RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi saat ini masih menyimpan 101.378 dosis vaksin. Namun, sebagian diantaranya sudah memasuki masa kadaluarsa. Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan aturan baru terkait dengan perpanjangan masa kadaluarsa enam merk vaksin.
Dari ratusan ribu dosis vaksin yang dimiliki Pemkot Bekasi, 84.360 dosis diantaranya merk Sinovac yang memasuki kadaluwarsa pada 19 Maret sampai Mei 2022. Untuk vaksin merk AstraZeneca sebanyak 2.150 dosis dengan masa kadaluwarsa pada 21 Maret 2022.
Sedangkan 14.868 dosis vaksin merk Pfizer kadaluwarsa 3 April sampai 10 April 2022. Sesuai dengan ketentuan terbaru, maka tiga merk vaksin yang tersedia di Kota Bekasi ikut mengalami perpanjangan masa kadaluwarsa.
Epidemiolog menilai perpanjangan masa kadaluwarsa vaksin Covid-19 bukan hal baru, bahkan tidak hanya terjadi di Indonesia, juga dilakukan oleh beberapa negara di Asia.
“Karena ditunjang oleh riset yang menunjukkan 12 bulan pun masih efektif, masih bisa protektif, nah ini sesuatu yang wajar, dan bukan hanya dilakukan oleh Indonesia,” terang Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman, Selasa (15/3).
Disamping perpanjangan masa kadaluwarsa ini, yang terpenting menurut Dicky adalah apa yang akan dilaksanakan selanjutnya. Upaya ekstra mesti dilakukan agar vaksinasi dapat berjalan efektif dan efisien, vaksin yang sudah diperpanjang masa kadaluwarsa nya tidak sia-sia.
Masih menjadi pekerjaan rumah di Indonesia yakni literasi mengenai vaksin, Dicky menilai perjalanan vaksinasi masih akan berlangsung panjang dan menantang.
“Karena vaksin itu kan haru modal pertama, yang membuat dia efektif kalau ada program vaksinasi, si vaksin ini disuntikkan. Nah si vaksin kemudian menjadi bisa disuntikkan dan diterima oleh publik,” tambahnya.
Bahkan pada dosis tiga atau booster, tantangan pelaksanaan vaksinasi di semua negara makin besar dibandingkan dengan vaksinasi dosis satu dan dua. Mix and match terjadi pada vaksinasi booster, mulai dari takaran dosis yang berbeda hingga perbedaan vaksin yang digunakan dengan suntikan dosis satu dan dua.
Hal ini juga menjadi tantangan, ada sebagian masyarakat fanatik dengan salah satu merk vaksin. Dengan berbagai tantangan ini, maka pemerintah memiliki tugas agar vaksin yang telah diperpanjang masa kadaluwarsanya efektif.
“Kalau tidak dimanfaatkan, tidak diefisienkan distribusinya, pemerataan, ini ya artinya kita tidak mendapat manfaat, yang banyak dari perpanjangan ini,” tukasnya.
Menjelang akhir tahun 2021 lalu, ada ratusan ribu vaksin dari berbagai merk hampir kadaluwarsa di Kota Bekasi. Pemerintah kota saat itu memilih untuk menghibahkan vaksinnya ke beberapa daerah yang ada di Jawa Barat.
Capaian dosis tiga atau booster Kota Bekasi berdasarkan Fasilitas Kesehatan telah menyentuh 190 ribu jiwa, jumlah ini baru 9,43 persen dari total sasaran. Sedangkan data berdasarkan KTP, ada 248 ribu jiwa yang telah menerima dosis tiga, jumlah ini baru 12,34 persen dari total sasaran.
Plt Walikota Bekasi Tri Adhianto menyampaikan, pekerjaan rumah Kota Bekasi yakni meningkatkan capaian vaksinasi lansia telah mencapai 65 persen. Vaksinasi lansia sempat menjadi sorotan lantaran masih berada di bawah 60 persen.
