RADARBEKASI.ID, BEKASI – Aksi tawuran remaja masih marak terjadi di Kota Bekasi. Bahkan beberapa aksi yang terekam kamera pengawas, memperlihatkan kelompok remaja ini sengaja membekali diri dengan senjata tajam. Persoalan ini juga menjadi catatan Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bekasi, menyusul sejumlah pelaku hingga korban kerap ditemui masih berstatus pelajar.
Ketua KPAD Kota Bekasi Aris Setiawan menjelaskan, bahwa saat ini pihak KPAD Kota Bekasi telah mengantongi beberapa kasus aksi tawuran yang secara umum terjadi di Kota Bekasi.
“Kami baru menerima secara umum jumlah kasus aksi tawuran, jadi belum kami pisahkan ada berapa kasus yang memang didalamnya ada pelajar yang terlibat,” ujarnya kepada Radar Bekasi Selasa, (20/9).
Menurut data yang dihimpun KPAD saat ini, ada 12 hingga 15 kasus aksi tawuran yang tercatat hingga September 2022.Dari kasus tersebut banyak pelajar yang terlibat.
“Jadi informasinya memang ada pelajar aktif dan putus sekolah yang terlibat dalam beberapa kasus aksi tawuran, kami belum melakukan pemisahan datanya,” tuturnya.
Sesuai dengan tupoksi KPAD UU 35/2014 Jo UU 23/2002 tentang perlindungan anak, serta Peraturan Presiden (Perpres) 61/2016 yaitu KPAD sebagai lembaga pengawasan dan pencegahan akan melakukan upaya perlindungan dan pencegahan kepada para pelajar yang terlibat dalam kasus aksi tawuran.
“Sesuai peraturan kami KPAD akan melakukan perlindungan dan pencegahan,” jelasnya.
Pihak KPAD mengatakan bahwa, bicara tentang sebab dan akar terjadi nya aksi tawuran diakibatkan minimnya pengawasan, pengetahuan dan juga komunikasi dari orang tua dan masyarakat.
“Berbicara sebab dan akar tawuran adalah minimnya pengawasan, pengetahuan dan komunikasi dari para orang tua dan masyarakat dengan anak-anak sehingga pertemanan yang mengarah ke kegiatan negatif tidak bisa terdeteksi dan mengarah pada kegiatan kriminal,” terangnya.
Menurutnya, apabila pengawasan dari orang tua disertai dengan pengetahuan, maka komunikasi akan terbangun dengan sistem dua arah. Sehingga setiap kegiatan anak sehari-hari dapat termonitor dan terkontrol.
“Apabila pengawasan dari orang tua disertai dengan pengetahuan maka komunikasi akan terbangun dua arah antara orang tua dan anak, sehingga setiap kegiatan anak sehari-hari bisa termonitor dan terkontrol, dan kongkow-kongkow yang mengarah pada upaya tindak tawuran bisa terhindari,” tuturnya.
Beberapa upaya pencegahan juga dapat dilakukan, yaitu dengan kegiatan sosialisasi baik yang dilaksanakan sekolah, kantor pemerintahan, maupun masyarakat secara luas. Kasus tawuran diklaim dapat diminimalisir.
“Sumber sosialisasi untuk melakukan kegiatan lebih positif itu luas, jadi memang dibutuhkan kerjasama yang baik. Antara orang tua, sekolah, masyarakat dan juga pemerintah,” ucapnya.
Sementara Dosen Psikologi Universitas Islam 45 UNISMA Kota Bekasi Siti Nur Hidayah menjelaskan, bahwa maraknya kasus tawuran yang melibatkan pelajar terjadi karena beberapa faktor.
“Ada dua faktor yang menyebabkan pelajar terlibat aksi tawuran, yaitu faktor pertama internal yang melibatkan emosi, kepribadian, dan pola pikir remaja. Faktor kedua adalah eksternal yaitu keluarga, teman sebaya (Peer Group), dan lingkungan sosial,” ungkapnya.
Menurutnya saat ini mayoritas pelaku aksi tawuran yang melibatkan pelajar adalah, remaja yang kurang mendapatkan perhatian dalam keluarga, serta kurangnya aktivitas positif dalam mengisi waktu luang.
“Mayoritas pelaku tawuran adalah remaja yang kurang perhatian dalam keluarga, kurangnya aktivitas positif dalam mengisi waktu luang, memiliki gank atau kelompok komunitas yang kuat namun cenderung negatif, ditambah informasi negatif atau tidak bijak dalam menyerap informasi dari internet. Misal remaja keren kalo melakukan kegiatan yang ekstrim atau menantang nah ini yang memancing mereka para pelajar,” tuturnya.
Sebelum adanya penanganan maka diperlukan pencegahan. Saat ini di Indonesia sendiri telah memiliki banyak kebijakan yang intinya adalah meningkatkan kesejahteraan anak.salah satunya yang dicanangkan kota dan kabupaten Bekasi adalah “Ramah Anak”.
“Di Indonesia itu sebenarnya sudah banyak kebijakan yang ujungnya adalah meningkatkan kesejahteraan anak, salah satu yang dicanangkannya Kota dan Kabupaten adalah “Ramah Anak”. Nah sebenarnya cukup mengakomodir sistem pencegahan, namun lagi-lagi implementasi nya tidak optimal,” ucapnya.
Jika penanganan sudah dilakukan maka penanganan lain juga perlu dilakukan, yaitu secara holistik dimana anak-anak perlu mendapatkan konseling, pembinaan. “Pembinaan dan konseling itu juga perlu dilakukan, baik pembinaan yang dilakukan terhadap keluarga, ataupun di sekolah di mana anak itu menempuh pendidikan dan lingkungan atau kelompok di mana anak itu beraktivitas,” jelasnya.
Sehingga bisa ditarik secara garis besar bahwa, langkah pencegahan dapat dilihat dari faktor utama terjadinya aksi tawuran yang saat ini banyak melibatkan kalangan pelajar.”Jadi harus dilihat faktor utama nya dulu baru bisa dilakukan langkah pencegahannya,” tukasnya. (dew)