Berita Bekasi Nomor Satu

Tak Ada Anggaran Pesantren, FKPP Kecewa dengan Pemkot

ILUSTRASI: Sejumlah santri beraktivitas di Pondok Pesantren Fathimiyah Kota Bekasi, belum lama ini. FKPP Kota Bekasi kecewa dengan pemerintah kota (Pemkot) setempat. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI

 

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKPP) Kota Bekasi kecewa dengan pemerintah kota (Pemkot) setempat. Pasalnya, pihak penentu kebijakan ini tidak mengalokasikan anggaran untuk bantuan pesantren dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bekasi 2023.

Tidak adanya anggaran untuk bantuan pesantren itu diketahui saat rapat Kebijakan Umum dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) di Gedung DPRD Kota Bekasi, Senin (22/8).

“Kami pengurus FKPP Kota Bekasi  sebagai representasi dari seluruh pondok pesantren Kota Bekasi mengkritik keras terhadap hasil rapat paripurna tersebut, yang akan kami  sampaikan dalam bentuk protes dengan dasar hukum yang ada,” ujar Ketua Umum FKPP Kota Bekasi Mulyadi Effendi kepada Radar Bekasi Rabu, (24/8).

Menurutnya terdapat sejumlah dasar hukum mengenai pesantren. Antara lain, Undang-undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren, Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2021 tentang Fasilitas Penyelenggaraan Pesantren dan Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 5 Tahun 2022 tentang Fasilitas Pondok Pesantren.

“Seharusnya dengan peraturan daerah yang sudah ada, Kota Bekasi sudah seharusnya mengalokasikan dana APBD 2023 ini untuk pondok pesantren,” jelasnya.

Dengan demikian, Mulyadi menilai, Pemerintah Kota Bekasi tidak melaksanakan amanat Undang-undang, Peraturan Presiden, Perda Provinsi dan Perda Kota Bekasi. Selain itu, kata dia, adanya perlakuan tidak adil terhadap pesantren.

Pihaknya mengancam, pesantren tidak akan ikut serta dalam seluruh kegiatan yang diprakarsai oleh Pemerintah Kota Bekasi selama tidak adanya persamaan kedudukan antara pesantren dengan lembaga pendidikan lainnya.

“Insyaallah besok (hari ini,Red) protes berupa beberapa poin ini akan kami sampaikan kepada DPRD Kota Bekasi,” ucapnya.

Dikatakannya, anggaran untuk pesantren sangat dibutuhkan. Antara lain untuk untuk pembangunan, perawatan, dan pelatihan bagi para santri serta guru.

“Jika memang Pemda telah memberikan anggaran kepada ponpes, maka anggaran tersebut bisa kami gunakan untuk perawatan ataupun pelatihan bagi para santri dan juga gurunya,” katanya.

Hal senada dikatakan Pimpinan Pondok Pesantren Al-Hidayah Nurul Ummah Bojongsari Ismail Anwar. Ia mengaku kecewa atas kebijakan pemerintah daerah tersebut.

“Saya pribadi kecewa terhadap kebijakan yang dibuat Pemerintah Kota Bekasi ini,” ungkapnya.

Menurutnya, Pemerintah Kota Bekasi tidak memberikan perhatian khusus bagi pesantren, kecuali diminta ataupun dikejar. Sehingga tidak ada keadilan bagi pesantren yang juga merupakan lembaga pendidikan.

“Pemkot tidak ada perhatian terhadap pesantren kecuali diminta dan dikejar, padahal kita bersama sebagai warga Kota Bekasi dan lembaga pendidikan yang memiliki tujuan sama tapi belum terasa berkeadilan,” ungkapnya.

Dikatakan, kebijakan pemerintah daerah terhadap pesantren dibuat tanpa adanya penekanan. Namun, ujar dia, menjadi kewajiban pemerintah daerah memberikan pelayanan dan perhatian yang sama dalam dunia pendidikan formal atau yang lainnya.

“Kebijakan Pemkot terhadap pesantren dibuat tanpa paksaan, namun kami merasa masih ada kesenjangan sosial yang terlelap lebar kepada pondok pesantren,” tukasnya.

Sementara, Ketua Komisi IV DPRD Kota Bekasi Daradjat Kardono mengungkapkan, Perda Pondok Pesantren Nomor 5 Tahun 2022 baru diselesaikan pada tahun ini.

Ia menjelaskan, Perda Pondok Pesantren diatur hak-hak keuangan pondok pesantren. “Memang perda tersebut sudah selesai namun harus dilanjutkan dengan petunjuk teknis berupa Perwal dan kepwalnya,” terang politisi PKS tersebut.

Sehingga yang menjadi permasalahan saat ini, kata dia, terkait Perwal dan Kepwal sebagai petunjuk teknis pengadaan anggaran belum dirampungkan oleh pemerintah daerah.

“Perdanya memang sudah selesai, tetapi turunannya sebagai petunjuk teknis yaitu Perwal dan Kerwal itu belum selesai, sehingga realisasi dari Perda tersebut masih belum bisa dilakukan secara utuh,” ungkapnya.

Sementara peraturan nasional mengenai anggaran pondok pesantren telah diterjemahkan melalui tingkat provinsi dan turunannya adalah pada tingkat kota.

“Perda pondok pesantren merupakan turunan dari peraturan pada tingkat nasional. Namun hal ini harus dilengkapi dengan adanya Kepwal dan Perwal tadi sebagai petunjuk teknis,” katanya.

Komisi IV mendorong adanya penyelesaian Kepwal dan Perwal mengenai Perda Pondok Pesantren. Agar secara anggaran pondok pesantren memiliki anggaran tersendiri yang dapat dikeluarkan secara utuh pada setiap tahunnya.

“Jadi Kepwal dan Perwalnya ini harus dituntaskan dahulu agar Perda Ponpes sendiri memiliki anggaran khusus yang bisa dialokasikan setiap tahunnya,” ucapnya. (dew)