Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Cerita Tasirun 20 Tahun Berjualan Koran

ARIESANTO/RADAR BEKASI BERTAHAN : Tasirun (51) saat di lapak korannya perempatan lampuh merah Sentral Grosir Cikarang (SGC), Cikarang Utara, kemarin. Dia sejak 20 tahun lalu setia berjualan koran.
ARIESANTO/RADAR BEKASI
BERTAHAN : Tasirun (51) saat di lapak korannya perempatan lampuh merah Sentral Grosir Cikarang (SGC), Cikarang Utara, kemarin. Dia sejak 20 tahun lalu setia berjualan koran.

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Tidak banyak orang yang bisa bertahan sebagai penjual koran di tengah gempuran media online seperti saat ini. Namun tidak bagi Tasirun (51), sejak 20 tahun lalu hingga saat ini masih setia berjualan koran.

LAPORAN :
KARSIM PRATAMA
CIKARANG UTARA

“Yahhh, sekarang sepi gak seperti dulu,” kata Tasirun mengawali perbincangannya saat di temui Radar Bekasi di lapak koran miliknya di perempatan lampuh merah Sentral Grosir Cikarang (SGC) Cikarang Utara Kabupaten Bekasi.

Ya, di lapak berukuran 2 x 4 meter persegi tersebut, pria kelahiran Tegal 1969 ini sejak 20 tahun lalu menjadi agen koran. Bahkan dia sempat mengalami kejayaannya sekitar pada tahun 2002 hingga 2015. Dalam sebulan, dia mampu meraup keuntungan puluhan juta. ”Setiap bulan bisa sampai Rp30 hingga Rp40 juta,” ungkapnya.

Bahkan, pria yang kini tinggal di Perumahaan Telaga Murni Cikarang Barat ini, berani memutuskan menikah setelah menjadi agen. Karena memang sebelumnya, setiap bulan dirinya hanya berpenghasilan Rp1 juta.

“Saya nikah umur 34 tahun. Waktu bekerja di PT tidak berani menikah, karena gajinya yang murah. Kemudian selama menjadi agen, dalam waktu tiga tahun aja bisa buat nikah dan beli rumah dari hasil koran,” jelasnya.

Masih Tasirun, memang tidak bisa dipungkiri bisnisnya ini mulai mengalami penurunan pada beberapa tahun belakangan ini. Dirinya mengaku, penurunan paling dirasakan pada tahun 2019 dan 2020. “Sudah separuhnya keuntungan dari tahun sebelumnya. Tapi walaupun begitu, setiap bulannya masih dapat keuntungan Rp7 hingga Rp8 juta,” ucapnya.

Ayah dari tiga orang anak ini mengisahkan awal mula menjadi seorang agen koran. Bahkan, dia nekat keluar dari tempat kerjaannya demi fokus berjualan koran dan masalah pada tahun 2002 lalu.

Sambil duduk di tengah-tengah hamparan koran dan majalah yang berada di lapaknya ini, dirinya mengatakan, kisahnya ini berawal pada tahun 2002. Pada saat itu, dirinya hanya membantu teman kontrakannya yang memiliki agen koran maupun majalah, di sekitaran lampu merah Cibitung. Kata dia, setiap hari harus ke Pulogadung, Jakarta, setelah pulang kerja untuk belanja majalah, mengingat di Bekasi belum ada penjual majalah yang komplit.

“Awalnya hanya bagian pembelanjaannya majalah saja, saat pulang kerja PT saya, ikut jemputan ke arah Priuk, terus nyambung ke Pulogadung. Belanja majalah,” ujarnya kepada Radar Bekasi, belum lama ini.

Kemudian pada pertengahan tahun 2002, teman kontrakannya ini, yang menjadi agen, kehilangan kendaraan sepeda motor. Kondisinya sangat down saat itu, sampai akhirnya memutuskan untuk menjual agen miliknya ini, kepada dirinya seharga Rp6 juta.

Namun, karena kondisi keuangan yang belum memadai, dirinya memutuskan untuk pulang ke kampung halamannnya di Tegal, dan meminta orangtuanya untuk menjual tanah untuk membeli agen milik temannya tersebut. Walaupun orangtuanya was-was, tapi tetap mengabuli permintaan dirinya ini.
Akhirnya, agen milik teman kontrakannya ini dijual kepada dirinya, setelah menjual tanah milik orangtuanya di kampung. Kondisi yang masih bekerja di perusahaan, membuat dia tidak fokus ke usahanya. Sehingga pada awal-awal dirinya mempercayai usaha ini kepada orang lain untuk mengelolahnya.

“Saya sempat menjual aset orang tua untuk membeli agen. Saya beli agen ini Rp6 juta,” tuturnya.

Beberapa bulan berjalan, usaha agen miliknya ini tidak berjalan maksimal. Dimana setiap bulan terus mengalami kerugian. Sehingga gaji dari tempat kerjanya (PT), setiap bulannya digunakan untuk menutupi kerugian dari agen. “Intinya banyak kebocoran pada awal-awalnya, karena orang yang saya percaya tidak amanah. Makanya hutang saya jadi numpuk,” ucapnya.

Oleh karena itu pada tahun 2001, dirinya mulai berfikir untuk memegang sendiri usaha miliknya ini, dengan memutuskan berhenti dari pekerjannya sebagai karyawan perusahaan. Alasannya, karena menjadi agen keuntungannya sangat menjanjikan. Sedangkan di PT perbulannya hanya Rp1 juta.

Setelah fokus menjalani usahanya ini, secara perlahan berhasil mengetahui kebocoran-kebocoran diusahanya ini, dan berhasil menutupinya. Kemudian hasilnya, setiap bulan dirinya berhasil meraup keuntungan mencapai puluhan juta. (*).