RADARBEKASI.ID, CIKARANG TIMUR – Dampak kenaikan harga daging sapi yang merupakan salah satu bahan baku mie dan bakso, Paguyuban Pedagang Mie dan Bakso (Papmiso) Indonesia, berdialog dengan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, di pondok Mie dan Bakso Mas Ndawer, di Cikarang Timur, Kabupaten Bekasi.
Menurut Ketua Papmiso Indonesia, Bambang Hariyanto, kenaikan harga daging sapi yang kerap terjadi, sangat berdampak terhadap para pedagang bakso, dalam menjalankan usahanya. Ia menyampaikan, harga daging sapi lokal di pasaran sudah mencapai Rp 125.000, sedangkan daging impor asal India, berkisar Rp 140.000-Rp150.000 dari harga normal Rp 80.000-Rp100.000.
“Pak Menteri sudah mendengar keluh kesah kami tentang harga bahan baku yang naik di pasaran. Disaat perekonomian baru mulai berjalan lagi, kami malah dihantam dengan harga-harga kebutuhan di pasar mengalami kenaikan,” tuturnya usai dialog.
Pada posisi sekarang ini, Bambang mengaku, para pedagang mie dan bakso tidak mungkin menaikkan harga jual, karena bisa membuat para pembeli kabur. Oleh karena itu, dirinya meminta pemerintah, menyelesaikan persoalan harga ini.
“Kalau kami menaikkan harga bakso, pembeli pada kabur. Oleh karena itu, kami minta intervensi pemerintah, agar permasalahan ini bisa selesai,” harapnya.
Menyikapi hal itu, Menteri BUMN, Erick Thohir, mengajak para pedagang mie dan bakso, untuk memanfaatkan teknologi penyimpanan daging sapi melalui program pendanaan, serta pendampingan dari BRI. Dia menyampaikan, cold storage sebagai sistem penyimpanan daging, akan diuji coba di Kabupaten Bekasi.
Erick menjelaskan, sistem penyimpanan daging swadaya bagi para pedagang mie dan bakso, melalui skema koperasi pedagang dibutuhkan untuk menyiasati ketersediaan pasokan daging, terutama saat harga daging melonjak tinggi.
“Saya sudah bicara dengan paguyuban tukang bakso. Ini merupakan langkah penting, karena sebagai bentuk pelayanan kepada masyarakat, yang mayoritas juga senang makan bakso. Akan tetapi, jika harga bahan baku di pasaran tidak seimbang, ini juga harus diperhatikan,” terangnya.
Erick mengaku, tingginya kebutuhan daging masyarakat, khususnya pedagang mie dan bakso, memaksa pemerintah untuk melakukan impor daging, demi menjaga ketersediaan di pasaran. Sebagai importir, kenaikan harga tentu tidak bisa dihindari, dan tempat penyimpanan ini menjadi salah satu opsi mengurangi belanja saat harga daging melambung.
“Jadi, ketika harga daging mahal, para pedagang masih punya stok. Apalagi fluktuasi kenaikan harga daging ini meningkat, dan biasanya tiap tahun berulang-ulang. Ketika harga murah, bisa dibeli dan disimpan. Bukan berarti juga daging yang disajikan kualitasnya tidak bagus. Tetap ada komposisi daging bakso yang memang fresh. Itu yang kami coba lakukan perbaikan, sehingga ada solusi,” tandas Erick. (pra)