RADARBEKASI.ID, BEKASI – Sementara itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengaku beberapa kali sempat memberikan pendampingan kepada masyarakat di Bekasi, baik Kota maupun Kabupaten terkait kasus agraria. Diantaranya warga Jatimulya, Jakasetia, Kampung Pilar, dan Tarumajaya.
Salah satu konflik pertanahan yang masih bergulir di MA adalah penertiban pemukiman warga di Jakasetia. Gugatan warga kepada pemerintah bahwa masyarakat tidak bisa begitu saja digusur. Pasalnya, bangunan rumah yang ditertibkan adalah bangunan pribadi milik masyarakat.
“Itu yang sebenarnya diharapkan pembuktian (status kepemilikan tanah) di pengadilan. Kalau tidak bisa dibuktikan, maka penggusuran saat itu dikatakan ilegal, melanggar hukum. Sekarang prosesnya kasasi ya di Mahkamah Agung, sedang berjalan,” ungkap Pengacara LBH Jakarta, Charlie Albajili.
Melihat fakta konflik agraria di Bekasi, salah satunya salah kebutuhan lahan pemerintah untuk Proyek Strategis Nasional (PSN). Masalah dalam pengadaan lahan untuk PSN di berbagai daerah adalah pemangkasan prasyarat partisipasi masyarakat, dan singkatnya masyarakat untuk mengajukan keberatan dalam UU Ciptakerja.
Semangat penyederhanaan seolah memangkas partisipasi masyarakat. Akhirnya, berujung pada maraknya konflik agraria, yang terbaru pecah di Desa Wadas, kecamatan Bener, Purworejo.
“Nah problemnya itu tadi, penentuan dari awalnya tidak partisipatif. Jadi PSN ini seolah proyek wajib yang sifatnya harus dipatuhi oleh seluruh masyarakat, itu proyek strategis nasional di berbagai wilayah sekarang,” tambahnya.
Ada beberapa faktor munculnya konflik agraria di Indonesia. Pertama, sengketa kepemilikan lahan kerap terjadi, kemudian penelantaran tanah yang kemudian ditempati oleh masyarakat, konflik muncul saat muncul satu pihak yang akan memanfaatkan lahan tersebut. Terakhir, konflik sengketa lahan yang terjadi tidak pernah diselesaikan.
Untuk menyelesaikan konflik ini, pemerintah perlu menginventarisasi tanah yang diterlantarkan, diakui proses ini tidak mudah untuk dilaksanakan.
Menurutnya, PSN sebagai proyek mercusuar dihentikan sementara, khususnya pada masa pandemi, saat Indonesia mengalami kesulitan ekonomi. Proyek ini mesti ditinjau urgensinya saat ini, serta manfaatnya bagi masyarakat, ia juga meminta pemerintah untuk berhenti mengerahkan aparat dalam penyelesaian konflik agraria seperti yang pernah terjadi di berbagai daerah.
“Yang pasti Hargai hak atas tanah warga, prosesnya secara layak, dan musyawarah mufakat itu yang paling utama. Kalau tidak ada musyawarah mufakat ya tentu cukup banyak hal yang terjadi,” tukasnya. (sur)











