Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Eksibisionis Mengancam Anak

Illustrasi pelecehan seksual

RADARBEKASI.ID, BEKASI SELATAN – Pengungkapan kasus pelecehan terhadap anak makin sering terjadi, setidaknya ada tujuh kasus yang diungkap oleh pihak kepolisian, semua korbannya anak-anak. Perilaku eksibisionis atau orang yang dengan sengaja menunjukkan alat kelaminnya di ruang publik, bahkan sebagian diantaranya masturbasi di ruang terbuka ternyata ikut menjadi faktor ancaman kejahatan seksual terhadap anak, bahkan orang dewasa pun bisa menjadi korbannya, mereka juga ikut meresahkan.

Ruang terbuka di Kota Bekasi beberapa kali menjadi lokasi aksi para pelaku eksibisionis, diantaranya di jalan raya. Bahkan sejumlah potongan video ramai di media sosial menunjukan perilaku negatif tersebut.

Video yang beredar di media sosial dewasa ini diduga terjadi di Kota Bekasi, rekaman video yang sampai saat ini belum diketahui pasti tanggal kejadiannya itu nampak pria masturbasi diatas sepeda motor. Jauh dari lokasi pria yang terekam kamera itu nampak ruang terbuka, ada beberapa masyarakat beraktivitas.

Perilaku eksibisionis ini nyatanya mengancam keselamatan anak dari kejahatan kekerasan seksual. Pelakunya, cenderung memilih anak sebagai sasaran pelampiasan nafsu lantaran kelemahan anak secara fisik dan psikologis.

Orang dengan perilaku ini terdorong oleh hasrat seksual dalam dirinya dengan fantasinya sendiri. Mereka bisa dengan sengaja memperlihatkan alat kelamin miliknya hingga masturbasi di muka umum, karena gairah seksual yang sangat tinggi.

Hasrat seksual yang terlalu tinggi pada seseorang akan mengganggu perilaku dan melampiaskannya kepada orang lain.”Apapun kalau semuanya berlebihan, tidak ditangani, akan merugikan. Sama seperti ini, bisa mengganggu atau berlanjut ke hal-hal yang tidak diinginkan, dan ini biasanya secara teori akan menjadi lebih ke pedofil, dia akan lebih ke anak-anak,” kata Psikolog dan konsultan psikologi, Dr Neil Aldrin, Kamis (27/1).

Pelampiasan hasrat seksual bisa juga terjadi dan menimpa orang dewasa. Namun, persentasenya sangat kecil, lantaran pertimbangan para pelakunya lebih banyak dan usaha yang harus dilakukan lebih ekstra, sementara hasrat seksual harus segera dilepaskan.

Secara psikologis, anak-anak akan tertarik dan mengikuti permintaan orang-orang terdekat dan dinilai baik. Kalaupun ada perlawanan dari korban anak ini, maka besar persentasenya kalah secara fisik oleh pelaku.”Dia (pelaku) tidak harus memikirkan ini gimana-gimana, tapi bagaimana dia bisa menyalurkan hasrat dia dengan cepat,” tambahnya.

Sekilas pelaku eksibisionis bukan tidak memiliki rasa malu, hanya saya rasa malunya tidak lebih besar dari dorongan hasrat seksual dalam dirinya. Juga, tidak semua yang mengeluarkan kelamin bisa disebut eksibisionis yang dalam ilmu psikologi termasuk pada gangguan perilaku, ada kondisi tertentu atau mendesak yang tidak bisa dikategorikan seseorang sebagai pelaku eksibisionis.

Lebih banyak penderita gangguan perilaku ini laki-laki, adapun perempuan menurut Neil cenderung sangat sedikit.

Jika sekilas dan sekali saja melihat perilaku ini, diyakini tidak akan mempengaruhi perilaku orang disekitarnya. Namun, pengaruh itu bisa muncul saat disaksikan berulang, atau tangkapan layar pelaku melancarkan aksinya di upload ke media sosial berpeluang disaksikan berulang, bisa memberikan pengaruh pada orang lain.

“Kalau (disaksikan) berulang jawabannya bisa iya bisa tidak, tergantung dari situasi dan kondisi orang yang menontonnya, artinya kalau dia sadar dengan hal itu dia tidak akan melihat lagi. Kalau orang yang terus penasaran, apakah dia akan bisa masuk dalam jerat sana, jawabannya bisa karena rasa penasaran itu,” ungkapnya.

Terlebih saat ini satu orang bisa memiliki lebih dari satu akun media sosial, setiap orang bisa menyamarkan identitasnya sebagai orang lain. Kenyataan dalam dunia media sosial ini bisa menjadi jebakan, seseorang bisa meng-upload video perilaku eksibisionisnya sendiri sebagai orang lain.

