Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

RS Kekurangan Nakes

ILUSTRASI : Petugas medis memindahkan pasien yang diduga terpapar Covid-19 di halaman parkir RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi, Senin (28/6). Sebanyak 200 tenaga kesehatan di Kota Bekasi terpapar Covid-19. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Sejumlah Rumah Sakit (RS) di Kota dan Kabupaten Bekasi harus kekurangan tenaga Kesehatan (Nakes). Pasalnya, ratusan Nakes di RS pemerintah dan swasta terpapar Covid-19 di tengah tingginya lonjakan kasus. Sementara itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi tengah merekrut tambahan tenaga puluhan perawat, dokter umum, hingga analis.

Catatan Radar Bekasi akhir tahun kemarin, total Nakes hingga tenaga administrasi positif Covid-19 sebanyak 337 orang. Sementara Nakes yang gugur tahun lalu sebanyak empat orang, tiga dokter, satu diantaranya perawat.

Evaluasi awal pekan ini, catatan kasus aktif dan meninggal dunia naik dibandingkan pekan kemarin, masing-masing saat ini 5,89 persen dan 1,28 persen. Sementara tingkat kesembuhan menurun menjadi 93,3 persen.

Pekan ini, tersisa 5.639 lingkungan RT yang tergolong zona hijau. Tingkat keterisian tempat tidur atau Bed Occupancy Rate (BOR) RS masih menunjukkan grafik meningkat baik TT isolasi maupun ICU.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bekasi, Tanti Rohilawati mencatat total 200 orang terpapar Covid-19, mereka terdiri dari Nakes dan tenaga administrasi di lingkungan Dinkes. Sebagian besar mereka melakukan isolasi mandiri, meskipun ada beberapa yang menjalani perawatan di RS.

“Baik Nakes maupun tenaga administrasi sudah diatas 200. Jadi memang kita harus betul-betul membuat tim seefektif mungkin, karena berkurangnya tenaga-tenaga yang sedang Isoman,” paparnya, Senin (28/6).

Berkurangnya tenaga kesehatan ini membuat Dinkes harus memutar cara guna mengatasi penurunan tenaga dalam menangani pasien. Ia mensyukuri hingga saat ini Nakes maupun tenaga administrasi baik di kantor Dinkes maupun Faskes milik pemerintah tidak lagi terdengar kabar duka.

“Alhamdulillah sampai saat ini tidak ada, mudah-mudahan jangan sampai terjadi. Karena mereka dibutuhkan oleh masyarakat disaat kasus sedang tinggi seperti ini,” tambahnya.

Hal serupa juga dialami oleh RS swasta di Kota Bekasi, diperkirakan ratusan Nakes dan staff tengah berjuang melawan virus yang menjangkit. Catatan Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Kota Bekasi, 10 sampai 15 persen Nakes dan staf RS terpapar Covid-19, ini terjadi di tiap RS.

Situasi ini justru bertentangan dengan penambahan tempat tidur di tiap RS. Pasalnya, penambahan tempat tidur atau ruangan isolasi perawatan pasien Covid-19 seharusnya dibarengi dengan penambahan sumber daya kesehatan, namun yang terjadi justru berkurang.

“Kalau satu rumah sakit jumlah tenaga 300 orang, maka 10 persennya 30 orang, itu baru satu rumah sakit,” ungkap ketua ARSSI Kota Bekasi, Eko Nugroho.

Pada situasi genting seperti ini, kapasitas pelayanan pasien Covid-19 tidak akan bisa mencapai 100 persen dari alokasi tempat tidur yang disiapkan. Antrian pasien terjadi mulai dari IGD, ruang isolasi, hingga ICU.

Ratusan Nakes yang terpapar Covid-19 mengalami gejala bervariasi, mulai dari ringan, sedang, hingga berat. Tidak heran jika Nakes pun mengalami hal yang sama dengan masyarakat umum, kesulitan mendapatkan ruang ICU.

