Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

PPKM Darurat, Jalanan Padat

Illustrasi : Petugas memeriksa kendaraan dari arah Jakarta menuju Bekasi saat PPKM Darurat di Jalan KH Noer Ali Sumber Arta Bekasi Barat Kota Bekasi, Senin (5/7). RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Kemacetan panjang tidak bisa dihindari di pekan pertama atau hari ketiga Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di area penyekatan perbatasan Kota Bekasi dan DKI Jakarta. Sejumlah ruas jalan pun terlihat ramai lancar, seolah warga mengabaikan aturan pembatasan kegiatan di luar rumah. Sementara itu, mulai pekan kemarin, warga Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) wajib memiliki Surat Tanda Registrasi Pekerja (STRP).

Pantauan Radar Bekasi, kemacetan terparah di jalan Raya Kalimalang yang merupakan akses utama warga bekasi menuju DKI Jakarta. Kemacetan terjadi di kedua arah. Pengendara merupakan pekerja yang belum mengetahui kebijakan Work From Home (WFH).

Kendaraan taktis serupa juga disiagakan di Jalan Kalimalang, untuk membendung arus kendaraan menuju Jakarta. Di dua pos penyekatan tersebut hanya para tenaga kesehatan dan pekerja sektor esensial yang dibolehkan lewat.

Pos penyekatan bahkan dilakukan di dua arah pada posko penyekatan Kalimalang. Menjelang petang, penumpukan kendaraan sempat terjadi akibat penyekatan tersebut sehingga mengakibatkan kendaraan harus berputar balik.

Warga Kota Bekasi, Ilyas (24) terjebak di lokasi penyekatan selama 40 menit, tidak bergerak sama sekali. Awalnya, pria yang bekerja di salah satu perusahaan otomotif di Jakarta ini mengira hanya pemeriksaan Protokol Kesehatan (Prokes), namun sampai di titik penyekatan ia terpaksa putar balik.

Jarak ia bertemu dengan barisan kendaraan yang terjebak macet diprediksi satu kilo meter, ia mulai terjebak pukul 08:30 WIB. Hingga sore kemarin, ia masih menunggu keputusan dari tempatnya bekerja, mulai dari kebijakan WFH sampai dengan persyaratan yang harus dilengkapi untuk lolos dari titik penyekatan, sebelumnya ia tidak menerima informasi apapun.

“Belum sih, saya belum dapat informasi suruh bikin gitu-gituan (STRP), mungkin karena baru diberlakukan lagi, belum ada yang tau kali (dari kantor),” katanya.

Senada, dua pekerja lainnya yang ditemui di lokasi juga mengaku belum mengetahui kebijakan PPKM darurat ini. Mereka tetap melaju dari arah Jakarta menuju Bekasi untuk bekerja.”Merepotkan, harusnya dibikin sosialisasi dululah dari jauh hari. Kayanya cari jalan lain ya,” kata karyawan salah satu perusahaan di Cibitung, Bobi Siahaan (40).

Sementara itu, pekerja perusahaan jaringan internet fiber optik, Tatang (38) mengaku hendak pergi ke wilayah Bekasi lantaran ada pekerjaan yang harus dilakukan. Jika tidak dikerjakan hari itu, ia dianggap tidak absen bekerja.

Setiap hari ia bekerja di lapangan, tidak ada pemberitahuan dari perusahaan tempatnya bekerja. Penyekatan seperti yang terjadi saat PPKM darurat ini diakui menyulitkan ia dan pekerja lapangan lain, meskipun ia mengaku tidak keberatan dengan usaha pemerintah untuk menekan angka penyebaran Covid-19.”Paling kalau sales Jakarta masih bisa ya, saya nggak tau kalau Bekasi di sekat,” terang Tatang.

Ketidaktahuan para pekerja ini diakui oleh Kapolres Metro Bekasi Kota, Kombes Pol Aloysius Suprijadi, ia mendapati banyak pekerja belum melakukan WFH. Sehingga, petugas perlu menyeleksi mana pekerja di sektor yang diizinkan untuk tetap beroperasi, mana yang tidak diizinkan beroperasi. Seleksi pada pengguna jalan ini membuat ruas jalan di sekitar penyekatan macet.