Akhir-akhir ini vaksinasi pada kelompok sasaran lansia di genjot, capaian dosis kedua merangkak menjadi 56 persen, dosis tiga menjadi 21 persen.”Kita harapkan sampai akhir bulan (Maret) kita mampu bisa diatas 70 persen,” ungkapnya belum lama ini.
Pemerintah memperpanjang 18 juta vaksin di Indonesia. Kadaluwarsa vaksin dapat diperpanjang jika tersedia data baru yang dapat membuktikan mutu dan keamanan vaksin masih memenuhi syarat, serta vaksin disimpan sesuai dengan kondisi yang ditetapkan.
”Batas kedaluwarsa sebuah vaksin merupakan bagian dari jaminan keamanan, kemanfaatan, dan mutu yang ditetapkan berdasar data uji stabilitas produk vaksin,” kata Kepala BPOM Penny K. Lukito.
Untuk menentukan batas kedaluwarsa, biasanya dilakukan uji stabilitas. Dalam pengajuan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) kepada BPOM, industri farmasi harus menyampaikan hasil uji stabilitas tersebut. ”Sesuai dengan standar internasional, persyaratan data uji stabilitas minimal untuk EUA obat dan vaksin adalah tiga bulan,” tuturnya.
BPOM terus mengevaluasi data mutu dan hasil uji stabilitas. Berdasar hasil evaluasi stabilitas tiga bulan tersebut, lembaga itu menetapkan batas kedaluwarsa vaksin sesuai dengan standar internasional, yaitu dua kali dari waktu pelaksanaan uji stabilitas. ”Dengan demikian, semua vaksin Covid-19 yang merupakan vaksin yang baru diproduksi dan memiliki data uji stabilitas dengan durasi tiga bulan diberi persetujuan masa kedaluwarsa enam bulan,” ungkapnya.
Terpisah, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyatakan bahwa Indonesia sudah berhasil melewati masa puncak penularan varian Omicron.
’’Indonesia berhasil melalui puncak Omicron yang ditunjukkan dengan tren perbaikan data-data kasus secara menyeluruh,” katanya dalam Konferensi Pers Perkembangan Penanganan Covid-19 di Indonesia per 15 Maret 2022 yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa (15/3).
Ia menuturkan hanya dalam rentan waktu tiga minggu berturut-turut, data-data terkait dengan kasus Covid-19 di Indonesia berhasil mengalami tren perbaikan. Seperti kasus positif mingguan, katanya, menunjukkan penurunan sebesar 64 persen setelah mencapai puncak tertingginya pada pertengahan Februari lalu.
Meskipun lebih lambat, kasus kematian turut mengalami tren penurunan hingga sebesar 10 persen dari puncak sebelumnya. Kasus aktif pada 6 Maret 2022, jumlah kasus sudah menyentuh 475.951 atau sebesar 8,28 persen. Namun per 13 Maret hanya terdapat 342.896 atau sebesar 5,82 persen. Turunnya angka kasus aktif rupanya tak bisa lepas dari perbaikan kasus kesembuhan.
Tercatat per 13 Maret 2022, kesembuhan mingguan 272.731 jiwa atau 91,60 persen, setelah sebelumnya pada 6 Maret 2022 jumlah kesembuhan mencapai 305.179 jiwa atau sebesar 89,11 persen. Tren penurunan juga nampak pada keterisian rumah sakit (BOR). Bila pada 6 Maret 2022 angka BOR mencapai 29,28 persen, per 13 Maret lalu angkanya turun menjadi 21,61 persen.
Menurut Wiku, keberhasilan negara melewati masa puncak Omicron dapat tercapai berkat upaya keras dari masyarakat yang bersedia untuk sabar dan tertib dalam menerapkan protokol kesehatan serta menjalankan kebijakan pengendalian yang telah dibuat oleh pemerintah. (sur/jpc)











