RADARBEKASI.ID, BEKASI – Waktu menunjukan sekitar pukul 06.00 WIB. Jumari (35), salah seorang pengemudi Ojek Online (Ojol) menerima notifikasi dari aplikator di telepon pintarnya, tarif Ojol resmi naik. Di Jabodetabek, batas bawah naik 13 persen, batas atas naik 6 persen.
Dia merasa lega, karena dia merasa perjuangannya menuntut kenaikan tarif Ojol sudah tiga kali dilakukan dianggap berhasil. Namun, ternyata kenaikan tarif Ojol tidak sesuai yang diharapkan. Setelah dia baca dan pelajari, pelanggan yang diantar ke tujuan dengan jarak sampai dengan 2 km tarif barunya Rp8.800, hanya selisih Rp800.
“Ternyata yang diharapkan itu nggak sesuai, menurut saya pribadi nggak sesuai,” katanya, Minggu (11/9).
Dalam sehari, sebelum harga Bahan Bakar Minyak (BBM) naik, ia menghabiskan Rp20 ribu untuk membeli BBM jenis Pertalite. Tapi sekarang, ia harus merogoh kocek lebih dalam, Rp30 ribu dalam sehari.
Yang lebih mencemaskan adalah dampak dari kenaikan BBM, yakni melonjaknya harga kebutuhan pokok untuk keluarga di rumah. Jika biasanya ia harus menyediakan uang Rp70 ribu untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sekarang tidak bisa lagi, harus lebih banyak, ia menyebut harus menyediakan uang sampai Rp100 ribu.
“Kalau untuk penumpang menurut saya (tetap) stabil sih, karena naiknya nggak terlalu jauh,” tambahnya.
Ya, penyesuaian tarif BBM mulai diikuti kenaikan biaya transportasi. Mulai pukul 00.00 WIB minggu (11/9) kemarini, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menaikkan tarif Ojol.
Bagi penumpang yang tidak rutin menggunakan jasa Ojol mungkin tidak terlalu terpengaruh kenaikan tarif. Tapi bagi penumpang yang rutin setiap hari seperti Marina (26), dinilai akan membebani. Dia harus mengeluarkan uang ekstra untuk biaya transportasi sehari-hari.
“Tapi karena setiap hari kan jadinya berasa. Mungkin naik dua ribu, tiga ribu, tapi kan kalau dikumpulin jadinya banyak juga,” ungkap penumpang yang sehari-hari menggunakan jasa Ojol dari rumah ke Stasiun Bekasi Timur dan sebaliknya.
Ia mengetahui dan memahami kalau biaya hidup pasti naik setelah pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga BBM. Tapi kata Marina, tidak diimbangi naiknya gaji pegawai.
Sebagai pengguna jasa Ojol setiap hari, ia mengatakan keberatan dengan kenaikan tarif ini.”Menurut saya sih nggak setuju,” tambahnya.
Senada juga diungkapkan oleh warga Bekasi pengguna jasa Ojol lain, Ria (24). Perempuan yang mobilitas kerjanya di Jakarta itu mengaku akhir-akhir ini tidak lagi mendapat promo, seperti yang biasanya ia rasakan sebagai pengguna setia salah satu aplikasi.
Aplikasi yang ia anggap sebagai alternatif dengan tarif murah pun, sudah berubah, naik sekira Rp1.200.
“Kemarin masih sering dapat promo kalau weekday, sekarang nggak ada sama sekali, jadi lumayan berasa,” katanya.
Informasi yang ia dapat, tarif transportasi online roda dua untuk jarak dekat naik Rp1 ribu, sementara untuk roda empat naik Rp2 ribu. Tapi, Ria belum memastikan kenaikan tarif ini berlaku kelipatan atau tidak.
Akhirnya, ia terpaksa memilih untuk tidak naik Ojol. Biaya transportasi yang harus dikeluarkan menjadi pertimbangan serius untuk memilih transportasi publik lainnya. ” Sebenernya emang udah pake transportasi publik dari lama, tapi masih kadang Combine sama Ojol gitu. Sekarang kalau lebih worth it pake Tj, KRL, atau Jaklingko secara waktu sama jarak, ga pake Ojol (lagi),” ungkapnya.
Terpisah, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Hendro Sugiatno menyatakan, kebijakan itu diambil untuk menyesuaikan dengan beberapa komponen biaya jasa. Misalnya, tarif baru BBM, UMR, dan komponen perhitungan jasa lainnya. Ketentuan ini tercantum dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 667 Tahun 2022 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi. Aturan tersebut ditandatangani pada 7 September 2022.
’’Untuk penyesuaian biaya jasa ojek online, ada tiga komponen. Antara lain biaya pengemudi yaitu kenaikan UMR, asuransi pengemudi, biaya jasa minimal order 4 km, dan kenaikan harga BBM,” ujar Hendro.
Lebih detail, Hendro membeberkan kenaikan biaya jasa ojek online. Yaitu, untuk zona I dari batas bawah Rp 1.850 naik menjadi Rp 2.000 atau naik 8 persen. Untuk batas atas, dari Rp 2.300 naik menjadi Rp 2.500 atau 8,7 persen. ’’Dan biaya jasa minimal menjadi Rp 8.000–Rp 10.000,” urainya.
Untuk zona II, terjadi kenaikan biaya batas bawah sebesar 13,33 persen dan batas atas sebesar 6 persen. ’’Dari Rp 2.250 naik menjadi Rp 2.550. Sedangkan biaya batas atas dari Rp 2.650 menjadi Rp 2.800. Sedangkan biaya jasa minimal Rp 10.200–Rp 11.200,” urai Hendro.
Selanjutnya, untuk zona III, batas bawah dari Rp 2.100 naik menjadi Rp 2.300 (naik 9,5 persen). Lalu, batas atas dari Rp 2.600 menjadi Rp 2.750 (naik 5,7 persen) dan biaya jasa minimal Rp 9.200–Rp 11.000.
Pembagian zonasi tersebut masih sama seperti sebelumnya. Zona I meliputi Sumatera, Jawa (selain Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), dan Bali. Zona II meliputi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Zona III meliputi Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara dan sekitarnya, Maluku, serta Papua.
’’Untuk biaya jasa minimal disesuaikan berdasar jarak 4 kilometer pertama. Untuk besaran biaya tidak langsung berupa sewa penggunaan aplikasi ditetapkan paling tinggi 15 persen. Jadi, ada penurunan. Kemarin 20 persen, kita turunkan menjadi 15 persen,” jelas Hendro.
Terpisah, Director of Central Public Affairs Grab Indonesia Tirza Munusamy menegaskan, pihaknya akan mematuhi keputusan pemerintah. ’’Grab akan menerapkan tarif ojek online baru pada platform kami sesuai dengan waktu yang ditetapkan oleh pemerintah. Sebagai pengenalan dan penyesuaian, setelah tarif ojek online baru tersebut diterapkan, Grab akan melakukan sosialisasi secara bertahap kepada mitra pengemudi dan konsumen,’’ tegas Tirza.(sur/ agf/c17/oni)