Berita Bekasi Nomor Satu

Guru BK Harus Bersikap Ramah

Yusuf, Ketua MGBK SMK Kota Bekasi

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Guru Bimbingan Konseling (BK) memiliki peran penting dalam lingkungan satuan pendidikan. Yakni, membantu peserta didik mengatasi masalah yang dihadapinya. Oleh karena itu, penting untuk bersikap ramah.

Guru BK di sekolah memberikan beberapa layanan kepada siswa untuk menuntaskan masalahnya. Antara lain, konseling klasikal, konseling kelompok, dan konseling individu. Melalui Musyawarah Guru Bimbingan Konseling (MGBK) senantiasa menstimulasi para guru BK dengan informasi kegiatan peningkatan kemampuan tenaga pendidik yang bisa diikuti.

Dengan begitu, pelayanan terhadap siswa dapat terus dioptimalkan dengan baik dan persoalan siswa baik di rumah maupun sekolah dapat terselesaikan dengan mudah.

Ketua MGBK SMK Kota Bekasi Yusuf Maulana Prawata mengungkapkan bahwa menjadi guru BK di sekolah tidak mudah. Guru BK harus mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh siswa, baik di sekolah maupun rumah.  Seperti masalah akademik, masalah sosial, masalah pribadi dan lainnya.

“Secara umum masalah-masalah yang dihadapi siswa saat ini yaitu jenuh, kurangnya motivasi belajar dan miss orientasi belajar. Nah, permasalahan ini lah yang harus kita tuntaskan,” ujarnya kepada Radar Bekasi, Sabtu, (4/12).

Yusuf-begitu ia disapa- menjelaskan, konseling yang dihadirkan BK memiliki kadar penanganan yang berbeda-beda. Untuk konseling klasikal sendiri dihadirkan seluruh siswa dalam sebuah ruangan ataupun forum diskusi secara daring.

Sehingga guru BK dapat memberikan motivasi atau tema pembicaraan yang relevan dengan permasalahan-permasalahan yang ada di sekolah.

“Untuk konseling klasikal ini diberikan secara umum kepada siswa, jadi sifatnya tidak individual. Tema yang diberikan juga sifatnya relevan, kadang tema pembicaraan kita ambil dari persoalan yang memang ada di sekeliling mereka, pelayanan ini diberikan agar siswa memiliki motivasi yang sama,” tuturnya.

Sementara konseling kelompok, siswa tidak dihadirkan secara menyeluruh. Melainkan dengan jumlah siswa yang terbatas, antara 7 sampai dengan 12 orang.

Dengan pembahasan tema yang ditentukan atau sesuai dengan keinginan siswa, konseling kelompok ini merupakan tindak lanjut dari konseling klasikal bagi siswa yang memang membutuhkan motivasi lebih khusus dari guru BK.

“Konteks pembicaraan kami dalam konseling klasikal dan kelompok ini lebih kepada memberikan motivasi kepada siswa, seperti kami guru BK memberikan arahan bahwa selepas SMK nanti mereka bisa bekerja, berwirausaha, kuliah dan lain-lainnya. Jadi kedua layanan ini memang dibutuhkan oleh siswa,” jelasnya.

Kemudian konseling individu, jarang dihadapi oleh guru BK di sekolah. Sebab permasalahan yang dihadapi di luar sekolah tidak selalu ingin diungkapkan oleh siswa. Terkecuali permasalahan tersebut sangat mengganggu dan berpengaruh kepada urusan sekolah seperti pengerjaan tugas.

Konseling individu ini lebih kepada kemauan siswa untuk sharing kepada guru BK di sekolahnya masing-masing. “Secara umum guru BK lebih banyak menangani permasalahan siswa di sekolah. Kalo untuk permasalahan di luar sekolah seperti konteksnya permasalahan keluarga atau pergaulan sosial, itu lebih kepada kemauan siswa saja mau atau tidaknya sharing, biasanya kalo mau siswa akan hadir sendiri ke ruangan BK,” ucapnya.

Guru BK memiliki jargon “BK Adalah Sahabat Siswa”.  Jargon ini sengaja terus didengungkan agar guru BK selalu teringat harus ramah dan menghindari diri dari sikap-sikap yang tidak mencerminkan sebagai guru BK. “Kita harus tetap menyuarakan jargon ini, agar guru BK senantiasa ingat bahwa mereka tidak boleh memiliki sifat-sifat yang tidak mencerminkan sebagai guru BK, seperti marah-marah tanpa kejelasan, mencari-cari kesalahan. Karena tugas kami adalah menyelesaikan masalah yang ada,” pungkasnya.

Pria berusia 44 tahun ini tak hanya aktif sebagai guru BK. Ia juga kerap menjadi pembicara dalam bidang pendidikan maupun non pendidikan.

“Untuk pembicara non pendidikan, saya sering diundang oleh perkumpulan atau instansi, sementara sebagai pembicara pendidikan saya sering diundang ke beberapa sekolah maupun perguruan tinggi,” ujarnya.

Bagi Yusuf, menjadi pembicara merupakan sebuah kesempatan untuk berbagi pengalaman. Selain itu, juga menjadi sebuah tantangan.

Yakni, bagaimana caranya menyampaikan isi pembicaraan dapat bermanfaat dan tidak menjadi kenangan yang berlalu selepas menyimak tema pembicaraan. Untuk tema pembicaraan, diberikan sesuai dengan acara .

“Tidak sulit karena saya menganggap ini sebagai sebuah tantangan yang tidak saya dapatkan di dalam dunia pendidikan, saya senang berbagai pengalaman dan memberikan semangat kepada para pelajar ataupun yang sebaya dengan saya,” ucapnya.

Selama menjadi pembicara, banyak hal yang didapatkan, antara lain pengalaman dan teman baru. Menurutnya ketika menjadi seorang pembicara ia harus bisa mencairkan suasana dan membangkitkan semangat. “Setiap mengisi suatu acara sebagai pembicara saya harus menempatkan diri saya, bagaimana saya membangun suasana agar lebih rileks dan tidak tegang supaya materi yang saya sampaikan bisa diterima dengan baik oleh para tamu undangan,” pungkasnya. (dew)

BIODATA

Yusuf Maulana Prawata

Lahir: Bandung, 22 Februari 1977

Pendidikan:

  • SDN Rawa Bambu II Bekasi (1989)
  • SMPN 243 Jakarta (1992)
  • SMA Budaya Jakarta (1995)
  • S1 BK Universitas Islam Assyafi’iyah (2013)
  • S2 BK Universitas Negeri Jakarta (2021)