RADARBEKASI.ID, BEKASI SELATAN – Jumlah ibu meninggal dunia akibat Covid-19 saat melahirkan kian meningkat beberapa waktu terakhir ini. Akibatnya, sang bayi terpaksa tidak bisa mendapat air susu ibu (ASI) yang seharusnya menjadi sumber makanan utamanya. Namun, pencarian donor ASi perlu kehati-hatian bahkan skrining tambahan sejak sebelum pemerahan hingga akhirnya diberikan ke bayi.
Sampai saat ini Pandemi Covid-19 belum menunjukkan sinyal berakhir. Kemarin, total Kasus terkonfirmasi di wilayah Kota Bekasi tercatat 81.590 kasus, Kabupaten Bekasi mencatat 44.094 kasus. Dari jumlah keseluruhan kasus tersebut didominasi oleh masyarakat usia produktif, 20 sampai 59 tahun, 55 persen laki-laki dan 45 persen perempuan di wilayah Kabupaten Bekasi, 47 persen laki-laki dan 53 persen perempuan untuk wilayah Kota Bekasi.
Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Bekasi mencatat, selama pandemi ini menerima 100 orang yang konsultasi secara daring. Sejauh ini, AIMI bukan lembaga yang menerima atau menyalurkan ASI perah, kelompok ini hanya memberikan dukungan kepada para ibu melalui edukasi dan advokasi yang telah dilakukan.
Konsultasi diberikan kepada keluarga bayi melalui unit edukasi dan advokasi. Jumlah ini disebut tidak banyak, diluar itu masing-masing berkonsultasi secara pribadi kepada konselor yang tergabung dalam AIMI.
“Selama pandemi ini kita sekitar lebih dari 80 layanan konseling, mungkin hampir mendekati 100 konseling via online yang kita layani melalui salah satu unit di AIMI,” ungkap Ketua AIMI Bekasi, Farida Ayu Erikawati.
Wanita yang akrab disapa Ika ini mengaku, fenomena donor ASI sudah terjadi sejak sebelum pandemi. Namun, lantaran situasi yang tengah dihadapi oleh masyarakat saat ini, donor ASI menjadi semakin banyak.
Fenomena donor ASI harus disikapi dengan bijak, yang perlu diperhatikan adalah prinsip kehati-hatian. Diantaranya, kesehatan ibu pendonor harus dipastikan melalui pemeriksaan kesehatan, kehigienisan ASi saat berada di tempat penyimpanan, hingga aspek sosial agama.
“Jadi hal ini lah yang menimbulkan kekhawatiran dari banyak pihak mengenai resiko kesehatan yang mungkin saja timbul dari kondisi ini. Misalnya ASI perah yang didapatkan itu mengandung penyakit, kemudian ASI perah saat disiapkan atau diperah kemudian disimpan ternyata tidak higienis,” terangnya.
Menurutnya, sejauh ini praktek donor ASI masih dilakukan secara langsung antara ibu pendonor kepada keluarga bayi penerima ASIP, belum ada bank ASI di Indonesia. Maka cara yang paling baik saat ini adalah melalui Fasilitas Kesehatan (Faskes) yang tentu sudah memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP).
Selain dilakukan di Faskes, donor ASI paling baik dilakukan dengan keluarga dekat, atau pendonor yang masih memiliki hubungan keluarga. Beberapa pertimbangannya adalah donor ASI yang hanya bersifat sementara, sedangkan kebutuhan bayi atas ASI terus menerus, paling baik bayi mendapat asupan ASI sampai usia dua tahun.
Lebih dalam Ika menjelaskan hirarki pemberian suplementasi menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), suplemen nutrisi terbaik nomor satu adalah ASI langsung maupun diperah oleh ibu bayi, kedua melalui donor ASI, ketiga melalui pengganti ASI yakni susu formula sesuai dengan rekomendasi dokter atau Tenaga Kesehatan (Nakes).
Standar emas pemberian makanan pada bayi adalah melalui ASI eksklusif, dilakukan sampai bayi berusia enam bulan. Dilanjutkan dengan penambahan makanan tambahan mulai dari enam bulan sampai usia dua tahun. Pemberian ASI donor ini sangat bergantung pada ketersediaan ASIP.”Memang di Indonesia menjadi hal yang dianjurkan kepada ibu dan juga sebenarnya berdasarkan konferensi kesehatan dunia sejak tahun 1992,” tukasnya.
