RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pelaku dugaan kasus pelecehan seksual berinisial DP (30) hanya bisa tertunduk lesu dan menyesali atas perbuatannya di kantor polisi. Akibat perbuatannya, pria yang sebelumnya bekerja sebagai staf perpustakaan Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 6 Bekasi dipecat sebagai Tenaga Kerja Kontrak (TKK) dan terancam 15 tahun mendekam di balik jeruji besi lantaran melanggar Undang-undang (UU) Perlindungan Anak.
DP mengakui perbuatannya selama bekerja sebagai staf perpustakaan sekolah. Ia juga mengaku menyesali perbuatannya. Namun, perbuatan tidak senonoh tersebut disebut hanya iseng.
“Bukan mengincar (anak-anak) ya, tapi nanti disangka pembelaan, itu awalnya saya iseng doang,” kata DP di Mapolres Metro Bekasi Kota, Selasa (2/8).
Sejak menerima kabar ini pada akhir pekan kemarin, kepolisian telah berkoordinasi dengan SMPN 6 Bekasi, Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD), dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kota Bekasi. Total ada tiga siswa yang melaporkan perbuatan DP, ketiganya baru saja lulus dari SMPN 6 Bekasi tahun ajaran 2021/2022 kemarin, saat ini duduk di kelas X Sekolah Menengah Atas (SMA).
Informasi yang diterima total ada 10 korban DP, hanya tiga yang membuat laporan kepolisian. Meskipun demikian, Polres Metro Bekasi Kota meminta kepada siswi yang merasa menjadi korban D untuk membuat laporan, seraya menjamin keamanan pelapor.
“Kalau masih ada keluarga korban lagi jangan malu dan segan, ada mekanisme penyidikan terhadap anak-anak kita lindungi, ada LPSK,” ungkap Kapolres Metro Bekasi Kota, Kombespol Hengki.
Ketiga korban tersebut berinisial AC (15), AK (15), dan RA (15), ketiganya baru saja tamat dari SMPN 6 Bekasi. Selain ketiga korban, ada tiga orang saksi yang diperiksa oleh pihak kepolisian, mereka adalah adik kelas korban.
Peristiwa yang menimpa ketiganya terjadi pada pertengahan bulan Juni lalu, DP mengakui perbuatannya dilakukan sejak korban duduk di kelas 7 atau kelas 1 SMP. Kejadian berawal saat korban menghubungi pelaku untuk bertanya perihal buku perpustakaan.
Sejak saat itu, pelaku terus menerus menghubungi korban, bahkan mengirim pesan genit hingga stiker porno kepada korban. Korban dan pelaku akhirnya bertemu, lalu pelaku mengajak korban ke salah satu apartemen di Kota Bekasi untuk ngobrol berdua, korban menuruti ajakan pelaku lantaran percaya dengan pelaku yang berstatus staff perpustakaan sekolah.
Setibanya di Tempat Kejadian Perkara (TKP), pelaku lantas memegang payudara korban berinisial AC. Sedangkan dua korban lainnya sebatas dikirimi konten porno oleh DP.”Perbuatan cabul itu tidak hanya fisik, tapi juga mengirimkan hal yang tidak baik terutama ke anak-anak dibawah umur itu tentu pelanggaran tindak pidana,” ungkap Hengki.
Atas perbuatannya, Hengky menyampaikan pelaku dijerat pasal 82 juncto pasal 76E UU RI nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI nomor 23 tahun 2022 tentang perlindungan anak. DP terancam hukuman 15 tahun penjara.”Untuk sementara kita jerat UU Perlindungan Anak,” tukasnya.
Status kepegawaian DP sebagai TKK di lingkungan pemerintah kota ditegaskan oleh Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Bekasi Karto. Setelah terbukti DP dihentikan sebagai TKK.”Kalau TKK melakukan itu, yang bersangkutan harus diberhentikan,” tegasnya.
Langkah tegas BKPSDM Kota Bekasi ini didukung oleh Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi, terlebih Plt Walikota Bekasi, Tri Adhianto merespon keras peristiwa yang terjadi di dunia pendidikan ini. Peristiwa ini dinilai tamparan keras bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi, khususnya Dinas Pendidikan (Disdik).
Peristiwa ini tidak boleh terulang, Disdik Kota Bekasi harus mengawasi sekolah-sekolah di Kota Bekasi, komunikasi harus dibangun secara intens oleh bidang-bidang yang ada di Disdik Kota Bekasi.”Pengawasan terhadap isu atau segala hal yang bisa merugikan satuan pendidikan di bawah Dinas Pendidikan,” ungkap Anggota Komisi IV DPRD Kota Bekasi, Heri Purnomo.
Heri menyampaikan bahwa dirinya sangat menyesalkan peristiwa yang terbongkar pada awal pekan kemarin. Disayangkan kasus ini baru terbongkar kemarin, ia meminta kepada orang tua siswa berani melapor saat mendapati peristiwa yang merugikan anak-anaknya.
Sejak pandemi Covid-19, dunia pendidikan akrab dengan telepon pintar dalam kegiatan belajar mengajar. Pengawasan penggunaan gadget harus aktif oleh orang tua siswa.
“Harus diawasi pemakaian gadget itu, jangan sampai ini terjadi yang berbau pelecehan lewat WA atau messenger, atau apalah itu. Jadi semakin canggih teknologi, kita harus semakin mawas diri atau menjaga dari perilaku yang memang nantinya menjadi negatif,” tambahnya.
Ia mengingatkan orang tua untuk terus membangun komunikasi dengan anak-anaknya selama berada di rumah. Sebelum memasuki usia dewasa, orang tua dihimbau untuk tidak 100 persen melepas anak-anaknya bermain gadget. (Sur)