Berita Bekasi Nomor Satu

KDRT Meningkat Saat Pandemi

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Kekerasan Dalam Rumah Tingga (KDRT) selama pandemi Covid-19 di Bekasi mengalami peningkatan. Masalah ekonomi paling mendominasi lalu disusul soal perselingkuhan dan miskomunikasi.

Sejak awal tahun hingga Agustus ini, catatan kasus yang diterima oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bekasi sebanyak 48 kasus, menjadi 109 kasus dengan catatan pihak kepolisian. Dari 48 kasus yang masuk hingga pertengahan tahun, 23 diantaranya kekerasan psikis. “Jadi kasus yang kita terima dari masyarakat yang melaporkan sebanyak 48 kasus sampai bulan Agustus,” kata Sekertaris DP3A Kota Bekasi Karya Sukmajaya kepada Radar Bekasi, Kamis (3/9).

Dari 48 kasus tersebut seluruhnya masuk dalam kelompok KDRT. Sementara tahun lalu, laporan yang masuk sebanyak 52 kasus selama setahun. Mendapati laporan KDRT di lingkungan rumah tangga masyarakat Kota Bekasi, pihaknya telah melakukan upaya untuk memberikan sosialisasi, melakukan mediasi, melakukan konseling, hingga memberikan pendampingan hukum.

Menurutnya, masalah ekonomi, perselingkuhan, hingga miskomunikasi menjadi penyebab. Faktor tersebut menyebabkan terjadinya pemukulan, penghinaan, hingga perbuatan menimbulka ketakutan bagi salah satu pasangan, baik suami maupun istri.

Terlebih dalam situasi pandemi seperti ini, situasi ekonomi masyarakat memicu stres dan gangguan psikis akibat beban yang dipikul. Sementara kasus pemerkosaan, tahun ini belum ada laporan masuk kepada DP3A Kota Bekasi.

“Terlebih dalam situasi pandemi ini kan banyak yang menganggur, banyak yang PHK dan sebagainya, sehingga menyebabkan gangguan psikis, stres, kalau tidak sabar-sabar,” jelas bidang advokasi dan pendampingan DP3A Kota Bekasi, Resti Windarti.

Faktor ekonomi selain dipicu ketidakpastian situasi pada masa pandemi ini, juga penurunan aktivitas bisnis, memancing emosional baik laki-laki maupun perempuan. Akibatnya, salah satu pihak, baik istri maupun suami merasa terancam, hingga timbul rasa takut.

Miskomunikasi juga tidak jarang dipicu oleh urusan pekerjaan, terutama pekerjaan yang menyita waktu, sehingga tidak setiap waktu bisa pulang kerumah. Tidak jarang persoalan yang timbul bermuara pada perceraian, tidak sedikit pula yang berdamai setelah dilakukan mediasi.

Pada masa pandemi seperti ini, pasangan yang memutuskan untuk berdamai setelah dilakukan mediasi, justru malah menghasilkan benih momongan baru, setelah mereka diminta untuk tetap tinggal di rumah, dan bekerja di rumah. “Tadinya dia mau cerai, tidak boleh keluar 14 hari, sekarang hamil, memutuskan untuk kembali (melanjutkan hubungan rumah tangga),” tukasnya.

Permasalahan KDRT ternyata tidak hanya dialami oleh pasangan muda, bahkan juga dialami oleh pasangan paruh baya. Faktor yang paling sering dialami oleh pasangan paruh baya ini adalah kehadiran orang ketiga.

Resti meminta kepada masyarakat untuk menjaga keterbukaan satu sama lain dalam hal apapun, sehingga meminimalisir konflik rumah tangga. Selain itu, pasangan suami istri juga disarankan untuk tidak segan menunjukkan kasih sayang dihadapan anak, tentunya dengan batasan wajar, sehingga dapat memberikan contoh kepada anak-anak mereka untuk selalu berkasih sayang, dan mengurangi potensi timbulnya rasa takut, rasa takut ini tentu memicu gangguan psikologis pada keluarga.

Kasus lama tak kunjung usai, masyarakat diminta untuk tidak segan melaporkan KDRT yang dialami kepada DP3A sehingga tidak memperburuk keadaan bagi keutuhan rumah tangga, sekaligus untuk menekan angka KDRT.

Peningkatan kasus KDRT juga terjadi di Kabupaten Bekiasi. Bahkan, hampir di seluruh kecamatan ada kasus tersebut. “Dari kasus yang saat ini muncul, kekerasan pada perempuan ada dia angka 24 sedangkan kasus pada anak 34 kasus. Total, mencapai 58 kasus. Umumnya, semua kasus berkaitan dengan perempuan yang di rugikan,” kata ujar Kepala Bidang Pemberdayaan dan Perlindungan Khusus Anak DP3A Kabupaten Bekasi, Titin Fatimah kepada Radar Bekasi, Kamis (3/9).

Menurutnya, masa pandemi selama enam bulan terakhir sudah memunculkan banyak ketakutan. Bahkan belum lama, dari KPAI pusat memunculkan banyak data kasus hingga beredarnya angka perceraian dengan penggugat dari pihak perempuan. “Artinya, masa pandemi sangat rentan pada kekekasan dan juga terhadap kasus kekerasan pada perempuan,” tegasnya.

“Kaitan dengan KDRT perempuan sebenarnya sih bukan masa pandemi aja. Untuk tiap bulannya KDRT pasti ada. Tapi kan faktornya lain. Dimana tahun ini, efek ekonomi di masa pandemi Covid -19 menjadi masalah utama. Secara umum sih, semua daerah mengalami,” sambungnya.

Dari gambaran 2019 dan 2020, kategori di masa pandemi Covid-19 ini meningkat. Namun, dengan munculnya angka ini bukan berarti tidak baik. Data saat ini ada segi positif, karena sudah munculnya kesadaran masyarakat.

“Di 2019 angkanya sendiri untuk perempuan 34 kasus. Namun, tidak separah kasus dimasa pandemi. Kita terbantu, dengan keterbukaan masyarakat sekarang. Kalau sebelumnya kan aib untuk melaporkan KDRT karena itu dianggap rahasia keluarga. Tapi semakin hari, masyarakat semakin terbuka,” bebernya. (sur/dan)

Solverwp- WordPress Theme and Plugin