RADARBEKASI.ID, JAKARTA-Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf mengatakan, kenaikan biaya haji tidak bisa dihindarkan. Salah satunya akibat instrumen protokol kesehatan yang harus dipenuhi untuk menjamin kesehatan dan keselamatan jamaah haji.
Meskipun begitu, angka kenaikan biaya haji diharapkan tidak terlalu membebani calon jamaah haji. Prokes yang ketat berdampak pada instrumen pembiayaan. Karena itu, sejak awal pihaknya meminta kenaikan biaya haji dilakukan secara rasional. Artinya, sebisa mungkin tidak terlalu memberatkan jamaah.
“Terbaru, kami juga sudah memperoleh instrumen kalkulasinya. InshaAllah, biaya akan tetap naik, tetapi tidak terlalu memberatkan jamaah karena hanya bertambah di kisaran Rp1-2 juta,” ungkapnya dalam keterangan resminya, Minggu (25/4/2021).
Di sisi lain, Bukhori juga menjelaskan, nominal kenaikan biaya tersebut juga tidak akan melampaui nominal yang mampu ditanggung oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dari dana manfaat yang diperoleh setiap tahunnya.
Kemudian, disinggung terkait persoalan vaksin bagi calon jamaah haji, politisi PKS ini menilai bahwa persoalan itu menjadi tantangan terbesar bagi pemerintah dan memiliki dimensi yang tidak berdiri tunggal.
“Sampai tanggal 30 April ini diperkirakan semua calon jamaah haji yang berjumlah 212 ribu ini sudah menerima vaksin sebanyak 2 kali. Maka harus dipastikan para calon jamaah ini memperoleh efikasinya maksimal sebelum berangkat,” paparnya.
Sementara di satu sisi, vaksin ini tidak bisa dilihat dari dimensi kesehatan semata. Ada dimensi politik, khususnya terkait meningkatnya tensi perang dagang antara Amerika dan Tiongkok. Ia juga meminta pemerintah Arab Saudi bisa lebih bijaksana dalam memahami posisi Indonesia dalam hal ini.
“Kita ketahui bahwa Sinovac ini berasal dari Tiongkok. Sementara Arab Saudi sejauh ini belum menerima calon jamaah haji yang menggunakan vaksin itu. Dengan kata lain, mereka baru berkenan menerima vaksin Made in America maupun sekutunya,” imbuhnya.
Lagipula, demikian Bukhori melanjutkan, tidak mungkin calon jamaah haji kita divaksin ulang dengan vaksin berbeda karena berpotensi membahayakan kesehatan mereka. Karena itu, hanya ada satu pilihan yang paling rasional, yakni kepiawaian pemerintah Indonesia dalam melakukan diplomasi sehingga berhasil mendorong pemerintah Arab Saudi untuk berkenan menerima calon jemaah kita, terangnya.
“Secara umum, Indonesia sesungguhnya punya nilai tawar lebih dalam perundingan ini. Pertama, jumlah jamaah kita adalah yang terbesar. Kedua, jamaah haji kita adalah penyumbang devisa terbesar bagi mereka. Saya yakin, pemerintah bisa sukses melakukan diplomasi. Salah satunya dengan memainkan kedua variabel ini, sepanjang gigih dalam melakukan diplomasi yang bermartabat,” pungkasnya. (jpc)