Kenyataan media sosial ini juga disampaikan oleh Ketua KPAD Kota Bekasi, Aris Setiawan. Tayangan hingga gambar syur bahkan perilaku eksibisionis ini bisa mempengaruhi orang dan membahayakan anak-anak lantaran kebebasan akses media sosial.

Tayangan semacam ini bahkan kata Aris bisa secara tidak sengaja dijumpai pada permainan game online untuk anak-anak, situs atau aplikasi jual beli, hingga alasan keuntungan ekonomis yang bisa diperoleh melalui konten yang dibuat.

Maka berbahaya jika tidak dilakukan pencegahan. Bahkan Presiden secara langsung telah menugaskan pembantunya untuk merespon serius kejahatan terhadap anak. Selain menjadi korban, anak-anak bisa menjadi pelaku pada masa mendatang setelah tumbuh dewasa.

“Fase kehancuran elemen pribadi seseorang karena pengalaman sebelumnya. Bisa terjadi pada masa kanak-kanak, atau (orang dewasa) pada rentang waktu yang singkat seperti maraton dengan berbeda-beda kejadian,” katanya.

Guna mencegah seseorang terpengaruh akibat menyaksikan kejadian tidak senonoh secara berulang, maka menurut Aris diperlukan pengawasan dan pengaturan segala macam bentuk dan jenis media sosial maupun aplikasi online oleh kementerian terkait.

Hal ini dijelaskan oleh Aris sempat menjadi salah satu pembicaraan dalam Rakornas oleh KPAI dan Bareskrim Polri, langkah pencegahan tengah dilakukan untuk mengantisipasi hal ini.

“Jadi memang dalam Rakornas itu Bareskrim Polri sedang membangun kalau di kita itu namanya MOU dengan Interpol, karena satu media sosial itu sebarannya sampai seluruh dunia. Itu yang dikhawatirkan,” tambahnya.

Tangkapan-tangkapan video syur yang tersebar di media sosial biasanya telah disertai efek buram. Meski tidak akan nampak jelas, namun tetap harus diimbangi dengan pendidikan karakter dan moral kepada anak, bisa dilakukan di rumah, sekolah formal, dan non formal.

Yang harus dihindari, menyerahkan seluruhnya pendidikan anak pada pendidikan formal atau nonformal, dengan kesan orang tua menyerahkan seluruhnya tanggung jawab kepada orang lain. Sehingga terjadi kekerasan seksual maupun kekerasan lain di tempat dimana hak-hak anak diserahkan sepenuhnya.

Selain anak, perempuan juga menjadi orang yang dirugikan, tidak luput dari rasa khawatir atas beberapa aksi eksibisionis yang terjadi di ruang terbuka. Bahkan, dugaan peristiwa semacam ini lebih dari jumlah yang diketahui publik secara luas, hanya saja tidak terekspose.

“Jelas merugikan, sebab yang melihat itu kan gak kejangkau berapa banyak, dan rentang usianya berapa aja. Kalau anak kecil atau di bawah umur pasti akan terekam di memori ingatannya, sangat berpotensi menjadi trauma,” ungkap Aktivis Perempuan Kota Bekasi, Nina Karenina.

Gangguan perilaku ini berpotensi membahayakan kaum perempuan dan anak. Jika dianggap perilaku yang normal dilakukan, berbahaya diikuti orang lain yang menyaksikan.

Kegiatan memvideokan peristiwa eksibisionis ini dinilai penting sebagai barang bukti pelaporan kepada pihak kepolisian. Namun, dinilai tidak pantas jika dikonsumsi untuk kepuasan pribadi terlebih disebarluaskan.

“Karena kan pasti bisa jadi konten yang viral da digoreng habis-habisan, apalagi kalau misal itu jadi perbuatan yang mengandung konten pornografi,” tambahnya.

Kepolisian terakhir kali ungkap kasus pelecehan seksual terhadap anak beberapa waktu lalu mengingatkan kepada masyarakat terlebih orang tua untuk melakukan pengawasan ketat kepada anak-anaknya saat beraktivitas di luar rumah. Masyarakat diminta untuk tidak ragu melaporkan segala macam dugaan pelecehan atau pencabulan terhadap anak menyusul beberapa laporan kasus yang terjadi akhir-akhir ini di Kota Bekasi.

“Agar dilakukan pengawasan yang ketat dan melekat terkait bermain dan pergaulan buah hati. Agar terhindar dari hal-hal yang dapat merusak masa depan,” ungkap Kapolres Metro Bekasi Kota, Kombes Pol Hengki.

Salah satu faktor yang melatarbelakangi kasus pelecehan dan pencabulan anak dibawah umur oleh tersangkanya adalah hasrat seksual yang tidak tersalurkan. Dalam aksinya para pelaku mengiming-imingi uang jajan kepada korban. (Sur)