Berita Bekasi Nomor Satu

Jejak Pengabdian Sang Kiai

RADARBEKASI.ID, BEKASI UTARA –  ’’Hati-hati Kiai, tanya dulu ah, halal gak tuh roti,’’ pertanyaan ini terlontar dari pengurus Nurul Islam KH Noer Alie Islamic Center Bekasi, Hans Muntahar kepada KH Nurul Anwar dalam sebuah kesempatan, saat pengasuh Pesantren Attaqwa ini masih hidup.

Potongan pertanyaan tersebut, dapat dilihat di tulisan berjudul ‘Suatu Pagi di Jayakarta Hotel’ dalam buku In Memoriam KH Nurul Anwar; 38 Tahun Jejak Pengabdian.

Buku terbaru sosok kharismatik pengasuh Pesantren Attaqwa, Ujungharapan, Bekasi, ini launching di Literacy Coffee, Ahad (7/2/2021).

Penulisnya; Amin Idris, Nur Anwar Amin dan Dede Rosyadi. Mereka menuangkan memoar membersamai putra Kiai Noer Alie ini sebelum wafat. Juga mencatatkan ulang kenangan para sahabat, guru dan murid sang kiai.

Amin Idris, menyebut buku ini bukan buku biografi. ’’Ini hanya In Memoriam. Untuk mengenang beliau. Ditulis dengan gaya penulisan yang ringan. Ibaratnya, sambil nyapu aja orang bisa baca buku ini,’’ ungkap Amin sesaat sebelum peluncuran buku ini di kafe, tepat di samping kediamannya di Kaliabang Lokomotif, Bekasi Utara.

Hal ini ditegaskan lagi oleh mantan wartawan senior Harian Terbit tersebut, saat sambutan di hadapan para sahabatnya dari Attaqwa dan tamu undangan. ’’Ini takdzim dan ikraman saya kepada Guru Nur,’’ katanya didampingi penulis lainnya, Nur Anwar Amin.

Turut hadir dalam kesempatan itu, Sekjen IKA Attaqwa Bhayu Sulistiawan, Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat Heri Koswara, serta pengurus Nurul Islam KH Noer Ali Islamic Center Bekasi, Hans Muntahar.

Salah satu kenangan bersama sang guru, kata Amin Idris, saat Guru Nur membentuk tim penerbitan buletin pesantren. Gagasan besarnya supaya kitab yang tebal-tebal itu dibaca lalu dituliskan saripatinya dalam bentuk tulisan. Itu program baru pesantren ketika Guru Nur menjadi kepala sekolah Aliyah sepulangnya dari Syria tahun 1980-an.

Belakangan, sambung Amin lagi, setelah melanglangbuana sebagai wartawan, kenangan dengan program buletin tersebut muncul lagi. ’’Rupanya program buletin itu menjadi sumber ‘virus’  perjalanan jurnalistik saya,’’ cetusnya.

Penulis lain, Nur Anwar Amin mengenang barokah membersamai Kiai Nurul Anwar. ’’Saya ini ditenteng beliau di majelis-majelis pengajian beliau. Kalau bukan karena beliau tidak mungkin seperti saat ini. Termasuk saat pertama kali tampil di televisi (TVRI),’’ ungkap pria yang akrab disapa Guru Nung ini sekaligus menjelaskan dirinya bukanlah cucu KH Noer Alie.

’’Di raport sekolah nama saya Nurul Anwar Amin. Amin itu nama bapak saya. Di ijazah jadi Nur Anwar Amin karena di akta kelahirannya tertulis begitu. Tapi saya bukan cucu Kiai Noer Alie. Khawatir dibilang orang, saya ini setan akuaku,’’ bebernya.

Hans Muntahar, pengurus Islamic Center Bekasi mengenang Guru Nur sebagai orang yang sangat hati-hati dalam mengonsumsi makanan. Sangat menjaga makanan dari asupan yang syubhat apalagi haram. ’’Saya pernah bercanda waktu Guru Nur menginap di hotel dan makan roti. Beliau langsung buang makanan itu gara-gara saya bilang, hati-hati kiai, halal atau haram itu roti. Padahal saya hanya bercanda. Segitu hati-hatinya soal makanan agar tidak ada yang haram yang dikonsumsinya,’’ kenang Hans.

Sisi lain, sambung Hans lagi, Guru Nur, sebagai kiai yang tidak gila popularitas. ’’Beliau lebih memilih menghadiri undangan ceramah di kampung-kampung. Masuk ke lorong-lorong perkampungan. Menjauhi popularitas,’’ paparnya.

Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat Heri Koswara yang hadir di acara ini memberi apresiasi terhadap peluncuran buku In Memoriam; 38 Tahun Jejak Pengabdian ini.

Menurut dewan provinsi dari Dapil Kota Bekasi-Depok itu, peluncuran buku ini membangkitkan tradisi literasi yang sudah mulai langka. Menulis buku itu adalah tradisi mengikat ilmu. Memberi contoh bagus. ’’Saya mendukung kegiatan literasi ini,’’ tandasnya. (zar)