Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

RS Primaya Digugat Rp6,25 Miliar

DIGUGAT : Pengendara melintas di depan rumah sakit Primaya Hospital, Harapan Mulya,Medan Satria, Kota Bekasi, Senin (14/3). PT Famon Awal Bros Sedaya (Rs, Primaya) digugat oleh pasien senilai Rp 6,25 Milyar karena adanya dugaan perbuatan melawan hukum atas pelayanan kesehatan dan tindakan medis di RS Primaya Bekasi Utara. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI

Radarbekasi.id, Bekasi – Sudah dua hari Mochammad Faris Firmansyah menderita demam, namun suhu badan tidak kunjung turun meski sudah mengkonsumsi obat penurun panas, keluhan lainnya adalah rasa nyeri di badan, lemas, dan pusing. Kondisi ini membuat pemuda berusia 22 tahun ini harus memeriksakan kondisi kesehatannya di RS Primaya Bekasi Utara tidak jauh dari rumahnya di kawasan Villa Indah Permai, Kelurahan Teluk Pucung, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi.

Faris didiagnosa menderita Demam Berdarah Dengue (DBD), yakni DHF Grade I. Setelah didiagnosa, Faris menjalani perawatan di RS Primaya Bekasi Utara selama empat hari, sejak tanggal 11 sampai 14 Agustus 2021 lalu. Selama rentang waktu itu pasien mendapat penanganan medis berupa pengambilan sampel darah.

Hari terakhir Faris menjalani perawatan di RS Primaya Bekasi Utara, terjadi pembengkakan dan memar kebiruan pada lengan kirinya hingga tidak dapat berfungsi normal. Balasan surat penjelasan tertulis dan rekam medis dari RS menjelaskan, kondisi ini dialami oleh pasien lantaran ada pengambilan sampel darah yang dilakukan secara terus menerus di lokasi yang sama.

Faris kemudian mendapat diagnosa tambahan, di luar diagnosa awal, yakni DVT ar brachialis sinistra dan pseudoaneurisma atau kerusakan pada pembuluh darah, kemudian dirujuk ke RS Primaya Bekasi Barat. Di sana, Faris mendapat penanganan medis berupa pemeriksaan CT angiografi dan bedah vaskular pada bagian lengan kiri Penggugat.

Setelah tindakan operasi, lengan kirinya justru tidak bisa digerakkan sama sekali. Keluarga Faris meyakini bahwa penyakit awal DBD yang diderita tidak akan mengakibatkan kelumpuhan.

Kuasa hukum Faris, Kisworo kepada Radar Bekasi menjelaskan bahwa setidaknya lima kali upaya untuk mediasi telah ditempuh, mempertemukan pihak pasien dengan RS dan dokter. Namun, pertemuan kedua belah pihak diakui tidak membuahkan hasil memuaskan bagi pasien, sehingga kuasa hukum bersama dengan keluarga pasien melayangkan gugatan ke PN Bekasi melalui surat yang ditulis 15 Februari 2022.

Penjelasan dan rekam medis telah diminta oleh pihak pasien. Hasilnya, hanya didapat penjelasan lisan dan tertulis, serta resume medis terdiri dari dua lembar kertas, pihak pasien tidak mendapatkan rekam medis utuh pasien selama menjalani perawatan di RS.

“(Jawaban) sebatas resiko dari pasien dan tindakan medis. Hanya sebatas itu, tetapi tidak pernah ada mencari solusi yang terbaik untuk klien kami,” paparnya.

Penjelasan yang didapat dari RS Primaya Bekasi Barat, pembengkakan dan memar atau Hematoma yang diderita pasien meluas, ini disebabkan karena pengambilan sampel darah di tempat yang sama secara berulang-ulang. Sementara dari RS Primaya Bekasi Utara, didapati penjelasan bahwa saat mengalami pembengkakan dan memar di lengang kiri, dokter yang menangani pasien sudah melarang pengambilan darah di tempat yang sama, disarankan untuk mengambil sampel darah dari titik yang lain.

Namun, pernyataan dokter yang saat itu menangani pasien tidak dihiraukan oleh RS, pengambilan sampel masih dilakukan di tempat yang sama. Kuasa hukum menggugat PT Famon Awal Bros Sedaya atau RS Primaya Bekasi Hospital Utara, karena diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap pelayanan kesehatan dan tindakan medis terhadap pasien. Turut tergugat adalah dokter yang menangani pasien, yaki dr. Swastika Widhiastuti.

Rumah sakit digugat Rp6,25 miliar untuk membayar kerugian materiil dan imateriil, diantaranya lantaran pasien mengalami kerugian potensial pada usia produktif.”Dengan tuntutan kurang lebih Rp6,25 miliar,” tambahnya.

Jumlah akumulasi kerugian tersebut dinilai tidak sebanding dengan kerugian yang dialami oleh pasien. Faris yang sedianya menjalani hari-hari sebagai mahasiswa, saat ini belum kembali menjalankan perkuliahan. Bahkan penuturan kuasa hukum, pasien mengalami penurunan kepercayaan diri setelah salah satu organ tubuhnya tidak berfungsi, memilih berdiam diri di rumah.

Pekan kemarin persidangan ditunda lantaran tergugat dan turut tergugat tidak hadir dalam persidangan, sudah ditunda sampai tanggal 24 Maret pekan depan. Hukum acara perdata akan terus berjalan sampai menghasilkan putusan pengadilan meski tergugat tidak hadir dalam persidangan sesuai ketentuan.

Diketahui bahwa kuasa hukum pasien turut meminta majelis hakim menyatakan sah dan berharga sita jaminan gedung RS Primaya Bekasi Utara.

“Karena kita mengajukan sita jaminan terhadap gedungnya, sangat dimungkinkan gedungnya disita seandainya kita dimenangkan, sebagai jaminan kita tidak menang sia-sia diatas kertas,” tukasnya.

Radar Bekasi telah mencoba untuk mendapatkan jawaban dari manajemen RS Primaya Bekasi Utara atas gugatan yang dilayangkan oleh mantan pasiennya pertengahan tahun lalu. Petugas keamanan RS meminta Radar Bekasi untuk menyampaikan keperluan di meja informasi, tepat berada di loby rumah sakit.

Setelah bertemu dengan petugas di meja informasi, diterima keterangan bahwa manajemen RS sedang rapat. Sehingga, Radar Bekasi tidak bisa mendapatkan jawaban secara langsung, hanya diminta untuk meninggalkan nomor telepon dengan janji akan dihubungi.

“Paling tidak bapak tinggalkan nomor telepon, karena manajemen kami sedang ada meeting. Nanti kami informasikan,” terang salah satu petugas di meja informasi yang diketahui bernama Metalia.

Kondisi yang dialami pasien saat itu dinilai oleh kuasa hukumnya jauh dari dugaan malapraktik. Pasalnya hasil keterangan yang didapat selama pasien mencari keadilan, dokter yang ikut menjadi turut tergugat sudah melarang pengambilan sampel darah di tempat yang sama. Akhirnya, kuasa hukum pasien mengajukan gugatan perdata kepada RS Primaya Bekasi Utara. (Sur)