
RADARBEKASI.ID, BEKASI – Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) memberikan rapor merah kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim atas kinerjanya selama satu tahun.
Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo mengungkapkan, FSGI melakukan pemantaun kinerja dan memiliki data survey kinerja Mas Menteri Nadiem-sapaan Mendikbud- selama satu tahun. Setelah melakukan analisis kinerja Mendikbud itu, FSGI memberikan nilai rapor atau penilaian hasil kinerja dengan menggunakan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) sebesar 75.
“Ada delapan kriteria penilaian yang kita berikan kepada mas menteri,” ungkap Heru dalam konferensi pers virtual bertajuk Rapor Merah 1 Tahun Pendidikan Mas Menteri Nadiem, Minggu (23/10).
Delapan kriteria penilaian itu, yakni kurikulum darurat dengan nilai 80 (tuntas), Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dengan nilai 55 (tidak tuntas), hibah merek merdeka belajar dengan nilai 60 (tidak tuntas), bantuan kuota belajar dengan nilai 65 (tidak tuntas), penghapusan UN/USBN dengan nilai sempurna 100 (tuntas), Asesmen Nasional (AN) dengan nilai 75 (tuntas), relaksasi Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dengan nilai 60 (tidak tuntas) dan program Organisasi Penggerak (POP) dengan nilai 50 (tidak tuntas).
Advertisement
“Dari 8 program yang dinilai, hanya 3 (program) yang tuntas, sedangkan 5 (program) tidak tuntas dengan nilai rata-rata sebesar 68. Sehingga dengan demikian Mendikbud menurut versi FSGI mendapatkan nilai atau rapor merah, tidak naik kelas,” tegasnya.
Menurutnya, indikator penilaian didasari pada kelebihan dan kekurangan dari masing-masing program. Jika lebih banyak kelebihannya, maka penilayan diberikan dengan tinggi. Namun jika program tersebut lebih banyak faktor kelemahannya, maka diberikan nilai semakin rendah.
“Kita memberikan penilaian sesuai dengan kelebihan dan kekurangan dari masing- masing program yang sudah berjalan,” jelasnya.
Lebih lanjut, dalam penilaian kinerja setahun itu, FSGI juga merekomendasikan agar Mendikbud dapat menetapkan satu kurikulum dalam masa pandemi. Yaitu, kurikulum darurat dalam situasi khusus karena kondisi bencana.
“Ketika waktu pembelajaran sudah dikurangi, maka kurikulumnya juga harus menyesuaikan,” tegasnya.
Selain itu, FSGI juga mendorong untuk melakukan pemetaan permasalahan PJJ dengan data terpilah. Contohnya, hambatan PJJ secara daring dan luring per sekolah, per kecamatan, per kabupaten, per provinsi maupun secara nasional.
“Data ini diperlukan untuk melihat permasalahan secara spesifik sehingga intervensi pemerintah menjadi tepat sasaran dan tepat manfaat,” jelasnya.
FSGI juga mendorong bantuan kuota internet yang mubazir dialihkan kepada bantuan alat daring, wifi warga berbasis RT/RW dan pengadaaan alat penguat sinyal di daerah-daerah, dan mendorong persiapan AN melibatkan stakeholder terkait, terutama guru dan sekolah.
“Pemerintah harus membuka ruang publik untuk mengawasi persiapan, uji coba dan pelaksanaan AN, kemudian kita juga minta agar bantuan kuota dapat lebih disalurkan dengan baik agar tidak mubazir,” tandasnya.
Terakhir, FSGI meminta program POP dievaluasi menyeluruh. Jika ternyata berpotensi mubazir dan merugikan keuangan negara, sebaiknya program tersebut dibatalkan, dan dapat dialihkan untuk program lain yang jauh lebih bermanfaat. (dew)