Berita Bekasi Nomor Satu

Heri Koswara: Pasar Tani Harus jadi Model Pertemuan Langsung Petani dan Konsumen

Heri Koswara saat belanja sayuran dan kebutuhan pokok di pasar tradisional. Foto istimewa.

RADARBEKASI.ID, BEKASI-Panjangnya matarantai pertanian mendorong harga produk mahal di tingkat konsumen. Sementara di level petani hasil panen dihargai murah. Dibutuhkan ide dan kreativitas menciptakan produk tani murah bagi konsumen dan menguntungkan petani.

Begitu kata Heri Koswara ketika menjelaskan tentang komunitas Pasar Tani yang digagas relawan dan diresmikannya pekan silam.

Menurut Heri Koswara kepada media, Pasar Tani berawal dari fakta panjangnya matarantai produk pertanian untuk sampai ke tangan konsumen.

Ada tiga bahkan empat titik yang harus dilewati. Mulai dari petani, pengepul besar, lapak di pasar, distributor dan pengecer. Baru sampai ke konsumen.

Panjangnya matarantai ini berdampak pada harga. Setiap titik ada cost yang meningkatkan harga jual. Selain itu, mata rantai yang panjang membuat produk pertanian seperti sayur dan buah menjadi tidak langsung sampai ke konsumen. Akibatnya kualitasnya menjadi turun.

“Sayur, daging dan buah menjadi tidak segar lagi,” kata Herkos didampingi ketua tim relawan sahabat Heri Koswara, Kamil Abu Bakar. Harga pun menjadi lebih mahal sementara petani tidak mendapat manfaat lebih.

Untuk itulah Komunitas Pasar Tani didirikan. Komunitas ini terdiri dari emak-emak. Kegiatannya adalah menjembatani produk petani langsung kepada konsumen. Targetnya, harga lebih murah sementara kualitas lebih segar.

Caranya, komunitas Pasar Tani ini memiliki jaringan di sumber pertanian. Ada beberapa petani sayur dan buah yang diakses sebagai partner. Petani ini siap dengan produknya kapan saja dibutuhkan.

Komunitas ini siap mengambilnya. Bahkan untuk sayuran adakalanya memesan langsung dari Lembang, Jawa Barat. Sementara daging dan telur juga dari peternak langsung.

Teknisnya, pesanan dikolektif dulu. Dengan menggunakan fasilitas WA group teknis ini menjadi mudah. Saat pesanan bergulir petani di sumber produksi menyiapkan.

Pada waktunya barang dari petani langsung dikirim ke lapak pemesan. Lapak pemesan bisa digagas oleh ibu-ibu komunitas ini.

“Jadi praktis, dari petani produk ini sampai ke konsumen yang membutuhkan satu tempat transit, yakni lapak komunitas,” kata Heri Koswara.

Nah, tentunya lapak memperoleh margin. Lumayan, tambahan untuk uang jajan anaknya.

Herkos ingin model jaringan distribusi ini terus dikembangkan dengan dua sasaran utama. Kualitas barang lebih baik dan terjamin, sementara petani punya nilai tambah meski konsumen membayar lebih murah. Kalau bukan kita, siapa peduli. (zar)