Berita Bekasi Nomor Satu

Rohim : Nasdem Sudah Tak Idealis

Rohim Mintareja

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Kemunduran Rohim Mintareja dari Ketua DPD Nasdem Kabupaten Bekasi, bukan hanya sebatas ingin fokus dalam bisnis. Melainkan, karena kecewa dengan DPW Nasdem Jawa Barat yang mengeluarkan surat persetujuan pelantikan Ahmad Marjuki sebagai Wakil Bupati Bekasi, tanpa sepengetahuan DPD.

Rohim menceritakan, surat rekomendasi Calon Wakil Bupati (Cawabup) Bekasi yang dikeluarkan oleh Nasdem yakni Tuti Nurcholifah Yasin dan Dahim Arisi. Namun, kenapa secara tiba-tiba DPW mengeluarkan surat persetujuan Akhmad Marjuki sebagai Wakil Bupati, yang diserahkan ke DPRD Kabupaten Bekasi. Kata Rohim, di dalem Undang-Undang itu untuk mengusung calon Wakil Bupati itu harus keputusan dari DPP, bukan dari DPW.

“Ada surat dari DPW Nasdem ke DPRD, yang diterima oleh Wakil Ketua, yang menyatakan bahwa menyetujui hasil paripurna pemenangan Marjuki. Itu kan tidak termasuk di dalam Undang-Undang. Nasdem itu sampai terakhir saya mundur rekomendasinya masih tetap ke Tuti Nurcholifah Yasin dan Dahim Arisi,” ujarnya kepada Radar Bekasi, Senin (6/12/2021).

Dirinya menduga, ada permainan antara DPW Nasdem dengan Akhmad Marjuki. Oleh karena itu, dirinya memutuskan mengundurkan diri dari Nasdem. Pasalnya, alasan dirinya masuk ke Nasdem karena menyukai slogannya, anti mahar. “Itu alasan lain saya mengundurkan diri. Tidak ada idealismenya Nasdem kalau begitu, sama dengan partai lain yang bisa dibeli. Apa istimewanya Nasdem,” ucapnya.

Padahal, Mantan Wakil Bupati Bekasi ini menegaskan menolak politik uang,”Kalau saya mau terima uang, dari dulu sudah kaya. Karena sudah beberapa kali di tawarin, tapi saya enggak mau, karena yang Saya pikirin orang banyak (warga Kabupaten Bekasi),” katanya.

Dia mengaku tidak mempersoalkan latar belakang Akhmad Marjuki, namun dia menyayangkan penegakan hukum yang tumpah tindih,”Sekarang itu, dari pemerintah pusat sampai DPRD, semuanya itu menabrak undang-undang, itu yang saya tidak suka,” ungkapnya.

Sementara itu, Pengamat Politik Universitas Islam 45 Bekasi, Harun Al Rasyid, langkah mengajukan gugatan merupakan upaya yang positif. Kata dia, upaya hukum merupakan hak setiap orang untuk mempertanyakan sesuatu yang dianggapnya tidak sesuai. Pasalnya, apabila dibawa ke ranah politik tidak menyelesaikan masalah. Justru akan menambah masalah.

“Apa yang dilakukan Bu Tuti mekanismenya memang sudah diatur dalam hukum kita. Kalau dinilai ada yang tidak sesuai secara hukum lebih baik diajukan ke pengadilan,” ujarnya.

Tentunya Harun menilai, gugatan hukum ini menjadi preseden baik dalam demokrasi politik di Kabupaten Bekasi. Walaupun memang, dari pada mengerahkan massa, lebih baik menempuh jalur hukum. “Ini menjadi preseden baik dalam demokrasi politik di Kabupaten Bekasi,” jelasnya.

Persoalan pengisian wakil bupati ini, kini berada pada tanggung jawab Kemendagri. Inkonsistensi yang dilakukan Kemendagri turut memicu persoalan baru pada proses pengangkatan kepala daerah ini. Disisi lain, alasan inkonsistensi ini tidak pernah disampaikan ke publik. Padahal, apa yang dilakukan Kemendagri merupakan kebijakan publik yang efeknya pun dirasakan publik.

Untuk itu, dirinya menegaskan gugatan PTUN ini secara tidak langsung dapat menjawab keingintahuan publik tentang apa sebenarnya yang terjadi pada proses pemilihan ini. Publik berharap dan berhak mengetahui apa yang terjadi.

“Publik tidak tahu kenapa bisa dilantik, kenapa awalnya tidak disetujui tapi jadi disetujui. Di tengah ada sesuatu yang tidak diketahui publik. Ini ketidakkonsistenan Kemendagri jadi preseden buruk. Maka pada gugatan PTUN ini harus dibuka, sebenarnya apa yang terjadi,” tukasnya. (pra)