RADARBEKASI.ID, BEKASI – Praktik judi online kini makin marak di Indonesia. Meskipun banyak yang merugi, namun masih banyak masyarakat mencoba adu nasib untuk menambah pendapatan melalui praktik haram tersebut. Sementara itu, Undang-undang (UU) ITE akan menjerat para pelaku maupun orang yang mendistribusikan judi slot online ini.
Radar Bekasi menjumpai salah satu mantan penjudi online di Bekasi, Akbar (30). Karyawan swasta ini menceritakan tekanan akibat candu judi online, tiga kali terjebak Pinjaman Online (Pinjol) sampai harus merelakan sebagian uang gajinya untuk membayar hutang selama sembilan bulan.
Awal tahun 2021 adalah kali pertama Akbar berkenalan dengan aplikasi judi online, diperkenalkan oleh temannya yang juga aktif bermain judi online. Mendengar cerita temannya memenangkan jackpot hingga memperoleh keuntungan sampai 30 juta.
Awal permainan berlangsung mulus, kemenangan dan kekalahan perbandingannya tidak terlalu jauh. Pertama kali modal yang dikeluarkan Rp500 ribu, kemenangan membuat saldo Akbar bertambah jadi Rp700 ribu, rasa penasaran untuk mendapat uang lebih besar makin menjadi-jadi.
Ia mengaku dalam satu kali permainan mencapai Rp16 juta, dari jumlah itu yang berhasil ia terima via Anjungan Tunai Mandiri (ATM) Rp12 juta. Sisanya adalah potongan administrasi.
Perkelanaan Akbar di dunia judi online berlanjut, menjamah slot dan poker, setidaknya ada lima aplikasi berbeda-beda terinstal di telepon genggamnya. Sekarang, aplikasi maupun akun miliknya sudah dihapus, ini semua akibat jebakan utang.”Saya hitung selama setahun saya main judi online kalah Rp30 sampai Rp40 jutaan,” ungkapnya kepada Radar Bekasi, Kamis (26/5).
Cerita berawal saat suatu ketika ia tidak memiliki uang untuk mengisi saldo akun judi online. Dengan pinjaman Rp400 ribu, ia berfikir bisa meraup keuntungan Rp800 ribu. Namun, kenyataan berkata lain, ia harus menelan kekalahan, senyata uang pinjaman harus dikembalikan Rp600 ribu beserta dengan bunganya. Untuk membayar hutang tersebut Akbar terpaksa meminjam uang dari aplikasi Pinjol yang lain.
Cicilan di aplikasi Pinjol legal harus dibayar tiap dua Minggu, sedangkan aplikasi Pinjol Ilegal harus dibayar tiap minggu. Proses gali lubang tutup lubang melibatkan enam aplikasi Pinjol legal maupun ilegal.
Utang Pinjol pertama kali Rp10 juta. Tidak terasa, uang gaji Rp4 juta pelan tapi pasti habis untuk judi online, sampai akhirnya ia meminjam uang di aplikasi Pinjol Rp6 juta, beserta bunganya total utang yang harus dibayar Rp10 juta.
Setelah berusaha mencari jalan keluar, kebaikan masih berpihak pada Akbar kali pertama ini, uang Rp10 juta ia dapat dari rekan sejawat. Boleh diganti, boleh juga tidak diganti.
Jeratan utang pertama tidak membuat Akbar jera, kekalahan berikutnya membuat ia kembali berurusan dengan Pinjol, kali ini pinjaman di salah satu bank konvensional dengan jaminan barang berharga Rp14 juta digunakan untuk melunasi utangnya. Sisa Rp5 juta, dibagi rata Rp2,5 juta untuk kebutuhan sehari-hari dan main judi online.
Sisa uang Rp2,5 juta berakhir kekalahan, solusinya lagi-lagi Pinjol. Situasi tersebut benar-benar membuat Akbar kelimpungan mencari solusi bayar utang, usaha mencari pinjaman sana-sini tidak membuahkan hasil.”Ini lah sampai ketiga kalinya, saya akhirnya merenung, pusing, sampai ditelponin (Pinjol) terus setiap hari, karena telat 12 hari kan Pinjol,” ungkapnya.