Pada masa pandemi seperti ini, ibu harus tetap menyusui dengan memperhatikan protokol kesehatan. Pertama, tetap menggunakan masker, tetap mencuci tangan dengan sabun, terakhir memastikan benda disekitar dalam keadaan bersih dengan proses desinfeksi menggunakan desinfektan.
Bagi ibu yang memerah susu, maka selain tiga hal tadi, tempat menyimpan ASIP dan alat pompa tidak boleh luput kebersihannya. Pesan kepada ibu hamil agar memperkaya informasi tentang semua hal berkaitan dengan proses menyusui dari sumber terpercaya, salah satunya bisa diakses melalui media sosial AIMI.
Meninggal dunianya ibu atau ayah seorang anak lantaran terpapar Covid-19 menyebabkan anak harus berjuang melanjutkan hidupnya. Salah satunya bahkan sempat menyita perhatian publik saat seorang anak berusia 10 tahun harus menjalani isolasi mandiri seorang diri di Kalimantan Timur.
Beberapa waktu lalu Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi meyakinkan jaminan anak dalam situasi ini, salah satunya adalah jaminan pendidikan di sekolah negeri mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP). Namun, untuk tingkat sekolah lanjut (SMA/K) ia belum bisa memberikan kepastian, karena menjadi kewenangan pemerintah provinsi.
“Mudah-mudahan anak-anak itu bisa menjadi prioritas ya, karena kalau dari bantuan sosial pasti kan sudah melekat itu. Tinggal kedepan kita lihat kebijakannya bagaimana,” ungkapnya.
Tentang usia kematian, ia mengakui bahwa pihaknya belum mendata secara detail. Secara umum, kasus kematian didominasi oleh pasien usia lanjut dan memiliki latar belakang penyakit bawaan.”Yang kena usia produktif memang tinggi, tapi kematian ada pada angka yang Lansia dan punya komorbid (penyakit bawaan),” tambahnya.
Data kasus terkonfirmasi sampai dengan pekan ini, tercatat 19,33 persen usia anak, 68,42 usia produktif, 10,29 usia lanjut, dan 1,9 dengan keterangan lain-lain.
Salah seorang warga Harapan Indah, Cyntia (28) mengaku tergerak hatinya berbagi Air Susu Ibu Perah (ASIP) kepada bayi yang membutuhkan. Niat baiknya juga ia unggah di laman Instagram miliknya, ASIP diutamakan bagi bayi prematur, ibu bayi Isoman, meninggal dunia, atau kondisi lain yang tidak memungkinkan bayi menerima ASI secara langsung dari ibunya.
Cyntia memaparkan data diri dan anaknya secara lengkap sesuai kebutuhan kriteria bagi penerima ASIP, diantaranya tidak memiliki riwayat penyakit HIV, Hepatitis B, dan penyakit bawaan menular lainnya. Donor dimulai bulan Juli kemarin saat ia tengah menyusui anaknya yang kedua, hal serupa juga pernah ia lakukan pada saat menyusui anak pertamanya.”Sebenarnya pas mau donor, ada niat untuk donor ke bayi yang ibunya kena Covid-19, ataupun meninggal, tapi pada saat itu belum ketemu yang cocok,” katanya kepada Radar Bekasi, Kamis (5/8).
Sejak bulan Juli kemarin, ia mendonorkan ASI nya kepada satu bayi. Donor dilakukan untuk waktu jangka panjang, beruntung bayi yang menerima ASIP hanya berjarak beberapa hari saja dengan anaknya.
“Karena bayinya alergi susu sapi atau susu formula. Sudah konsumsi susu alergi pun masih kambuh dan menyebabkan HB bayinya turun. Bayinya sampai harus transfusi darah beberapa kali, dan saya nggak tega bayangin bayi ditusuk jarum,” tambahnya.
Hematnya, ASI penting bagi bayi, pertama, mudah dicerna sehingga kecil kemungkinan menimbulkan masalah pencernaan. Terlebih pada masa pandemi, penting lantaran ASI mengandung antibodi, membuat bayi tidak mudah terpapar virus.”Intinya ASI itu makanan yang sempurna untuk bayi kita. Saya berharap ibu-ibu lain tetap mau memperjuangkan ASI untuk anaknya,” tukasnya. (Sur)











