DARI luar terlihat tenang. Di dalamnya terasa sangat gemuruh: kapan Muktamar NU ke-34 .
Seharusnya pada tahun 2020.
Tapi ada Covid-19 .
Terlambat.
Hingga Covid-19 mereda.
Masa jabatan manajemen diperpanjang: sampai Kongres berikutnya.
Hingga akhir tahun 2021, Covid-19 telah mereda. Sebuah konferensi besar NU diadakan. Hasilnya: Kongres ke-34 diadakan pada 24-25 Desember 2021.
Ternyata ada gelombang ketiga ancaman Covid. Ditambah sesuatu yang tidak terduga: varian baru dari Omicron . Yang menyebar enam kali lebih cepat dari varian Delta. (Disway: Breaking Disway: Varian Baru ).
Pemerintah pun memutuskan: penguncian terbatas – PPKM level 3 – mulai 24 Desember 2021. Artinya, konferensi harus dibatalkan. Anda bisa mundur. Atau maju.
Seharusnya tidak ada masalah. Ini biasa-biasa saja. Lagipula, aku sudah kembali selama setahun. Apa yang beratnya kembali sedikit lebih. Atau maju sedikit.
Saat itulah dia berpikir dia sehat.
Padahal, ambisi bisa membuat pikiran seseorang menjadi tidak sehat.
Terbukti: ada yang ngotot mundur, 31 Januari 2022. Ada juga yang ngotot maju: 17 Januari 2021.
Ada juga yang kalem: seperti KH Imam Jazuli dari pesantren Bina Insan Mulia Cirebon. “Kan bisa lewat di jalur . Pada setiap saat,” katanya. Dia tidak terlalu serius dengan lamarannya. Ia hanya mengingatkan: bagi yang tidak berambisi kencan pun tidak masalah. Juga secara online.
Soalnya: ada camp 1 dan camp 2.
Benteng 1 merasa akan lebih banyak waktu jika Muktamar ditunda. Siapa tahu situasi dukungan masih bisa berubah. Terutama dukungan tak terlihat – dari jin di era digital.
Benteng 2 terasa sudah melayang. Dukungan itu bulat. Termasuk yang dari jin digital. Kalau bisa maju, tentu lebih baik. Tidak akan ada “angin”. Apa yang harus mundur? Siapa tahu akan ada perubahan dukungan.
Mendukung adalah masalah utama. Lebih tepatnya: mengundang dukungan adalah kebiasaan baru NU yang sudah ada sejak lama – setidaknya sejak Muktamar di Jombang atau di Makassar.
Benteng 1 : KH Said Agil Siroj . Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dua periode. petahana .
Benteng 2: KH Yahya Staquf . Sekretaris Aam Syuriah PB NU. Dia adalah adik dari Menteri Agama saat ini.
Keduanya bagi saya adalah orang-orang hebat. Anda adalah seorang sarjana. Keduanya berpikir modern. Sama-sama moderat.
Bagi saya, siapapun yang terpilih sangat baik untuk NU – dan untuk Indonesia.
Jika saya menjadi pemerintah, saya akan meninggalkan Kongres ini. Sambil membiasakan demokrasi tumbuh subur di NU. Sekaligus menciptakan iklim persaingan yang bersih.
Jika KH Said Agil terpilih, NU akan tetap besar.
Jika KH Yahya Staquf terpilih, NU tidak akan lemah.
Itu hanya dari hebat menjadi lebih besar. Atau dari hebat menjadi hebat.
NU beruntung: memiliki dua calon ketua umum yang salah tidak salah.
Apakah pemerintahan Presiden Jokowi mendukung?
Saya tidak melihat bias seperti itu. Sampai kemarin.
Tapi sudah biasa: masing-masing kubu menyuarakan—dengan bisikan tetangganya Iis Dahlia—seperti yang didukung oleh penguasa. Padahal yang berkuasa hanya bisa tenang.
Benarkah mereka yang berkuasa diam?
Mungkin Presiden Jokowi akan tenang. Bagaimanapun, keduanya aman untuk negara.
Namun Presiden Jokowi memiliki menteri agama yang ditafsirkan berpihak pada Yahya Staquf. Presiden Jokowi juga memiliki Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin. Yang ditafsirkan berpihak pada KH Said Agil Siroj.
Begitu banyak yang diperhitungkan: siapa yang berbisik lebih keras – bahkan jika mereka yang dibisikkan ingin mendengarkan.
Jadi, kapan Kongres?
Tentu tergantung keputusannya.
Keputusan siapa?
Tentu saja keputusan PB NU.
Masalahnya: PB NU tidak bisa memutuskan.
Agar keputusan itu sah, pengurus inti PB NU harus hadir. Kemudian sepakat untuk mengambil keputusan.
Yang disebut pengurus inti paling banyak adalah empat orang: Rais Aam Syuriah, Katib Aam Syuriah, Ketua Umum PB NU, dan Sekretaris Jenderal PB NU.
Dua lainnya dari dewan syariah dan dua lainnya dari dewan eksekutif. Syuriah dan Tanfidziyah.
Pertemuan dimaksud pernah diadakan. Dua orang dari Tanfidsiyah tidak hadir. Berarti tidak ada keputusan. Jadi Rais Aam membuat keputusan sendiri, ditandatangani sendiri: Muktamar maju pada 17 Januari 2021.
Surat itu dipertanyakan: dianggap tidak sah.
Jika akan ada Muktamar pada tanggal 17 Januari, pihak lain tetap akan mengadakan Muktamar pada tanggal 31 Januari 2022.
Sepertinya kedua benteng ini sulit untuk disatukan. Sulit untuk menemukan. Tidak ada lagi figur yang masih bisa dianggap netral.
Bagaimana dengan Badan Arbitrase yang dibentuk untuk menjadi mediator?
“Sepertinya juga tidak di tengah,” kata Kiai Imam Jazuli, lulusan Al-Azhar Kairo.
“Kamu tidak bisa menjadi penengah?” tanya saya.
“Tidak bisa. Saya hanya ingin menyelamatkan PKB,” katanya. “Saya minta PKB tidak ikut. Alhamdulillah sampai sekarang belum terlihat berpihak,” kata Kiai Imam Jazuli.
Partai PKB adalah rumah besar warga NU—walaupun masih lebih banyak warga NU yang memiliki rumah sendiri. (Dahlan Iskan)