Tidak banyak opsi yang bisa diambil oleh RS swasta lantaran berbagai keterbatasan, termasuk sumber daya kesehatan. Strategi satu-satunya yang dilakukan oleh RS swasta saat ini adalah memastikan pasokan obat-obatan dan oksigen tetap memadai.

“Opsi yang diharapkan bisa diambil justru di hulu nya, kebijakan yang tegas dalam pembatasan ruang gerak masyarakat diperlukan, walau hanya dua hingga tiga pekan. Ini akan sangat berpengaruh menekan laju penyebaran sehingga mengurangi beban di hilir,” tukasnya.

Upaya yang masih dilakukan oleh Pemkot Bekasi sampai dengan saat ini adalah menggenjot vaksinasi. Capaian dan pasokan vaksin sampai dengan saat ini masih jauh dari harapan 70 persen dari populasi masyarakat Kota Bekasi.

Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi menyampaikan segera menambah 100 tenaga analis di laboratorium untuk mempercepat pemeriksaan sampel. Hal ini dilakukan untuk percepatan identifikasi pasien, apakah terpapar Covid-19 atau tidak, diperlukan perawatan RS atau cukup dengan isolasi mandiri. “Analis mau saya tambah 100 orang, itu buat yang tracing PCR,” ungkapnya.

Rahmat telah menugaskan tim dokter penanganan Covid-19 untuk berkomunikasi dengan Poltekkes untuk merekrut relawan yang akan dibiayai melalui APBD Kota Bekasi. Meskipun dengan honor yang tidak sama atau lebih besar dari relawan di Jakarta, diharapkan masih ada relawan yang bersedia dengan tujuan kemanusiaan.

“Hanya ada selisih katanya, DKI insentifnya sehari Rp500 ribu, kita disini cuma Rp300 ribu, ini kan kemanusiaan, mudah-mudahan masih banyak yang mau kerja disini,” tutup Rahmat.

Sebelumnya, tambahan tenaga juga dibutuhkan oleh RSUD Chasbullah Abdulmajid, 50 relawan rencananya akan direkrut. Mereka terdiri dari dokter umum dan perawat, lima diantaranya berdasarkan informasi yang diterima oleh Radar Bekasi sudah berhasil direkrut dan mulai bekerja membantu penanganan pasien.

Kondisi serupa juga terjadi di Kabupaten Bekasi. Sebanyak 185 Tenaga Kesehatan (Nakes) di Kabupaten Bekasi terpapar Covid-19 dalam kurun waktu satu bulan paska lebaran, dimana dua orang diantaranya meninggal dunia.

“Jadi ada 185 Nakes yang terpapar, paling banyak bidan sebanyak 36 orang, selebihnya perawat, dokter, analis, dan tenaga kesehatan yang lain. Ada dua orang yang meninggal, satu orang meninggal di rumah sakit, dan satu lagi di puskesmas,” kata Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Kabupaten Bekasi, Alamsyah

Dirinya menyampaikan, sesuai laporan dan asesmen maupun penilaian di lapangan, bahwa memang eskalasi kasus meningkat, sehingga beban para Nakes bekerja menjadi siang dan malam. Oleh karena itu, mengakibatkan banyaknya paparan. Dirinya mengaku, setiap puskesmas maupun rumah sakit rata-rata ada sepuluh lebih Nakes yang terpapar Covid-19.

“Setiap puskesmas paparannya bisa lebih dari sepuluh orang dalam puskesmas dan di rumah sakit seperti itu,” ucapnya.

Dengan kondisi seperti ini, dirinya meyakini, Kabupaten Bekasi akan kembali menjadi daerah zona merah di Jawa Barat. Walaupun memang, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, belum mengeluarkan rilis update zonasi seluruh kabupaten dan kota di Jawa Barat.

“Kalau melihat eskalasi kasus, kemungkinan besar Kabupaten Bekasi sama dengan daerah-daerah lain, seperti Kota Bandung, Kabupaten Bandung, dan lainnya, ada di zona merah. Tanpa mengurangi atau mendahului hasil evaluasi yang akan dirilis,” ucapnya. (sur/pra)