Tekanan Pinjol setiap hari membuat ia kerap melamun di rumah. Perasaan malu membuat ia merahasiakan hal ini dari orang tua di rumah, meski orang tuanya sudah mencium kondisi tidak wajar, hingga akhirnya ia dipaksa untuk bercerita.
“Sekarang tobat, sampai orang tua saya bayarin utang saya Rp8 juta. Walaupun saya nanti akan cicil bagaimanapun caranya, saya punya utang sama orang tua saya,” kenangnya.
Selain telat untuk membayar hutang kepada orang tuanya meski tidak diminta, masih ada cicilan yang harus ia bayar selama sembilan bulan di bank konvensional. Tiap bulan ia harus membayar Rp 1,85 juta, ia menyebut kerjanya selama sembilan bulan ini tidak membuahkan hasil, sebagian besar untuk mencicil utang.
“Jadi kesimpulannya kalau saya tegaskan sih, selama saya main yang namanya judi mah nggak ada menangnya. Sekalipun itu menang ya itu duit kita juga yang pernah kita mainkan. Ibaratnya nabung, cuma nabungnya nabung rungkad, nabung rugi,” tukasnya seraya menyarankan untuk tidak terjebak di dunia judi online.
Di wilayah Kota Bekasi, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) mengaku belum menemukan iklan judi online di ruang terbuka. Hal ini akan menjadi perhatian Satpol-PP Kota Bekasi, jika ditemukan, Satpol-PP akan berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk menindaklanjuti temuan tersebut.”Apabila ditemukan juga kita akan koordinasi dengan Polres,” ungkap Kepala Satpol-PP Kota Bekasi, Abi Hurairah.
Sebelumnya, Polres Metro Bekasi Kota meminta masyarakat untuk ikut aktif memberikan informasi jika menemukan kasus judi online di wilayah hukum Polres Metro Bekasi Kota.”Kalau ada judi online tentu akan kita tangkap, sejauh ini belum ada laporan, tapi tetap kita akan monitor,” kata Kapolres Metro Bekasi Kota, Kombespol Hengki beberapa waktu lalu.
Saat ini, pelaku maupun pemasangan iklan judi online tengah menjadi pembicaraan. Info yang dihimpun oleh Radar Bekasi, Kominfo telah memutus 499.645 konten perjudian mulai 2018 sampai 10 Mei kemarin.
“Bersamaan dengan upaya tersebut, Kementerian Kominfo terus melakukan kegiatan literasi digital melalui Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi Kementerian Kominfo untuk membentengi masyarakat dari berbagai konten negatif, salah satunya perjudian,” Juru Bicara Kemenkominfo Dedy Permadi.
Dedy menambahkan, pemberantasan judi online dihadapkan pada beberapa tantangan. Kerap kali situs atau aplikasi judi online menggunakan nama atau bentuk permainan yang sedikit berbeda dengan situs atau aplikasi yang telah diputus aksesnya. Sehingga mengesankan situs judi online belum tertangani sama sekali.
“Selain itu, kegiatan perjudian di berbagai negara diatur secara berbeda dengan di Indonesia sehingga menimbulkan tantangan tersendiri,” terangnya.
Selain itu, perjudian tidak hanya muncul dari situs atau aplikasi yang memfasilitasi kegiatan perjudian, namun, situs atau aplikasi yang tidak secara spesifik memunculkan permainan perjudian, tetapi mengundang beberapa pihak untuk melakukan taruhan juga dianggap memfasilitasi perjudian, sehingga masih menjadi pekerjaan rumah bersama.
Namun demikian, baik di dunia fisik ataupun digital, peraturan di Indonesia mengatur adanya jerat hukum bagi pihak-pihak yang ikut serta dalam permainan judi. Pasal 303 bis KUHP mengatur pemain judi dapat dikenakan pidana penjara paling lama 4 tahun dan atau denda pidana paling banyak Rp 10 juta.
“UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juga menjerat pihak yang sengaja mendistribusikan atau membuat dapat diaksesnya muatan judi online dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun dan atau denda paling banyak Rp1 miliar rupiah, selain itu situs aplikasi tersebut dapat dikenakan pemutusan akses,” tegas Dedy.(Sur)