
RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pengamanan dan penjagaan di Polres Metro Bekasi Kota diperketat. Setiap warga yang datang diperiksa. Hal ini menyusul penyerangan yang dilakukan oleh terduga teroris berinisial ZA (25), di Mabes Polri, Jakarta Selatan kemarin.
Kapolres Metro Bekasi Kota, Kombespol Aloysius Suprijadi menyampaikan bahwa pihaknya telah mengingatkan seluruh anggota untuk meningkatkan keamanan. Peningkatan keamanan dilakukan menyusul antisipasi reaksi yang timbul setelah aksi penangkapan teroris di sejumlah daerah, termasuk Kabupaten Bekasi.
“Kami sudah mengingatkan dari kemarin kepada anggota untuk bagi sistem. Bagi sistem itu artinya melaksanakan tugas dilapangan itu tidak sendiri, dia saling menjaga satu sama lain,” paparnya, Rabu (31/3).
Peningkatan pengamanan selain di markas Polres Metro Bekasi Kota Kombespol, juga di lakukan di kantor-kantor Polsek, dan pos polisi. Penjagaan di kantor-kantor kepolisian dilakukan mengingat banyak aktivitas masyarakat, mulai dari pelayanan masyarakat, pemeriksaan, atau sekedar berkunjung.
Setiap orang yang datang diperiksa dengan ketat sesuai standar, mulai dari menanyakan keperluan, meninggalkan identitas, hingga memeriksa barang bawaan. Untuk memasuki area Polres Metro Bekasi Kota, hanya satu akses masuk yang dapat dilalui pengunjung, dijaga oleh enam personil.”Ini harus dilalui benar, jangan sampai mereka menyamar, masuk kedalam dengan menggunakan jasa-jasa angkutan atau makanan sehingga membahayakan,” tambahnya.
Kabidhumas Polda Jabar Kombespol Erdi A. Chaniago mengatakan, Kapolda Jabar Irjen Pol Ahmad Dofiri telah menyampaikan perintah tersebut ke seluruh jajaran di bawahnya. ”Tadi Pak Kapolda sudah memerintahkan untuk meningkatkan keamanan semua polres di Jawa Barat,” kata Erdi
Sepertidiketahui, Markas Besar (Mabes) Polri, Jakarta diserang oleh orang tidak dikenal yang diduga pelaku terduga teroris. Kejadian itu terjadi pada Rabu (31/3) sore sekitar pukul 16.30 WIB. Pelaku membawa senjata api jenis pistol dan berpakaian serba hitam. Terduga teroris itu langsung ditembak oleh aparat kepolisian.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyampaikan penembakan tegas dan terukur dilakukan aparat kepolisian terhadap pelaku terorisme tersebut. Listyo mengungkapkan, ZA mendatangi Kompleks Mabes Polri sekitar pukul 16.30 WIB. Perempuan yang mengenakan gamis hitam dengan kerudung biru terlebih dahulu menanyakan kepada aparat yang berjaga mengenai pos jaga.
“Kurang lebih jam 16.30 tadi ada seorang wanita yang berjalan masuk dari pintu belakang, kemudian yang bersangkutan mengarah ke pos gerbang utama yang ada di Mabes Polri,” kata Listyo dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (31/3).
“Yang bersangkutan kemudian menanyakan, dimana keberadaan kantor pos dan kemudian diberikan pelayanan oleh anggota. Kemudian ditunjukkan arah kantor pos tersebut,” sambungnya.
Setelah diberi tahu letak kantor pos penjagaan, pelaku melakukan penyerangan terhadap aparat kepolisian. Pelaku sempat mengeluarkan tembakan ke polisi sebanyak enam kali.
“Kemudian wanita tersebut meninggalkan pos namun kemudian kembali dan melakukan penyerangan anggota terhadap anggota yang ada di pos jaga dengan melakukan penembakan sebanyak enam kali, dua kali kepada anggota yang di dalam pos, dua kali yang ada di luar, dan menembak lagi kepada anggota yang di belakangnya,” ujar Listyo.
