RADARBEKASI.ID, BEKASI – Akhir bulan Juli nanti salah satu warga Bekasi, Frida (29) akan membayar cicilan rumahnya yang ke lima, ia baru saja mulai mencicil rumah setelah booking rumah pada bulan Maret 2021, melengkapi kebutuhan pokok, sandang dan pangan keluarga kecilnya. Pernyataan orang Indonesia bakal lebih sulit memiliki rumah pribadi memang disampaikan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani Beberapa waktu lalu, imbas dari kenaikan suku bunga acuan global.
Setiap bulan, pendapatan keluarga Frida berkisar Rp5 juta, kenyataan ini membuat ia dan suaminya harus selektif memilih rumah yang memiliki kualitas baik dan sesuai dengan kemampuan keuangannya. Sudah beberapa perumahan di kawasan Kabupaten Bekasi ia datangi.
Selain pertimbangan ekonomi, banjir, dan kualitas bangunan rumah subsidi menjadi pertimbangan selanjutnya setelah biayanya cocok dikantong. Lika-liku dalam pengurusan pembelian rumah KPR subsidi harus ia lalui satu tahun, selain banyak persyaratan yang harus dilengkapi, rumah tersebut juga indent atau belum dibangun saat booking.
Setelah akad jual beli berlangsung pada bulan Maret, ia masih harus menunggu satu bulan lagi untuk mendapatkan kunci rumah. Beruntung ia mendapat cicilan dengan suku bunga flat, atau dengan sistem KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
“Alhamdulillah dapatnya flat sampai 15 tahun, suku bunganya itu 5 persen. Kalau ditotal, harga rumahnya jadi Rp234 jutaan, jadi beda Rp72 juta dari harga rumah asli,” katanya, Selasa (12/7).
Sistem suku bunga flat jauh lebih ringan meskipun perbandingannya mencolok, dibandingkan dengan sistem KPR Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT), yang suku bunganya naik setiap tahun. Informasi yang diterima selama berkelana mencari rumah idaman, KPR FLPP dan BP2BT ini memiliki kriteria berbeda tentang siapa yang bisa mendapatkan, salah satunya status belum dan sudah menikah.
Informasi lainnya yang ia peroleh, setiap perumahan memiliki kuota KPR FLPP terbatas. Jika kuota tersebut habis, pembeli selanjutnya akan membeli rumah dengan sistem KPR BP2BT.
Lantaran rumah KPR subsidi ini banyak sekali peminatnya, ia hampir menyerah karena harus menunggu lama. Namun, keinginan besar untuk memiliki rumah dengan cara mencicil selama 15 tahun harus tetap diwujudkan.
“Kita sempat mau berhenti karena prosesnya lama banget, karena prosesnya (yang sudah dijalani) sudah lama, yaudah kita lanjut aja,” tambahnya.
Jika memiliki kemampuan keuangan yang memadai, Frida dan suaminya bisa saja melakukan pelunasan secara cepat, pada cicilan tahun ke enam. Kondisi ekonomi Frida menjadi hal yang paling penting untuk mewujudkan itu, membayar seluruh sisa cicilan pokoknya saja.
Terkait dengan kabar rencana sulitnya orang Indonesia membeli rumah, ia membenarkan hal tersebut, yang saat ini ia jalani saja sudah dilakukan dengan sangat hati-hati dan selektif. Terutama bagi pasangan baru, Frida menaruh belas kasih karena diprediksi akan semakin sulit untuk membeli rumah.
“Apalagi dengan budget kita yang kalau mau beli sendiri itu masih jauh dari harga rumah yang sekarang dijual itu. Kita mau ngumpulin (uang) sampai kapan, walaupun terbilang murah kaya subsidi, itu kalau kita kumpulkan butuh bertahun-tahun,” tukasnya.
Jika Frida sudah mulai mencicil rumahnya, memiliki rumah sendiri bagi warga Bekasi yang lain, Eka (25) masih menjadi harapan. Dengan total pendapatan rumah tangga dalam satu bulan sekira Rp4 juta, ia masih memiliki banyak pertimbangan ekonomi untuk memberanikan diri.
Ia menyebut keinginan untuk memiliki rumah sendiri adalah keinginan setiap orang, termasuk keluarganya.”Pengen itu pasti, semuanya. Tapi masih mempertimbangkan pendapatan kita dengan cicilan rumah yang beragam beserta dengan bunganya,” katanya.
Di tahun 2021 kemarin, total ada 1,6 juta warga Bekasi yang belum memiliki rumah, tempat tinggal mereka tidak berstatus rumah milik sendiri.
Kota Bekasi dengan jumlah penduduk 2,5 juta jiwa, warganya yang memiliki rumah tercatat 61,32 persen, atau sama dengan 1,5 juta jiwa. Sedangkan Kabupaten Bekasi, dengan jumlah penduduk 3,1 juta jiwa, warganya yang memiliki rumah tercatat 80,11 persen, atau sama dengan 2,5 juta jiwa.
Tren kenaikan suku bunga acuan yang diakibatkan oleh inflasi dewasa ini disebut akan berdampak kepada masyarakat Indonesia, termasuk sulitnya membeli rumah. Hal ini akan diikuti oleh semakin tingginya suku bunga perbankan, sehingga biaya untuk bisa memiliki rumah sendiri semakin mahal.
“Untuk membeli rumah 15 tahun mencicil di awal berat, suku bunga dulu, prinsipalnya di belakang. Itu karena dengan harga rumah tersebut dan interest rate sekarang harus diwaspadai karena cenderung naik dengan inflasi tinggi. Maka masyarakat akan semakin sulit untuk membeli rumah,” ungkap Menteri Keuangan, Sri Mulyani dalam Acara Securitization Summit 2022 belum lama ini.(sur)











