
RADARBEKASI.ID, BEKASI – Mulai senin kemarin, sejumlah siswa tingkat SD dan SMP di Kota Bekasi sudah mengikuti Pembelajaran Tatap Muka (PTM) pada masa Adaptasi Kebiasaan Baru Satuan Pendidikan (ATHB-SP). Kegiatan hari pertama dilakukan terbatas, dari jumlah siswa dalam satu Rombongan Belajar (Rombel) sebanyak 18 siswa, salah satu sekolah di Kota Bekasi hanya menghadirkan 16 siswa, dengan waktu 25 menit untuk satu jam pelajaran.
Pukul 06:30 WIB siswa tiba di area Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 2 Kota Bekasi, satu demi satu warga sekolah melalui pemeriksaan suhu tubuh, bagian Protokol Kesehatan, siswa datang tidak menggunakan seragam sekolah seperti biasanya. Menginjak pukul 07:45 jam pelajaran dimulai, masing-masing siswa yang duduk di kelas VII masuk ke dalam tiga ruang kelas, setiap siswa yang sudah mengantongi izin dari orang tua mereka akan merasakan PTM secara bergilir.
Kelengkapan Protokol kesehatan nampak di lingkungan sekolah, termasuk yang dikenakan oleh siswa seperti masker dan pembatas wajah atau Faceshield. Hari pertama dan hari berikutnya, PTM berakhir pukul 11:00 WIB, saat itu orang tua siswa hadir untuk menjemput anak-anaknya di sekolah.
Sebelum menyatakan kesiapan untuk menggelar PTM, pihak sekolah mengaku telah melakukan komunikasi dengan RT, RW, Lurah, Babinsa, komite sekolah, hingga Puskesmas, baik dilingkungan sekolah maupun lingkungan tempat tinggal warga sekolah.
“Kemudian kami minta izin melalui orang tua yang menyatakan siap untuk bisa melaksanakan tatap muka, kemudian tetap masih kita padukan dengan informasi dari RT, RW, maupun kelurahan,” terang Kepala Sekolah SMPN 2 Kota Bekasi, Rudy Winarso, Senin (22/3).
Hasil pendataan oleh pihak sekolah, disebutkan 60 persen orang tua dari total 1.200 siswa menyetujui PTM. Siswa mengikuti PTM secara bergilir, kemarin adalah jadwal untuk kelas 7, hari ini rencananya adalah siswa kelas 8, dilanjutkan siswa kelas 9, tetap untuk tiga Rombel.
Pembelajaran tatap muka pada prinsipnya dilakukan atas dasar izin orang tua, jika dalam satu kesempatan hanya ada lima siswa atau kurang, PTM tetap dilaksanakan. Bagi siswa yang memilih untuk belajar dari rumah, tetap melakukan aktivitas Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) melalui sistem daring.
“Karena belajar harus tetap berjalan, tatap muka ini kita coba, dan anak-anak di rumah harus tetap belajar dengan PJJ seperti biasa. Jadi tidak ada yang tidak hadir tatap muka (PTM), terus tidak belajar,” tambahnya.
Mulainya PTM pada masa ATHB-SP ini dinilai akan membantu guru untuk membentuk karakter siswa. Selama PJJ, diakui pembelajaran Daring yang dilakukan tidak cukup efektif untuk membentuk karakter siswa.
Kantin sekolah belum dibuka selama ATHB-SP, setiap siswa membawa kebutuhannya masinh-masing. Di samping guru mengajar, guru lainnya juga berperan sebagai pendamping saat waktu istirahat untuk memperhatikan Prokes di lingkungan sekolah.
“Sekolah akan melaporkan dari hasil kegiatan per harinya ini, situasi dan kondisi kemajuan pelaksanaannya. Kalau memang dinyatakan ada perkembangan kemajuan, kami akan mengajukan permohonan untuk peningkatan tahapan. Baik Rombel nya, atau jumlah siswanya setiap hari akan kita laporkan dan akan kita minta untuk penambahan tahapannya,” tukasnya.
Meskipun rasa khawatir masih menyelimuti perasaan, orang tua siswa pasrah dengan PTM yang dilakukan dengan kunci penerapan Prokes. Salah satu orang tua siswa, Nisa (38) menilai PTM lebih baik dibandingkan dengan PJJ telah dijalani selama satu tahun belakangan.
Beragam kendala dihadapi, selain pengeluaran bertambah untuk kebutuhan akses internet, pemahaman terhadap bahan ajar juga diakui menjadi kesulitan tersendiri. Pasalnya, yang ia amati pola PJJ pada ketiga anaknya, siswa hanya diberikan serangkaian soal latihan, tanpa diberikan penjelasan untuk menyelesaikan soal.”Apalagi matematika, rumus itu mereka bingung, kalau cari di google susah, itu menurut saya,” ungkapnya saat berada di area sekolah.
Dari tiga anak, satu duduk di tingkat SMP, dua di tingkat Sekolah Dasar (SD), hanya satu yang memulai PTM, dua buah hatinya yang masih duduk di bangku SD belum memulai PTM. Untuk membantu anak-anaknya menyelesaikan tugas sekolah, ia terpaksa harus mencari penjelasan di mesin pencarian.
“Paling kita nyari ke google, itu aja kita nyari sama-sama,” tambahnya. (sur)











