
RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pengrajin tahu dan tempe di Bekasi menjerit lantaran harga kedelai sebagai bahan baku tidak kunjung turun sejak awal tahun 2021. Bahkan pengrajin sudah memilih opsi untuk merumahkan karyawan hingga harga bahan baku turun.
Tidak lama lagi, harga tahu dan tempe di pasaran bakal naik, berkisar 15 sampai 25 persen. Hal ini terpaksa dilakukan mengimbangi harga kedelai yang terus merangkak naik.
Sejumlah pengrajin tahu dan tempe di beberapa daerah merespon tingginya harga kedelai ini dengan mogok produksi dan berjualan selama tiga hari, informasi yang dihimpun oleh Radar Bekasi, aksi ini berlangsung sejak 28 hingga 30 Mei kemarin. Selain berhenti produksi dan berjualan, para pengrajin juga menyepakati kenaikan harga 15 sampai 25 persen.
Pengrajin tempe dan tahu di wilayah Bekasi mengaku tertekan akibat melonjaknya harga kedelai. Beberapa diantaranya bahkan memilih sudah menaikkan harga lebih dulu untuk menjaga usahanya tetap berjalan.
“Naik mulai hari Senin atau awal bulan kalau tidak salah informasinya. Saya sudah naik duluan, sudah tiga kali saya naikin harga, pertama awal tahun dua ribu, terus naik lagi dua ribu, Minggu kemarin naik lagi seribu, jadi (satu papan) itu Rp31 ribu, kalau yang lain masih Rp28 ribu,” kata Yanto (47), salah satu pengrajin tahu di kawasan Kelurahan Margahayu, Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi.
Sejak awal tahun, ia mengaku terpaksa menaikkan harga jual tahu yang ia produksi untuk menutup biaya yang dikeluarkan membeli bahan baku. Sejauh ini, ia mengaku pelanggan cukup mengerti, kuantitas tahu yang diproduksi juga disebut tidak mengalami penurunan meskipun harga naik.
Yanto mengaku sempat menerima informasi ajakan untuk mogok produksi akhir pekan kemarin. Namun, ia memutuskan untuk tetap melanjutkan produksi tahu dengan alasan usai aksi mogok pada awal tahun tidak menunjukkan perubahan harga kedelai.
Harga beli kedelai semakin parah memasuki pertengahan tahun ini, bahkan dewasa ini ia memilih untuk berbelanja bahan baku pagi hari guna menghindari harga semakin tinggi lantaran harga selalu berubah setiap waktu. Dalam satu hari, ia menghabiskan dua kwintal kedelai untuk memproduksi tahu Sumedang dan tahu Bandung. Pengrajin juga memilih untuk mengurangi ukuran tahu yang diproduksi.
“Kalau tahu Bandung (berwarna kuning) iya saya kecilin, tapi kalau tahu Sumedang dia nggak bisa dikecilin,” tambahnya.
Satu papan berisi 120 potong tahu saat ini ia jual Rp31 ribu, awal pekan ini informasi yang didapat pengrajin lain juga akan menjual dengan harga yang sama. Hal yang sama juga dirasakan oleh salah satu pengrajin tempe tidak jauh dari rumah produksi Yanto, pengrajin tempe sudah memilih opsi untuk merumahkan tiga orang karyawannya selama harga kedelai masih bertahan diatas rata-rata.
Biasanya, harga kedelai ditaksir kisaran Rp8 ribu, saat ini menginjak Rp11 ribu per kg. Kedelai yang dibutuhkan biasanya dalam sehari 3 sampai 5 kwintal, saat ini hanya dua kwintal lantaran tingginya harga kedelai diluar ongkos angkut kedelai dari gudang ke rumah produksi.
“Saya sudah pulangin (ke kampung halaman) tiga orang (pegawai), bukan diberhentikan tapi nanti datang lagi kalau kedelai sudah turun, dari pada disini nggak ada gajinya. Kalau disini makan banyak silahkan, tapi nggak ada gaji,” kata salah satu pengrajin tempe, Saari (64).
Karyawan yang bekerja di tempatnya kini hanya tersisa tujuh orang, bertahan dengan tingginya harga kedelai. Selain merumahkan karyawan ia juga memilih untuk mengurangi ukuran tempe produksinya. Sejak awal tahun ia mencatat sudah tiga kali harga kedelai naik, mulai dari Rp800 ribu per kwintal di awal tahun, kemudian baik Rp900 ribu, terakhir Rp1,1 juta.
Selama bahan baku merangkak naik, Saari juga telah menaikkan harga jual tempe dari Rp4 ribu menjadi Rp4,5 ribu. Naik Rp500 rupiahpun pelanggan diantaranya pedagang sayur dan gorengan sudah mengeluh kesulitan untuk menjual kembali kepada masyarakat. Kali ini ia tidak berani kembali menaikkan harga tempenya.
“Ya paling baik Rp5 ribu, paling mahal Rp6 ribu, itu paling mentok. Kita mau jual Rp6 ribu dia (pelanggan) nggak mau,” ungkapnya.
Keinginan para pengrajin hanya meminta pemerintah menarik harga kedelai hingga normal seperti sebelumnya, berkisar Rp800 ribu sampai Rp850 ribu per kwintal. Meskipun ia mengaku masih meraup untung, namun keuntungan yang didapat sangat kecil untuk membiayai operasional produksi tempe.
“Ya turun nggak usah besar-besar, Rp800 Rp850 itu wajar. Kalau (harga kedelai) naik terus turun lagi nggak papa, nah ini sudah empat bulan (tidak kembali normal),” tukasnya.
Jika harga tempe yang sebelumnya dijual kepada pelanggan Rp4,5 ribu, maka harga jual setelah naik 15 sampai 25 persen berkisar Rp5.175 sampai Rp5.625 per papan.
Sementara itu, Ketua Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo), Aip Syarifudin mengatakan bahwa dalam jangka waktu yang singkat tidak ada opsi lain yang bisa diambil kecuali pemerintah mengumumkan kenaikan harga tahu dan tempe kepada masyarakat. Rencananya kenaikan harga dimulai hari ini, berkisar 10 sampai 25 persen.
Aip meminta kepada seluruh pengrajin tempe tahu untuk bersabar dalam situasi ini, pihaknya tidak melarang para pengrajin jika memutuskan untuk berhenti produksi, atau tetap melanjutkan produksi. Langkah menaikkan harga jual tempe tahu oleh pengrajin tidak bisa dihindari lantaran lonjakan harga tempe tahu yang dikendalikan oleh pasar.
“Karena ini memang sistem perdagangan seperti ini, makanya kita ini tidak ada jalan lain, seperti itu tadi (menaikkan harga jual tempe tahu),” paparnya.
Dalam catatan Gakoptindo, total pengrajin tempe tahu di Indonesia berkisar sebanyak 160 ribu pengrajin. Dari jumlah tersebut, informasi pengrajin yang memilih untuk mogok produksi tidak menyentuk 10 persen, sehingga lebih banyak pengrajin yang melanjutkan aktifitas operasinya dengan catatan mengurangi jumlah produksi serta menaikkan harga jual.
“Saya meminta maaf kepada masyarakat, terpaksa kami menaikkan harga, hanya untuk sekedar ingin hidup,” tambahnya.
Sebelumnya, sinyal kenaikan harga tempe tahu ini telah diungkapkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada pertengahan Mei lalu dalam salah satu forum diskusi. Kedelai merupakan komoditi yang masuk dalam kondisi supercycle, berarti harganya sudah mulai tinggi, bahkan tinggi sekali, maka untuk menyikapi ini perlu dilakukan penyesuaian. (sur)











