Berita Bekasi Nomor Satu

Demi Putuskan Mata Rantai Covid-19, Rela Tak Beri Bayi ASI Lagi

Firda Wulandari, perawat asal Kota Bekasi yang bertugas di ruang IGD RS Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

RADARBEKASI.ID, BEKASI-Pengorbanan para tenaga kesehatan merawat pasien Covid-19 patut diacungi jempol. Padahal, pandemi ini sudah memasuki bulan kesepuluh.

Demi tugas dan tanggung jawabnya, mereka rela untuk tidak berkumpul bersama pasangan dan buah hatinya. Serta semua keluarga besar di rumah.

Sesuatu yang luar biasa ini, pasti tak akan mudah bagi mereka. Tapi demi tugas kemanusiaan, mereka merelakannya sambil berharap pandemi segera hilang dari muka bumi.

Ini pula yang dialami Firda Wulandari (26) perawat asal Kota Bekasi yang bertugas di Rumah Sakit (RS) Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Menurut warga Villa Indah Permai Blok E5, Bekasi Utara, Kota Bekasi ini, selama pandemi ini sudah tidak terhitung pasien yang tanganinya. Bahkan, seminggu terakhir bed di IGD tempatnya bekerja selalu full. Dengan pasien dalam kondisi rata-rata kurang bagus.

“Miris mas, bahkan kami harus pilih-pilih pasien yang bisa dimasukan ke IGD, yaitu mereka yang benar-benar emergency, sedangkan pasien yang gejala ringan dirujuk ke hotel atau Wisma Atlet,” ungkap Firda kepada Radar Bekasi.

Dalam kesibukan tugasnya selama Pandemi, Firda mengaku, perasaan yang membuat dirinya bingung dan sedih pernah dialami saat pertama kemunculan virus dan mulai menerima pasien Covid-19. Pasalnya, seluruh nakes di rumah sakit itu dikarantina tak boleh keluar apalagi pulang ke rumah.

“Perasaan pertama kali dikasih tahu harus dikarantina itu bingung, sedih. Sebab saya masih menyusui anak yang baru berumur 18 bulan. Tapi dengan berat hati demi kesehatan dan keselamatan semua keluarga, ya terpaksa harus ditinggalkan,” kisahnya.

Beruntung, semangat sang suami yang tanpa henti kepada dia sangat melegakan dirinya dalam menjalani tugasnya. Kala itu semangat suami kepadanya, bahwa apa yang sedang dijalani bersama teman-teman para nakes merupakan ladang amal yang sangat luas untuk menolong pasien atau masyarakat semua.

“Dia berpesan ke saya, agar bekerja yang ikhlas. Dan jangan lupa makan dan minum vitamin,” ucapnya.

Perlahan rasa yang hinggap dalam diri pun bisa sedikit demi sedikit itu pergi dan tugasnya sebagai nakes, untuk menolong pasien Covid-19 di RS mulai dinikmati dengan ikhlas. Sampai-sampai, rasa ingin pulang ke rumah pun menjadi takut dan khawatir membawa virus dan dapat menulari orang tercinta.

“Iya, sebenernya sekarang itu malah saya takut pulang, namun karena ini sudah tidak dapatkan fasilitas hotel lagi dari pemerintah yang terpaksa pulang. Tapi, sebagai gantinya saya harus menerapkan prokes ketat pas sampai rumah, yaitu langsung mandi dan ganti semua baju yang saya pakai,” paparnya.

“Satu lagi jangan lupa selalu berdoa, agar selalu diberikan kesehatan diri dan untuk keluarga saya,” sambung ibu satu anak ini.

Kini, dari sekian lama menjalankan tugas sebagai garda terdepan dari wabah Covid-19. Wanita lulusan D3 Poltekkes Kementrian Kesehatan (Kemenkes) itu menyebut, kejadian atau penanganan pasien Covid-19 yang paling berkesan, adalah ketika ada pasien suami-istri yang dibawa ke ruangan IGD dengan kondisi tak baik, karena sangat sesak.

“Waktu itu mereka datang ke IGD itu kondisinya sangat sesak, suaminya kritis dan istri sesak berat. Tak lama suami pun meninggal. Kalau diingat kasus mereka itu sedih banget” ujar perempuan yang sudah lima tahun menjadi seorang perawat tersebut.

Terakhir, dia pun turut mengimbau kepada masyarakat demi memutus mata rantai penyebaran Covid-19, yakni ayo sama-sama menerapkan 3M dan menjauhi kerumunan, atau hindari berpergian jika memang tak perlu-perlu banget. Sayangi orang-orang di rumah, apalagi kedua orang tua yang memiliki resiko tinggi.

“Ya, kita mungkin ngerasanya sehat-sehat saja tidak bergejala, tapi gak tahu ternyata kita membawa virus itu dan menulari kepada orang tua. Resiko mereka lebih tinggi terhadap virus ini, sayangi mereka,” tutupnya. (mhf)