Berita Bekasi Nomor Satu

Suruh Bekerja dan Sekolah dari Rumah, Pulsa dan Listrik Token Kena Pajak

Illustrasi: Pengisian token listrik PLN.
Illustrasi: Pengisian token listrik PLN.

RADARBEKASI.ID, JAKARTA-Ekonom senior Rizal Ramli mengkritisi kebijakan pemerintah melalui Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani yang memungut pajak pertambahan nilai dan penghasilan (PPh) untuk penjualan pulsa, voucher, kartu perdana, dan token listrik per 1 Februari 2020. Menurut Rizal, kebijakan itu diambil sebagai dampak utang dengan bunga yang sangat tinggi milik pemerintah.

“Mengutang ugal-ugalan dengan bunga kemahalan, neraca primer negatif selama enam tahun, akhirnya kepepet, Menkeu Sri Mulyani tekan sing printil-printil, seperti memajakan rakyat kecil yang pakai token listrik dan pulsa,” ujar Rizal dalam keterangan resminya kepada awak media, Jumat (29/1/2021).

Sementara itu, Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudistira menilai, kebijakan pemungutan pajak dari penjualan pulsa kontraproduktif dengan pemberian stimulus kepada masyarakat maupun pengusaha pada masa pandemi COVID-19.

Diketahui, kata Bhima, saat ini pemerintah meminta masyarakat untuk menggunakan internet dan bekerja dari rumah (Work From Home), sehingga membutuhkan banyak banyak pulsa data atau nomor perdana. “Kebijakan ini dianggap merupakan beban baru bagi masyarakat,” tutur Bhima.

“Kebijakan ini justru akan menghambat proses digitalisasi dan transformasi digital dengan pemberlakukan PPN terhadap pembelian pulsa maupun voucer tersebut,” tandasnya.

Sebagaimana diketahui, keputusan PPh penjualan pulsa tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6/PMK.03/2021 tentang penghitungan dan pemungutan PPN serta PPh atas penyerahan atau penghasilan sehubungan dengan penjualan pulsa, kartu perdana, token, dan voucer. “Kegiatan pemungutan PPN dan PPh atas pulsa, kartu perdana, token dan voucer perlu mendapat kepastian hukum,” demikian bunyi PMK itu. PMK tersebut ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan diundangkan pada 22 Januari 2021. (jpnn)