RADARBEKASI.ID, BEKASI – Seorang ibu, Khoirinisah (29) dan anaknya yang masih bayi berinisial ARH (2), mengidap HIV. Keduanya hanya bisa pasrah dan terbujur di ruang tengah rumahnya, di Desa Jayasakti, Kecamatan Muaragembong, Kabupaten Bekasi.
Kondisi ibu dan anak tersebut cukup memprihatinkan, sebab tubuhnya kurus dan habis digerogoti penyakit, sehingga tinggal tulang. Dan kondisi anak yang seharusnya di usia dua tahun itu sudah bisa jalan, namun tidak mampu berjalan. Sehingga, hanya digendong oleh seorang nenek.
Kondisi ARH semakin memperihatikan, karena harus menjadi yatim, setelah sebulan lalu, ayah kandungnya meninggal dunia.
Marhamah (60), Ibunda dari Khoirunisah mengaku, kondisi anak dan cucunya seketika memburuk pada beberapa bulan terakhir. Sebelumnya, baik Khoirunisah maupun ARH, hidup sehat sebagai mana umumnya. Bahkan, sang cucu sempat ikut lomba saat peringatan hari kemerdekaan tahun lalu.
“Cucu saya awalnya sehat, dan juga aktif. Sempat masih ikut lomba acara 17-an, lari bawa bendera. Dia juga pintar, main hape juga bisa. Tapi beberapa bulan ini, nggak mau makan sama sekali, hingga kondisinya seperti sekarang ini,” tuturnya.
Kisah ibu dan anak ini, sempat viral di media sosial (medsos). Dalam keterangannya, sang anak disebut menderita gizi buruk, hingga luput dari perhatian Pemerintah Daerah (Pemda). Setelah kabar itu beredar, perwakilan dari musyawarah pimpinan kecamatan, mendatangi kediaman Khorinisah. Ibu dan anak yang tadinya hanya terkulai lemas, itu kemudian dibantu dengan dipasangi infus.
Sementara itu, dalam penelusuran lebih lanjut, Khoirinisah dan ARH, rupanya mengidap HIV. Penyakit yang menggerogoti kekebalan tubuh ini, diduga terjangkit dari orang tuanya, sehingga menular ke anaknya.
Kepala Sekretariat Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Daerah Kabupaten Bekasi, Ade Bawono mengungkapkan, ibu dan anak itu sebenarnya sudah menjadi pasien Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Bekasi, sejak tiga bulan lalu. Keduanya, kemudian ditangani oleh Poli Pelangi yang khusus menangani kasus HIV/AIDS.
Awalnya, Khoirinisah tinggal bersama sang suami dan ARH di wilayah Cibitung. Mereka pun rutin melakukan terapi, dengan mengonsumsi obat yang mencegah perkembangan virus. Belakangan, pengobatan itu berhenti, terlebih saat sang suami meninggal dunia.
“Jadi sebetulnya, pasien ibu dan anak ini, sudah menjadi pasien yang rutin minum obat di Poli Pelangi. Itu bermula dari tiga bulan yang lalu, pasien ini berkunjung ke RSUD, lalu masuk IGD, dan sudah ditangani. Tapi kemudian, putus pengobatan,” bebernya.
Setelah suaminya wafat, Khoirunisah kemudian pindah ke tempat tinggal orang tuanya di Muaragembong. Karena dinilai jarak Muaragembong dan RSUD Kabupaten Bekasi yang berada di CIbitung itu jauh, pengobatan yang sudah dijalani selama satu bulan, itu pun tidak dilanjutkan. Padahal, untuk mencegah perkembangbiakan virus, pengobatan tidak boleh berhenti.
“Setelah pindah ke Muaragembong, lalu putus kontak. Dihubungi oleh petugas Puskesmas Cibitung, juga tidak pernah ada, akhirnya lost kontak,” terang Ade.
Akibat berhentinya pengobatan ini, tambah Ade, kondisi ibu dan anak ini, kian memburuk. Apalagi mereka didiagnosis juga mengidap tuberculosis pada paru-parunya.
“Kondisinya kurus, karena muncul jamur di lidah, kemudian kalau sudah berjamur, harus diobati dan tidak bisa masuk makanan, karena tidak enak, sehingga berat badan turun drastis, jadi kurus, lalu harus dibantu dengan infus,” ujarnya.
Namun demikian, lanjut Ade, Khorunisah dan ARH, kini telah dijemput dan dibawa ke RSUD Kabupaten Bekasi untuk ditangani. Nantinya, pihak dokter akan memeriksa kondisi keduanya, untuk tindakan lebih lanjut, dengan rawat jalan atau inap.
“Yang terpenting sekarang, sudah ditangani dengan benar. Kondisi anak dan ibu itu juga sudah mendekati stabil. Semoga terus menunjukkan grafik positif,” harapnya. (and)











