RADARBEKASI.ID, BEKASI – Daya tampung sekolah negeri baik tingkat SD dan SMP di Kota Bekasi terbatas. Meskipun demikian, anak dipastikan tetap bisa menempuh pendidikan di sekolah swasta maupun madrasah.
Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Bekasi Krisman Irwandi mengatakan, daya tampung siswa sudah sesuai aturan. Ia menegaskan, bahwa pihaknya berupaya memberikan layanan maksimal kepada masyarakat.
“Bicara PPDB yang dilakukan secara online, artinya bicara realtime. Jadi terkait kuota atau daya tampung sesuai dengan aplikasi yang sudah ditentukan. Kami disini berupaya untuk memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat,” ujarnya kepada Radar Bekasi, Minggu (5/6).
Berdasarkan data yang dihimpun, jumlah penduduk usia 6-7 tahun sebanyak 82.390 jiwa. Sedangkan peserta didik yang lulus PAUD/sederajat tahun ini sebanyak 19.958 orang.
Total daya tampung SD/MI pada PPDB tahun ini sebanyak 45.338 orang. Rinciannya, SD negeri sebanyak 25.228 orang atau 55,58 persen dari jumlah lulusan PAUD/sederajat dan MI/SD swasta sebanyak 20.160 orang atau 44,42 persen dari jumlah lulusan PAUD/sederajat. Adapun jumlah satuan pendidikan untuk jenjang SD negeri 317 sekolah, SD swasta 307 sekolah, dan MI 130 sekolah.
Sementara tahun ini lulusan SD/MI sebanyak 44.460 orang. Rinciannya, SD negeri sebanyak 27.187 orang, SD swasta sebanyak 12.699 orang, MI sebanyak 4.574.
Total daya tampung SMP/MTs, paket B, dan lain-lain pada PPDB tahun ini sebanyak 35.296 orang. Rinciannya, SMP negeri, 13.856 atau 31,16 persen dari total lulusan SD/MI, SMP swasta/MTs, 21.440 orang atau 48,22 persen dari total lulusan SD/MI, paket B dan lain-lain sebanyak 9.164 orang atau 20,62 persen dari total lulusan SD/MI. Adapun jumlah satuan pendidikan untuk jenjang SMP negeri dan USB 61 sekolah, SMP swasta 243 sekolah, dan MTs 83 sekolah.
Daya tampung siswa per kelas maksimal, ditetapkan jenjang SD maksimal 28 orang dan SMP maksimal 32 orang. “Jika melihat kuota yang ada di Perwal memang segitu daya tampung sekolah negeri yang bisa diterima. Jadi kurang gapapa (boleh,Red), tapi kalo lebih diusahakan jangan sampai,” tuturnya.
Krisman mengatakan, pada proses PPDB tahun lalu Disdik pernah melakukan penyisiran bagi siswa di wilayah yang pada usianya tidak bersekolah. Dalam hal itu, Disdik meminta agar sekolah di wilayah terdekat dapat menerima siswa tersebut.
“Tahun lalu kami melakukan program penyisiran, dimana kami melakukan survei bagi siswa yang sudah masuk usia SD atau SMP tapi tidak bersekolah. Sehingga kami minta untuk bersekolah di sekolah terdekat baik ke negeri maupun swasta,” ujarnya.
Namun kebanyakan dari hasil penyisiran yang dilakukan, siswa tersebut tidak bersekolah karena faktor ekonomi. Menurutnya, hal itu mempengaruhi daya tampung.
“Nah, ini yang biasanya akan mempengaruhi total daya tampung. Kami Disdik sedang bicarakan atau melakukan pemetaan dan mengklasterkan sekolah swasta, yang bisa menerima siswa tidak mampu dengan menggratiskan biaya sekolah, nantinya pembiayaan akan dibantu oleh pemerintah daerah, jadi sekolah swastanya juga harus sepakat dulu,” tuturnya.
Proses pengklasteran atau memberikan siswa tidak mampu kepada sekolah swasta dinilai menjadi solusi agar proses PPDB tahun ini berjalan dengan baik.
“Biasanya kan kalau negeri menerima siswa tidak sesuai dengan kuota karena adanya proses penyisiran tadi, beberapa pihak ada yang tidak setuju. Makanya solusinya akan kami berikan siswa tersebut ke sekolah swasta dengan perjanjian sekolah swasta tersebut dapat menggratiskan siswa hasil penyisiran tadi, tapi tetap pemerintah daerah akan membantu dengan cara subsidi atau bisa dikatakan dengan memberikan beasiswa,” ujarnya.
Namun terkait hal tersebut, Disdik masih melakukan proses diskusi bersama dengan beberapa pihak yayasan sekolah swasta. “Harus bicara dulu sama ketua yayasan sekolahnya,” katanya.
Sementara Pengamat Pendidikan Kota Bekasi Tengku Imam Kobul Mohammad Yahya menyampaikan, jika Disdik memilih solusi tersebut maka harus ada surat pernyataan yang mutlak yang harus diberikan oleh kedua belah pihak.
“Kalo memang ada rencana seperti itu, harus ada surat pernyataan yang mutlak bahwa siswa tersebut memang digratiskan dari pihak sekolah swasta dan dari pihak Disdik juga membuat surat pernyataan bahwa mereka mampu memberikan subsidi bagi siswa miskin tadi yang bersekolah di swasta,” terangnya.
Sebab menurutnya, jika siswa tidak mengantongi surat pernyataan dari kedua belah pihak, maka tidak ada jaminan siswa miskin dapat bersekolah dengan tenang di sekolah swasta tersebut.
“Kalo gak ada surat pernyataan dari kedua belah pihak, takutnya di tengah jalan siswa tetap saja dimintain uang SPP. Nanti ujung-ujungnya berhenti dan akhirnya sama aja, siswanya gak sekolah,” pungkasnya. (dew)