Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Empat Kecamatan Masih Terendam

BERSIH-BERSIH RUMAH : Warga membersihkan pekarangan rumahnya dari air banjir di Desa Pantai Bahagia Muaragembong. Sebanyak empat kecamatan di Kabupaten Bekasi masih terendam banjir.ARIESANT/RADAR BEKASI
BERSIH-BERSIH RUMAH : Warga membersihkan pekarangan rumahnya dari air banjir di Desa Pantai Bahagia Muaragembong. Sebanyak empat kecamatan di Kabupaten Bekasi masih terendam banjir.ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Sebanyak 1.820 Kepala Keluarga di empat kecamatan di Kabupaten Bekasi masih terdampak banjir. Pasalnya, luapaan air dari sungai Citarum dan kali Ulu masih merendam pemukiman warga hingga saat ini, terlebih pada Minggu (14/2) dini hari, hujan kembali turun dengan intensitas tinggi.

“Posisi sampai hari ini, ada empat kecamatan masih tergenang air,” ujar Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Bekasi Muhammad Said, kepada Radar Bekasi, Minggu (14/2).

Empat kecamatan tersebut yakni Muaragembong dengan ketinggian air 30 cm dan Pebayuran ketinggian air 20 cm, kedua wilayah ini terendam luapan sungai Citarum. Sementara kecamatan Cikarang Utara dan Karang Bahagia ketinggian air hingga 40 cm, karena luapaan Kali Ulu.

“Sebelum hujan, hanya dua kecamatan saja yang terendam air, Muaragembong dan Pebayuran. Tapi dini hari tadi kembali hujan, Cikarang Utara dan Karang Bahagia terendam air, karena kali Ulu meluap,” tutunya.

Dirinya menilai, selama sungai maupun kali yang berada di Kabupaten Bekasi tidak dinormalisasi, sesuai dengan hasil kajian komprehensif dari BBWS sungai Citarum maupun Pemkab, maka banjir akan seperti ini terus. Bahkan, akan bisa lebih parah untuk kedepannya, mengingat faktor utama banjir karena terjadi pedangkalan.

“Normalisasi yang utama buat saya. Karena pedangkalan sungai maupun kali ini harus dilakukan normalisasi, harus dibenahi satu persatu,” ungkapnya.

Sejauh ini, dari hasil kajian komprehensif yang dilakukan, pihaknya sudah memberikan rekomendasi kepada lembag terkait seperti dinas teknis untuk di tindaklanjuti dengan melakukan normalisasi sungai maupun kali yang menyebabkan banjir.

Untuk diketahui, sejumlah kali dan suangai yang kerap meluap yakni Sungai Citarum, Kali Bekasi, Jambe, Ciherang, Cikarang, Cipamingkis, dan yang lainnya. “Kita sudah melakukan rekomendasi, tapi alasan anggaran terbatas. Kapan cukupnya kalau tidak difokuskan untuk membenahi itu. Alasan-alasan klasik,” tukasnya.

Dia berharap, pelaku usaha yang berada disepanjang bantaran sungai, agar memiliki rasa tanggung jawab. Minimal melakukan normalisasi disekitar lingkungan usahanya. “Kami berharap kepada pelaku usaha dibantaran sungai untuk berkontribusi menormalisasi, paling tidak dilingkungannya,” ucapnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Pengelolaan Sumber Daya Air, Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga dan Bina Konstruksi Kabupaten Bekasi, Sukamawati menilai, meluapkan kali dan sungai karena adanya pendangkalan dan factor lainnya.

“Selain normalisasi, perlu juga dilakukan pembuatan turap, karena sisi tanah yang ada dipinggir sungai mudah longsor. Sehingga, harus ada pemasangan simpail, untuk mengantisipasi arus sungai yang deras,” tuturnya.

Sejauh ini kata dia, kapasitas sungai yang memiliki daya tampung besar, tapi karena banyak sampah, menyebabkan tidak bisa menampung volume air saat musim penghujan. Tentunya hal itu, akan mengakibatkan air di sungai meluap. Terlebih, Kabupaten Bekasi daerah hilir di Jawa Barat.

“Kalau resapan air semakin berkurang dan sungai dipenuhi sampah, akan terjadi banjir. Karena kita ini termasuk daerah hilir, tempat pembuangan air dari daerah lain,” ucapnya.

Perempuan yang khas dengan kaca mata putihnya ini menjelaskan, ada beberapa sungai yang menjadi prioritas untuk dilakukan normalisasi. Seperti sungai BKT, CBL, Cibeet-Cipamingkis, Citarum, dan Kali Bekasi.

Dirinya berangapan, normalisasi sungai setiap tahun selalu dilakukan. Namum dirinya membeberkan, ada beberapa hambatan yang terjadi dalam pelaksanaannya. Salah satunya, karena banyak Bangunan Liar (Bangli) yang berada dipinggir sungai. Hal itu menyebabkan alat berat tidak bisa turun.

“Pada saat kita melakukan normalisasi, alat berat tidak bisa turun. Kenapa, karena banyak bangunan liar dipinggir (sisi) sungai. Kalau normalisasi, setiap tahun kita selalu melaksanakan lebih dari 20 sungai,” katanya. (pra)