Mengetahui aparat yang berjaga diserang, aparat kemudian melakukan tindakan tegas dan terukur kepada ZA. Wanita kelahiran 14 September 1995 seketika tewas terkena timah panas petugas.“Terhadap tindakan tersebut, dilakukan tindakan tegas terukur,” pungkas Listyo.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus menyampaikan, untuk mengantisipasi hal tersebut tidak terulang, pengamanan di markas Polda Metro Jaya akan diperketat.“Semua mako (markas komando) kepolisian Polda Metro Jaya kita perketat pengamanan,” kata Yusri dikonfirmasi, Rabu (31/3).
Yusri menyampaikan, pengetatan penjagaan itu akan dilakukan pada setiap pintu masuk Polda Metro Jaya. Bahkan anggota bersenjata akan disiagakan.“Kita antisipasi kejadian di Mabes Polri. Kita tingkatkan pengamanan dengan menggunakan anggota bersenjata dan body check di setiap pintu,” tegas Yusri.
Selain itu, setiap pengunjung yang masuk ke kawasan Polda Metro Jaya akan dilakukan pengecekan. Hal ini tidak lain mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.“Jadi semuanya kita lakukan pemeriksaan. Ini upaya preventif,” pungkas Yusri.
Pengamat Terorisme Al Chaidar mengatakan, insiden ini merupakan balas dendam dari jaringan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD).“Iya ini memang berasal dari jaringan kelompok JAD, ini merupakan pasukan yang disuruh oleh kelompok JAD, yang diutus itu perempuan,” ujar dia kepada JawaPos.com (Radar Bekasi group), Rabu (31/3).
Kata dia, penyerangan ini disinyalir akibat pihak kepolisian yang terus membekuk kelompok tersebut di sejumlah wilayah. Mulai dari Makassar hingga Nusa Tenggara Barat (NTB).“Ini merupakan tindakan balasan atas apa yang terjadi di Makassar, di Condet, Bekasi, di Tangerang, di mana-mana kan ditangkap, di NTB juga,” tuturnya.
Menurut Chaidar, tindakan terorisme ke depannya akan terus berlanjut. “Mereka memang berencana untuk menyerang ke semua institusi,” pungkasnya.Saat ini, Tim Detasemen Khusus 88 tengah memeriksa saksi berjenis kelamin pria. Hingga saat ini belum ada keterangan resmi mengenai aksi penyerangan ini.
Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menyebut serangan terhadap markas polisi itu sebagai sesuatu yang direncanakan. Menurut dia, serangan itu bukan sebatas ingin memviktimisasi polisi.
”Kata nekad mengesankan pelaku tidak pakai kalkulasi. Saya justru membayangkan ini lebih dari itu. Pelaku pasti bisa membayangkan risiko yang akan dia hadapi saat menyerang di pusat jantung lembaga kepolisian. Jadi, serangan tersebut sekaligus merupakan aksi terencana untuk bunuh diri (suicide by cops),” ujar Reza.
Sisi lain, kata dia, apakah setiap serangan termasuk penembakan terhadap polisi bisa disebut sebagai aksi teror? Reza menjelaskan, di Amerika Serikat, mengacu The Serve and Protection Act, serangan terhadap aparat penegak hukum disebut sebagai hate crime.”Di sana bukan terrorism. Di Indonesia boleh beda, tentunya,” ucap Reza.
Penyebutan hate crime, lanjut dia, menunjukkan bahwa pelaku penembakan yang menyasar polisi tidak serta-merta disikapi sebagai (terduga) teroris. Butuh kecermatan spesifik kejadian per kejadian.
”Ini untuk memprosesnya secara hukum dengan pasal yang tepat sekaligus menangkal kejadian berikutnya secara tepat sasaran,” tutur Reza.(sur/jpg)