“Sehingga terjadi kepadatan di penyekatan ini, terutama ini adalah hari pertama, mereka belum tau. Mereka berangkat, belum tau jadwal dari kantornya untuk kerja dari rumah, sehingga banyak yang masih berangkat ke kantor,” ungkapnya.

Akibat situasi yang terjadi pagi hari kemarin, petugas merubah skema penyekatan di titik ini. Perubahan skema di kedua arah dilakukan untuk menghindari kemacetan parah pada waktu pulang kerja, atau keesokan harinya.

Sebelumnya, pengendara dari kedua arah diputar balik di titik yang sama melalui Jalan Raya Jatibening. Memasuki sore hari, barier atau pembatas jalan untuk memutar balikkan pengendara dari Bekasi menuju Jakarta digeser mundur, sehingga pengendara dari arah sebaliknya dapat leluasa berputar.

“Dari Jakarta sekarang kami minta ke kanan untuk menuju Jatiasih (melalui Jalan Raya Jatibening), sehingga nanti akan balik lagi ke kanan. Yang dari Jatiasih karena kebanyakan dari Jakarta untuk keluar tol, nanti balik lagi ke Jakarta, ini strategi yang kami terapkan untuk sore ini, jadi beda seperti yang pagi hari ya,” terang Kasat Lantas Polres Metro Bekasi Kota, AKBP Agung Pitoyo.

Pengendara dari arah Bekasi menuju Jakarta di sekat di simpang sebelum Sumber Artha, pengendara juga tidak bisa belok ke kiri menuju Jalan Kincan lantaran barier berisi air telah diletakkan untuk menyekat pengguna jalan.”Sedang yang dari Bekasi tidak bisa ke luar ke Jakarta dari Caman sana, kita teruskan agar dia balik lagi ke Bekasi,” tambahnya.

Terpisah, Kapolres Metro Bekasi, Kombes Pol Hendra Gunawan mengaku menambah titik penjagaan di enam kawasan perumahaan. Menurutnya, penjagaan akan juga akan dilakukan di sektor mikro, mulai dari tingkat desa sampai tingkat kawasan perumahaan.

Sementara, untuk penyekatan di jalan hanya ada di Kedungwaringin dan Tambun Selatan. “Ada beberapa kawasan perumahaan yang kita lakukan penjagaan. Saat ini di kawasan perumahaan Deltamas, Grand Wisata, Lippo, Jababeka, Mekar Indah dan Harapan Indah,” ujarnya kepada Radar Bekasi, Senin (5/7).

Dirinya menegaskan, penambahan titik penjagaan ini untuk meminta kepada seluruh masyarakat tidak beraktivitas diluar rumah.Atau tidak masuk kategori kegiatan esensial maupun kritikal. “Selain masyarakat yang beraktivitas biasa, juga ada beberapa kegiatan industri yang masuk dalam kategori non esensial. Ini kita putar balikan, supaya ada pengurangan aktivitas masyarakat,” tuturnya.

PLH Sekda Kabupaten Bekasi, Herman Hanapi mengaku, ASN tetap bertugas seperti biasa. Namun memang, ada beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) atau dinas yang harus Work From Home (WFH), karena mungkin non esensial.

Dirinya menjelaskan, misalkan OPD yang menyangkut keuangan, tetap masuk 50 persen. Kemudian, ada juga yang 75 persen di rumah, selebihnya 25 persen di kantor. Lalu, OPD yang mendasar seperti Satpol PP, Kesehatan, 100 persen masih Work From Office (WFO), tetap di kantor.

“Saya sudah sampaikan ke BKD, mana dinas yang harus WFH atau WFO, secara rinciannya. Sejauh ini, untuk pemerintahan tetap berjalan seperti biasa. Dinas-dinas ini sudah diberikan edaran. Jadi acuannya surat edaran itu,” sambungnya. (sur/pra)