Berita Bekasi Nomor Satu

Tugas Bersama Cegah Kekerasan

ILUSTRASI: Sejumlah santri beraktivitas di lingkungan Pondok Pesantren Fathimiyah, belum lama ini. Pemerintah, pengurus yayasan, dan masyarakat memiliki tugas bersama dalam mencegah kekerasan di lingkungan pondok pesantren. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI

 

 RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pemerintah, pengurus yayasan, dan masyarakat memiliki tugas bersama dalam mencegah kekerasan di lingkungan pondok pesantren.

Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bekasi Rusham mengatakan, mencegah kekerasan seksual di pondok pesantren (ponpes) merupakan tugas bersama dari pihak pemerintah, masyarakat, dan pengurus yayasan.

“Mencegah dan mengawasi merupakan tugas bersama jadi tidak bisa tebang pilih,” ujar Rusham kepada Radar Bekasi, Rabu (7/9).

Kekerasan di lingkungan ponpes sering terjadi sepanjang tahun ini. Pada Mei lalu, oknum pengasuh di pesantren wilayah Lumajang Jawa Timur diduga melakukan pencabulan terhadap tiga santrinya.

Pada bulan yang sama, kasus serupa juga terjadi di pesantren wilayah Subang. Kemudian pada Juli 2022, oknum pengasuh di pesantren wilayah Depok juga melakukan pencabulan terhadap satu santri.

Pada Agustus 2022 lalu, seorang santri pesantren di wilayah Kecamatan Cipondoh Tangerang berinisial RAP (13) diduga dikeroyok sesama santri hingga meninggal.

Kemudian, kasus kekerasan juga terjadi di pesantren wilayah Ponorogo Jawa Timur. Seorang santri berinisial AM (17) meninggal akibat diduga mengalami kekerasan.

Untuk mencegah terjadinya kasus-kasus kekerasan di pesantren wilayah Kota Bekasi, KPAD setempat mengaku telah melakukan sosialisasi terkait kekerasan.

“Kami sudah menuntaskan program sosialisasi kekerasan seksual pada anak di tahap pertama, dimana masyarakat dan pengurus pondok pesantren yang ada di 12 kecamatan kami undang untuk mendapatkan sosialisasi ini,” ujarnya.

Ia mengungkapkan, KPAD mengajak pesantren sebagai salah satu mitra. Dengan begitu, berbagai masalah yang dihadapi para santri di pesantren dapat dikonsultasikan kepada KPAD.

“Kami mengajak ponpes sebagai mitra, dimana masalah yang terjadi di ponpes akan kami berikan penanganan yang baik sehingga tidak terjadi kekerasan seksual yang terjadi di pondok pesantren,” ujarnya.

Selain itu, KPAD juga telah menempelkan stiker saluran telepon di setiap pesantren. Dalam stiker tercantum nomor WhatsApp yang dapat dihubungi masyarakat.

“Kami sudah sebab stiker hotline ini setiap kecamatan yang memiliki pondok pesantren. Disitu ada kontak WhatsApp yang selalu standby dimana kontak tersebut dapat dihubungi secara langsung dan kami akan segera melakukan home visit jika diperlukan,” tuturnya.

Sementara Pimpinan Pondok Pesantren Al-Hidayah Nurul Ummah Ismail Anwar mengatakan, pada dasarnya pengawasan secara berlapis di lingkungan pondok telah diterapkan sejak awal.

“Sesungguhnya sejak santri masuk sudah dibuatkan tata tertib yang sangat berlapis, jadi sangat ketat sekali pengawasan kami kepada santri di dalam ponpes,” ujarnya.

Lebih lanjut dikatakan, langkah dan pengawasan yang telah dibuat secara berjenjang telah diterapkan sejak lama di ponpes yaitu seperti ketua kamar, ketua organisasi santri, mpo majelis, dan pembimbing organisasi.

“Pengawasan dibuat berjenjang dari ketua kamar, ketua organisasi santri diatasnya ada mpo majelis pembimbing organisasi yang bertanggung jawab kepada pimpinan melaksanakan pengawasan dan melaporkan setiap satu minggu sekali apabila urgent setiap saat untuk diambil langkah- langkah dan solusi,” terangnya.

Nurul mengaku telah menerima sosialisasi terkait kekerasan dari KPAD. Dirinya menyambut baik ajakan menjadi mitra. “Iya kami merupakan salah satu ponpes yang telah mengikuti sosialisasi, yang disampaikan oleh KPAD. Dan saya terima dengan ajakannya sebagai mitra untuk mengatasi adanya kekerasan seksual di dalam pondok pesantren,” pungkasnya. (dew)