juga harus lahir dari Pilwabup yang sesuai dengan peraturan dan mekanisme yang berlaku.

Selain itu, juga harus ada kepastian hukum mengenai hasil Pilwabup yang pernah digelar DPRD Kabupaten Bekasi.

Jika proses Pilwabup 18 Maret dinilai cacat hukum maka perlu segera dicari solusinya. Atau, mungkin, dilakukan paripurna ulang untuk membatalkan hasil Pilwabup yang telah diparipurnakan oleh anggota DPRD yang terhormat ini.

Juga sebaliknya, jika proses Pilwabup 18 Maret sesuai dengan peraturan yang berlaku, maka harus segera dilakukan pelantikan cawabup terpilih. (*)

Redaktur Radar Bekasi