RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pemilihan Wakil Bupati (Pilwabup) Bekasi yang dilakukan DPRD Kabupaten Bekasi pada 18 Maret 2020 lalu dinilai cacat hukum secara prosedur atau inkonstitusional. Sehingga Kementerian Dalam negeri (Kemendagri) memutuskan hasil pemilihan tersebut tidak sah.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mengungkapkan, ada persoalan dalam proses Pilwabup Bekasi sehingga pihaknya menolak hasilnya. Pertama, nama yang diusulkan belum ada kesepakatan dari partai pengusung. Kemudian usulan nama ke DPRD bukan melalui bupati.
Tito menjelaskan, secara aturan usulan ke DPRD harus melalui bupati. Namun dari keterangan Almarhum Bupati Eka Supria Atmaja, usulan tersebut tidak melalui dirinya. Sehingga pada saat proses pemilihan, pemerintah provinsi menyampaikan bahwa prosesnya tidak sesuai dengan aturan.
“Proses Pilwabup memang ada persoalan mengenai prosedur. Nama yang diusulkan itu harus disepakati oleh parpol pengusung. Kemudian aturannya, usulan ke DPRD melalui bupati. Saat itu menurut Almarhum Bupati Eka Supria Atmaja, tidak melalui dia,” ujarnya saat mengunjungi kantor Pemerintahan Kabupaten Bekasi, belum lama ini.
Untuk diketahui, dua nama yang diusulkan yakni, Ahmad Marzuki dan Tuti Nurcholifah Yasin, tidak disepakati oleh keempat partai pengusung, Golkar, Nasdem, Hanura, dan PAN. DPRD tetap menggelar paripurna pemilihan Wabup Bekasi pada 18 Maret 2020. Dan DPRD menyerahkan hasil pemilihan kepada Kemendagri untuk selanjutnya mengusulkan pelantikan wakil bupati terpilih.
Kemendagri atas saran Pemerintah Provinsi Jawa Barat menolak hasil pemilihan karena diketahui proses pemilihan tersebut tidak dijalankan sesuai prosedur. Namun demikian jika partai pengusung sudah bulat untuk mengusulkan dua nama Cawabup Bekasi. Kemudian diajukan kepada Gubernur dan Kemendagri, akan diproses.
“Kalau seandainya sudah ada kekompakan, dan kemudian disepakati, yang lama disetujui, sebetulnya bisa pakai yang lama. Asalkan mereka menyetujui yang lama sudah selesai. Tapi kalau masih banyak yang mempermasalahkan akan kita kaji lagi aturannya,” jelasnya.
Seharusnya, 18 bulan sebelum akhir masa jabatan tidak bisa digantikan lagi. Akan tetapi kata Tito, pihaknya akan mengkaji lagi. “Nanti kita kaji lagi, apakah ada celah hukum ditingkat itu. Karena kami juga ingin ada pimpinan yang kuat dan legitimate,” tuturnya.
Menyikapi itu, Dosen Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jaya, Anggraeny Haryani Putri mengungkapkan pengisian kekosongan jabatan Wakil Bupati (Wabup) Bekasi sudah tidak bisa dilakukan, mengingat sisa masa jabatan dibawah dari 18 bulan. Hal itu berdasarkan UU 10 tahun 2016, pasal 176 ayat 4 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota menjadi Undang-Undang.
“Maka, jelas jika menimbang akhir masa jabatan Bupati dan Wakil Bupati Bekasi akan berakhir pada 2022, dapat dikatakan tidak lebih dari 18 bulan, sehingga tidak dapat diterapkan pengisian kekosongan jabatan,” ucapnya kepada Radar Bekasi, Minggu (25/7).
Dirinya menyarankan, agar semua yang dilakukan harus sesuai dengan Undang-undang yang berlaku,”Sehingga tidak terdapat penyimpangan, yang dapat berakibat batal demi hukum,” tukasnya.
Sementara itu, PJ Bupati Bekasi, Dani Ramdan menuturkan pengisian jabatan bupati sudah di holding oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sementara dirinya hanya ditugaskan mengisi kekosongan dengan fokus penanggulangan pandemi Covid-19, khususnya selama PPKM Darurat.
“Saat ini proses Pilwabup menunggu keputusan dari Kemendagri. Jadi apapun nanti yang diputuskan oleh Menteri saya siap. Kalau sekarang saya fokus agar PPKM ini tidak ada ekses, itu yang penting,” ungkapnya.
Sekedar diketahui, pemilihan Wabup Bekasi Sisa Masa Jabatan 2017-2022 digelar DPRD Kabupaten Bekasi melalui Sidang Paripurna pada 18 Maret 2020. Pemilihan tersebut dihadiri 40 anggota DPRD Kabupaten Bekasi dari total 50 anggota, dan diikuti dua calon wakil bupati, yakni Akhmad Marjuki dan Tuti Nurcholifah Yasin dengan perolehan 40 suara untuk Akhmad Marjuki dan 0 suara untuk Tuti Nurcholifah Yasin. (pra)











