Berita Bekasi Nomor Satu

Tepatkah Subsidi Minyak Goreng?

Dimas Indra Purwanto, Badan Pusat Statistik, Statistisi Muda

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Sudah dua bulan terakhir isu mengenai minyak goreng ramai dibicarakan mulai dari ibu rumah tangga, pedagang, hingga pejabat. Bahkan dalam mesin google, minat warganet untuk mencari komoditas ini meningkat hingga puncaknya terjadi pada Bulan Januari. Lalu, sebenarnya seberapa penting komoditas ini hingga pemerintah sampai menggelontorkan anggaran triliunan rupiah guna menekan harga minyak goreng?

Pentingnya Minyak Goreng

Dewasa ini, sebagian besar masyarakat Indonesia menggunakan minyak goreng dalam kebutuhan sehari-hari. Hal ini tercermin dalam publikasi survei biaya hidup pada Tahun 2018 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dengan nilai konsumsi minyak goreng sebesar 4,25% dari total sub kelompok makanan di 90 kota besar di Indonesia. Dibandingkan dengan minyak kelapa yang hanya mempunyai share 0,001 persen, nilai konsumsi minyak goreng begitu besar. Oleh karenanya, gejolak harga yang terjadi pada minyak goreng akan berdampak pada sebagian besar masyarakat Indonesia mengingat terbatasnya komoditas substitusi yang berada pada rentang harga yang sama.

Fakta ini didukung dengan data kenaikan konsumsi minyak goreng per kapita dari hasil olah data SUSENAS. Pada tahun 2015, konsumsi minyak goreng sawit sebesar 10,33 liter per kapita per tahun. Angka ini meningkat 12 persen menjadi 11,58 liter per kapita per tahun pada Tahun 2020. Seiring jalan dengan bertambahnya penduduk, maka konsumsi minyak goreng di rumah tangga akan meningkat secara signifikan.

Di sisi lain, dari hasil kegiatan Sensus Ekonomi pada tahun 2016, tercatat hampir 4,5 juta usaha yang berada pada sektor penyediaan akomodasi dan penyediaan makan dan minum. Dari jumlah usaha tersebut, 99,5 persen diantaranya berstatus UMK. Oleh karenanya, tidak hanya entitas rumah tangga yang terkena dampak namun juga terdapat usaha akomodasi, makan, dan minum yang akan menanggung kenaikan harga minyak goreng, khususnya UMK.

Fenomena Kenaikan Minyak Goreng

Pada dasarnya pemerintah melalui Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri telah memperingatkan akan kenaikan harga minyak goreng pada Bulan November lalu. Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS), harga minyak goreng masih berada pada rentang 15-18 ribu pada pertengahan Bulan Oktober. Memasuki awal Bulan November, harga minyak goreng menembus harga 16 – 23 ribu rupiah dan berangsur naik hingga puncaknya terjadi pada pertengahan Bulan Januari dengan harga komoditas minyak goreng berada pada rentang 18-26 ribu rupiah.

Kenaikan harga minyak goreng juga tercermin dalam rilis data harga bulanan yang dilakukan oleh BPS. Komoditas minyak goreng, baik dalam skala harga konsumen maupun perdagangan besar mengalami kenaikan dalam 4 bulan terakhir. Hal ini tentu menjadi peringatan dan dibutuhkan perhatian lebih oleh pemerintah dalam melindungi konsumen dalam negeri.

Kebijakan Pemerintah

Hampir semua indikator ekonomi yang dikeluarkan oleh lembaga resmi pemerintah menyatakan kenaikan harga minyak goreng. Berangkat dari hal ini, pemerintah perlu menganalisis, terutama sektor hulu mengingat sebagian minyak goreng sawit di Indonesia berasal dari produsen berskala besar.

Dari data pola distribusi yang dilakukan oleh BPS, sebanyak 57% komoditas minyak goreng yang diproduksi di Indonesia beredar di pasaran dalam negeri. Dengan meningkatnya harga CPO dunia dan permintaan dalam negeri, hal ini tentu akan meningkatkan harga minyak goreng domestik.

Melihat fenomena ini, pemerintah melakukan intervensi harga dengan menggelontorkan dana 3,6 triliun rupiah. Anggaran ini berdasarkan selisih harga minyak goreng di pasar dengan Harga Eceran Tertinggi yang diatur pemerintah beserta PPN. Cara ini merupakan cara praktis mengingat terbatasnya komoditas substitusi. Diharapkan dengan adanya intervensi pemerintah dapat melindungi daya beli sebagian besar masyarakat Indonesia. Seiring dengan hal itu, pemerintah juga diharapkan menemukan solusi dalam jangka panjang supaya stok minyak goreng nasional tetap terjaga. (*)