RADARBEKASI.ID, BEKASI – Lembaga pengawas penyelenggaraan pelayanan publik, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) melakukan pemantauan di seluruh kantor perwakilan, termasuk investigasi dilakukan di Bekasi. Hasilnya ditemukan harga minyak goreng masih di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) dan langka, selanjutnya Ombudsman akan mendalami indikasi penimbunan, adu kuat antara pengusaha dan penguasa, serta sejauh mana HET efektif dalam menstabilkan harga minyak goreng.
Kesimpulan investigasi Ombudsman didapati fenomena panic buying dua pekan terakhir sudah jauh berkurang, pembatasan pasokan dan kelangkaan masih terjadi pada komoditas minyak goreng. Sementara harga, di pasar atau retail modern didapat tingkat kepatuhan relatif tinggi atas kebijakan pemerintah yang mengatur HET, kondisi sebaliknya terjadi pada pasar atau retail tradisional.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika menyampaikan sejak tahun 2020 sampai tahun 2022 pemerintah telah mengeluarkan enam regulasi melalui Kementerian Perdagangan. Yang terakhir, kebijakan HET sekaligus domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO), sehingga mengikat di hulu dan hilir untuk menyelesaikan permasalahan minyak goreng.
Ditengah kebijakan ini, masih terjadi pembatasan stok dari distributor kepada agen, dilanjutkan agen kepada retail. Alasan pembatasan stok menjadi perhatian Ombudsman, diduga situasi ini terjadi lantaran pelaku usaha membaca arah kebijakan pemerintah.
“Jangan-jangan mereka melihat, karena pemerintah sudah mengeluarkan enam regulasi, dan regulasi ini selalu direvisi. Apakah ini akan memunculkan pemikiran baru, akan munculnya regulasi baru akibat respon tidak berhasilnya ataupun masih belum berhasilnya upaya pemerintah dalam melakukan stabilisasi harga dan memastikan ketersediaan pasokan sawit,” paparnya.
Kemungkinan ini akan dikaji lebih dalam oleh Ombudsman. Yang jelas terpampang adalah gap harga minyak goreng di pasar dan retail modern dengan pasar dan retail tradisional. Pasar dan retail modern cenderung bisa diintervensi oleh kebijakan pemerintah.
Hasil kajian Ombudsman, 69,85 pada pasar modern atau mall patuh terhadap HET, pasar tradisional hanya 12,82 persen, retail modern 57,14, persen, dan retail tradisional 10,19 persen. Pengamatan dilakukan di 311 titik di Indonesia.
“Oleh karena itu harapan kami dengan dilakukannya pemantauan ini, kementerian perdagangan dan satgas pangan bisa lebih optimal, dan dalam rangka melacak rantai penyaluran minyak goreng ini sehingga bisa semakin cepat tersedia di masyarakat,” tambahnya.
Pengawasan salah satunya dilakukan oleh Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya, dilakukan di 25 titik, Jakarta, Kota Bekasi, Kabupaten Bogor, dan Kota Bogor. Hasilnya, minyak goreng masih langka.
“Kami telah melakukan pemantauan di beberapa kota dan kabupaten wilayah kerja Ombudsman RI Jakarta Raya sejak tanggal 19 sampai 21 Februari 2022,” ungkap Plt Kepala Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya, Dedy Irsan.
Di Kota Bekasi, pemantauan dilakukan di pasar dan retail modern serta tradisional di kawasan Pondok Gede. Hasilnya, minyak goreng curah di pasar dan toko tradisional bekisar Rp17 sampai Rp20 ribu, sedangkan minyak goreng kemasan ukuran 1 liter Rp14 sampai Rp20 ribu, ukuran dua liter Rp28 sampai Rp40 ribu.
Ketersediaan minyak tidak stabil, dikarenakan distribusi dari agen masih tinggi harganya dan langka.
Di pasar modern, pasokan terpantau stabil lantaran di distribusi langsung dari distributor. Sedangkan di retail modern, masih ditemui beberapa lokasi tidak memiliki persediaan minyak goreng, meski harga jual sesuai HET.
Persediaan tidak stabil di retail modern terjadi lantaran distribusi barang dari gudang-gudang besar satu sampai dua minggu sekali. Itu pun tidak pasti selalu ada. (Sur)











